Scene 74-77: Hungry Ghost

207 6 2
                                    

74 INT. RUANG MENONTON - PAGI

Ayah membaca koran dengan kacamatanya. Matanya sibuk memperhatikan huruf-huruf di koran. Ibu datang dari arah dapur, membawa secangkir teh hangat. Ibu meletakkan cangkirnya di atas meja. Lalu duduk di dekat Ayah.

IBU

"Anak-anak sudah diberi tahu, Pa?"

AYAH

"Adam dan Wina sudah."

IBU

"Yang lain? Martin, Ben?"

AYAH

"Untuk apa? Mereka tidak akanmengubah hasil apapun. Kita akan menang. Kita sudah memilikisetidaknya empat suara, sudah lebih dari separuh."

IBU

"Setidaknya anak-anak masih berhak tahu apa yang terjadi di dalam keluarga ini, Pa. Walaupun tidak mengubah hasil yang sekarang, bagaimana dengan yang selanjutnya? Tiga belas tahun kemudian? Lagi pula keturunan keluarga diharuskan hadir."

AYAH

"Biar Papa yang atur."

IBU

(Mengela nafas)

"Mama sempat kepikiran untuk tidak melanjutkan ini."

AYAH

"Kamu tahu itu tidak mungkin."

Jeda.

IBU

"Seharusnya kemarin kita tidak perlu gegabah."

AYAH

"Jangan berandai-andai, Widya. Berhenti memikirkan yang sudah terjadi. Kita sudah lakukan, sekarang hadapi. Ingat, kita melakukan ini juga untuk mereka, untuk anak-anak, bukan karena keegoisan pribadi."

Ayah pergi dari ruang menonton dengan membawa korannya. Ibu memandanginya pergi. Uap panas mengepul dari dalam cangkir.

CUT TO:

75 INT. KAMAR ADAM - PAGI

CLOSE UP:

Wina menjauhkan telinga yang semenjak tadi dekatkan di pintu. Ia mendengar sesuatu dari percakapan Ayah dan ibu mertuanya.

CUT TO:

76 INT. DAPUR - PAGI

Bibi menyusun buah-buahan untuk diantarkan ke ruang di bawah tangga. Ia meletakkan beberapa buah ke atas piring, kemudian beralih untuk mengambil buah yang lain. Saat ia ingin berbalik dan meletakkan buah tambahan, Bibi menabrak sesuatu yang berdiri di belakangnya-seseorang berlengan jas.

SLOW MOTION:

Buah-buah jatuh ke lantai.

Bibi menatap sekeliling namun tidak ada apa-apa. Bibi memungut buah yang jatuh. Sebuah apel tampak berulat di tangannya. Bibi menjatuhkannya hingga menggelinding pada lantai yang tiba-tiba saja telah bebercak darah. Mata Bibi besar membelalak, lalu Bibi mulai terkejut dan berteriak. Wina mendapati Bibi menutup wajahnya ketakutan. Ia mendekatinya.

WINA

"Kenapa, Bi?"

Bibi menunjuk lantai.

ZOOM OUT:

Wina mendapati buah-buah bertebaran di lantai.

Ibu datang belakangan ke dalam dapur.

IBU

"Ada apa ini?"

WINA

"En-enggak, Ma. Kata Bibi tadi Bibi melihat tikus."

IBU

"Tikus? Di rumah ini?"

(Ibu mengawasi sekeliling)

"Wina minta Pak Sutrisno untuk segera mencari tikus itu sampai dapat. Mama tidak mau tempat-tempat ataupun makanan di rumah ini menjadi tidak sehat."

(Ibu pergi, lalu dengan suara berbisik)

"Anak-anak dan cucuku bisa sakit."

Ibu pergi. Wina mendapati dirinya hanya tinggal berdua dengan Bibi di sana.

WINA

"Bibi istirahatlah lebih dulu. Biar Wina yang melanjutkan pekerjaan Bibi untuk sementara."

Wina memandangi dapur.

INSERT:

OVER THE SHOULDER:

Wina memandangi pintu ruangan di bawah tangga tepat di depannya.

CLOSE UP:

Piring penuh buah dipegangi Wina dengan kedua tangan.

CUT TO:

77 INT. RUANG DI BAWAH TANGGA - PAGI

Pintu terbuka. Wina masuk dengan piring sesajen di sebelah tangan. Ia menutup pintu. Sebuah meja panjang berdiri di depannya, dengan bangku-bangku kayu yang tersusun rapi di samping. Wina berusaha memandangi sekeliling, tapi tentu saja cahaya dalam ruangan tidak mengizinkannya. Ia hanya melihat remang.

Wina meletakkan sesajen di atas meja dengan perlahan. Menunggu beberapa saat untuk sesuatu. Tidak terjadi apa-apa.

OVER THE SHOULDER:

Ia berbalik ingin keluar, namun salah satu kursi berderak keluar dari tempatnya.

Wina membalikkan badannya kembali dan menemukan sebuah kursi tidak segaris dengan kursi-kursi lainnya. Kursi itu seakan ditarik ke belakang, seolah-olah seseorang sedang ingin duduk di sana, menghadap meja.

Wina gentar. Pikiran mengenai arwah kakek dan nenek merasukinya. Kursi yang tadinya mundur kemudian mengarah padanya. Wina mundur, namun kakinya terlalu kaku untuk melakukannya dengan benar. Wina jatuh terduduk di lantai ruangan. Setelah meringis karena sakit dan kebodohannya, Wina memandangi kursi yang sebelumnya berderak sendiri. Ia melihat sepasang kaki dengan kuku patah dalam sebuah gaun berdiri di atas kursi itu. Wina segera berbalik, bangkit menghadap pintu.

WIDE:

Wina meninggalkan ruangan yang tidak ada siapa-siapa di dalamnya (bahkan kursi yang sebelumnya berderak, sekarang telah berjajar rapi) dengan sedikit berlari.

CUT TO:

Cerita KeluargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang