;ㅡConfession 1.0

888 83 8
                                    

CONFESSION

Siang itu Jihoon tengah memainkan asal gitar yang ada di pangkuannya. Ia sesekali menggumamkan sebuah lagu sembari mata sipitnya menerawang kearah jendela.

Terkadang, semilir angin masuk melalui ventilasi dan menyapa kulit bayinya. Lelaki yang berada di tingkat akhir SMA populer di Seoul itu akan memejamkan matanya, hanya untuk menikmati belaian angin semata.

Jarang sekali ruang seni sehening dan sesejuk ini. Biasanya setiap hari Jum'atㅡselesai jam pelajaran, ruangan ini ramai oleh klub vokal dan terkadang membuat kepala Jihoon pening, tetapi karena sang ketua klub sedang sakit, akhirnya latihan pun ditiadakan, para anggota juga diperbolehkan untuk pulang.

Tapi Jihoon yang mendapati momen langka seperti ini tidak mau menyia-nyiakannya. Maka dari itu, saat Seokmin mengiriminya pesan bahwa ia tidak bisa mengisi latihan klub, Jihoon langsung saja tancap gas menuju ruang dengan banyak alat musik itu.

Jihoon senang berada di ruang seni. Apalagi yang hening dan sejuk, benar-benar kesukaan Jihoon.

"Hwiparam~" Petikan gitar terdengar setelah mulut kecil itu mengeluarkan nyanyian. Dengan santai, Jihoon melantunkan lagu yang menjadi kesukaannya akhir-akhir ini.

"Jihoonaaaaaa!"

Argh-

Seketika pula petikan pada senar gitar terhenti, Jihoon menoleh dengan air muka penuh rasa kesal. Kenapa orang ini harus muncul, sih?

"Sedang apa heh?" Tahu-tahu saja orang itu sudah ada didepan Jihoon sekarang. Setelah menyingkirkan beberapa partitur, ia duduk di meja dengan keringat yang bercucuran. Poni cokelat kebanggaannya pun menjadi lepek.

Sepertinya dia baru selesai berlatih basket. Ugh- seksi seka- EH APA.

Jihoon menggeleng pelan berusaha menghilangkan pikirannya yang menyamping. Membuat seseorang yang berada didepannya menatap heran.

"Kau kenapa sih? Seperti melihat hantu saja." Orang itu kini mengambil gitar Jihoon, memainkannya asal-asalan.

"Ish! Kemarikan!" Jihoon merebut gitar itu dengan galak, "Tangan dan badanmu berkeringat begitu, nanti gitarku kotor." Jihoon merengut lucu membuat si lawan bicara tertawa.

"Hahahaha maaf maaf. Nanti kubersihkan, deh." Jihoon berdecak dan memeluk gitaranya, menatap orang itu dengan malas.

"Ada apa kesini?" Jihoon akhirnya bertanya, melupakan bahwa dia sendiri belum menjawab pertanyaan yang orang itu lontarkan tadi.

"Sebenarnya aku ingin membicarakan sesuatu, tapi sepertinya kau sedang bad mood." Jihoon mengerlingkan matanya malas.

"Katakan saja apa susahnya, sih?" Orang itu terkekeh, mencubit hidung bangir Jihoon pelan.

Jihoon galak, dan ia gemas melihatnya.

"Besok malam free tidak?"

"Tidak tahu, Seokmin minta diantar beli gitar."

"Hm. Kau sepertinya dekat sekali dengan Seokmin." Entah mata Jihoon yang sensitif atau apa- ekspresi lelaki itu kini menjadi muram.

"Dia kan ketua klub vokal tahun ini, aku harus membimbingnya." Jihoon menjawab dengan santai, menyingkirkan perasaan tidak enak saat melihat wajah lelaki dihadapannya.

"Begitu, ya," Lelaki itu pun turun dari meja dan mengusak rambut Jihoon pelan. "Aku akan kembali ke lapangan. Nanti pulang bersama, ya, tidak ada penolakkan."

Jihoon hanya merespon dengan deheman pelan, tidak begitu memperhatikan apa yang si pengusak rambut ucapkan karena sibuk mengontrol hati dan degup jantungnyaㅡakibat perlakuan si lelaki tadi.

CONFESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang