Lima : Di Balik Badge dan Goresan

5.7K 169 0
                                    

Tidak terasa sudah satu bulan aku mengikuti PMR yang sama sekali tidak aku sukai, entah kenapa masih betah juga, mungkin ini demi  ibuku .
“Push Up 1,2,3,..... 10. Kalian semua harus semangat di PMR itu harus kuat mental dan fisik, kalian Paham”. Suara gertakan dari kakak senior.
“ Siap Paham”. Semua menjawab bersama dengan lantang.
Memang sih aku sudah kelas dua belas tapi aku masih baru, jadi mau tidak mau aku harus ikut adik kelas  menempuh badge. Di lapangan yang panas dan harus mengikuti semua aturan panitia. Mungkin seperti sekolah militer.
“buat apa susah payah gini, Cuma tempelan di baju aja, huhh” kata ku merengek dalam hati.
Setelah push up berkali-kali ada salah satu panitia yang membuat onar. salah satu dari peserta harus bisa menawab dengan lantang karena salah satu dari peserta  membuat kesalahan.
“Kalian di sini mengerti apa tidak kalian di suruh kayak gini, siapa yang bisa menjawab, CEPAT”. Kata menakutkan yang keluar dari senior PMR.
“saya di sini ingin menempuh badge PMR kak, jadi saya berjuang untuk mendapatkan itu”. salah satu dari kami menawab.
“hanya satu orang saja yang menjawab yang lain dengar apa tidak soalnya tadi”. Kata-kata makin kasar dan menakutkan.
Salah satu panitia menunjuk tangan dan mengarah ke arah barisanku, dan menunjukku.
“kamu mengerti tidak apa maksud dari kegiatan ini, kenapa, jawab dengan keras”. Kata senior.
“maaf kak saya juga kurang mengerti, saya baru ikut satu bulan ini, dan aku di sini karena paksaan dari orang tuaku”. Kata ku yang pasrah dan jujur.
“oh.... jadi kamu di paksa. Oke kalo gitu kamu keluar barisan dan menuju ke kakak panitia yang sebelah pojok, MENGERTI”. Kata panitia dengan suara tegas dan keras.
Akupun akhirnya menuju ke panitia yang ada di pojok lapangan.
“jadi kamu baru ikut PMR, saya kasih tau ya di PMR itu kita di ajarkan untuk kuat mental dan fisik mangkaya aplikasinya seperti ini, dan agar kamu bisa menghargai badge yang kamu pakai nanti, kamu mengerti ??”. kata panitia mejelaskan di hadapanku.
“siap mengerti”. Kata ku tegas di hadapan panitia.
Setelah itu aku harus ikut barisan peserta yang akan mencari badge yang sudah di sembunyikan panitia di sekitar lapangan.
“untuk seluruh peserta silahkan mencari badge di sekitar lapangan yang telah di sembunyikan paniti, bagi yang sudah mendapatkan, lari dan menuju kakak pembina, BISA DI MENGERTI??”. Kata tegas dari salah satu panitia.
Setelah sekian menit aku mencari akhirnya aku mendapatkan badge PMR yang di sembunyikan di semak-semak. Aku pun lari, entah di mana kakak pembina itu, itu adalah tantangan dari panitia mencari di mana pembinanya.
“BRRRUUAAKK.......”. aku tidak sengaja tersandung batu, karena aku lari dan tidak melihat jalanku.
“Aduh.....”. kataku sambil memegang kakiku yang berdarah.
Semua panitia menghampiri ku. Ada salah satu di antaranya yang tidak asing bagiku“ Coba lihat mana yang luka, bisa berdiri tidak ????” kata Rendi
Aku pun menengok ke arahnya yang tanganya ikut memegang kakiku yang luka.
“Aku bisa kok”. Sambil berdiri.
Akhirnya akupun jatuh juga karena ternyata kakiku juga terplintir waktu jatuh
“Yang lain silahkan lanjutkan kegiatan, biar Anda aku bawa ke UKS” Kata rendi sambil membopongku.
Sesampainya UKS riri dan Rendi yang membersihkan luka ku.
“luka nya sudah beres kak rendi” kata riri.
“oke makasih ri, tolong tahan sedikitya biar aku pijat dulu kakinya yang terplintir tadi”. Kata rendi memegang kakiku.
“Agrhhh..... sakit... sudah...huhuhu” kataku sambil memberontak kesakitan.
Rendi pun menghiraukan rintihanku, dia terus memijat kakiku dan membalutnya dengan kain.
“Udah, gitu aja nangis, emang dasar manja”. Kata rendi mengejek ku.
“memang sakit, coba kamu di posisiku, bukan manja.”  kata ku sambil mengusap air mataku.
“ Udah ri tinggal aja, abis ini kan penutupan dan pelantikan, jadi kamu persiapkan semuanya” kata rendi pada riri.
Riripun pergi keluar UKS.
“eh... ri aku ikut,” kata ku sambil berusaha bangkit dari kasur.
“kamu tiduran aja di sini, kaki kamu aja bengkak kaya gitu, mau jalan” sambil menyuruhku tiduran.
“Kamu apaan sih, aku itu sudah tidak apa-apa tau, jadi ga usah sok ngelarangku, dasar  lebay” kata ku sambil menatap rendi.
“tolong ya sopan sedikit, aku ini kakak pembinamu jadi kata-katanya di per halus”. Kata rendi
“Itu terganntung sikon (Situasi dan kondisi), aku bisa sopan tapi waktu di hadapan mereka.” Kata ku menjelaskan.
“oke kamu ga sopan ga papa, yang penting kali ini kamu harus dengerin aku, kamu di sini Istirahat jangan turun dari ranjang, karena salah melangkah kakimu akan makin sakit, kamu mengerti kan”. Kata rendi  dengan jelas dan meninggalkan ku.
Akupun mengikuti perintahnya dan hanya tiduran dan menahan rasa sakit yang ada di kakiku. Hp ku bergetar di sebelah bantal.
“Hallo Assalamualaikum.. iya bu kenapa ?” kata ku sambil mengangkat hp
“Maaf sayang ibu hari ini ga bisa jemput soalnya masih repot, kamu bisa kan pulang sama riri??”
“Iya bu, ga papa. Aku tutup ya bu Assalamualaikum” kata ku sambil menutup telepon.
Setelah sekian menit akhirnya penutupan kegiatan selesai dan waktunya pulang.
“Hai Nda gimana masih sakit ya ...” kata riri
“Iua nih masih kerasa sakitnya, eh ri tadi ibu ku telfon aku suruh bareng kamu, bisa ga”kata ku.
“maaf Nda aku mungkin pulang malam karena masih ada evaluasi kegiatan sama panitia, gimana ??” kata riri
“oh... ya udah deh aku tak cari bus sekolah kalo masih ada” kata ku sambil beranjak dari tempat tidur.
“Kan jam segini bis sekolah sudah ga ada nda.” Kata riri
Rendi pun lewat dan riri pun melontarkan kata-kata “Kak rendi mau kemana, bisa minta tolong, buat nganterin Nda pulang”. Kata riri yang polos.
“Kamu apaan sih ri.” Kata ku sambil menepuk pundak riri.
“Iya ga papa ini aku juga mau beli makanan buat panitia Evaluasi nanti” kata rendi.
“Ga Usah aku bisa sendiri kok,” kata ku menolak“emang beneran bisa, kamu aja jalan masih kayak gitu” kata rendi.
“Iya nda kamu di anter kak rendi aja, kan kamu bisa selonjirin kaki mu di mobil biar ga sakit” kata riri
“iya deh” kata ku pasrah
Akhirnya akupun di bantu buat jalan sampai ke mobil dan di antarkan pulang. Di dalam mobil aku hanya bisa diam dan sesekali rendi pun bercanda dan membuatku tertawa dan kesal.

&&&&&
Natikan cerita selanjutnya ya, apa yang di lakukan rendi setelah itu. Selamat Membaca  -iin-

Me Vs DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang