Sepuluh - PERFECTLY IMPERFECT

12.6K 1.1K 18
                                    

Pagi itu, Nabila kembali nampak sibuk di dapur. Sebenarnya masakan untuk Ayahnya telah matang. Hanya saja..Nabila tersenyum kecil. Mengingat akan sosok Bram yang ia tak pernah harapkan untuk digapai, kini berubah perhatian kepadanya. Sudah hampir seminggu ini Bram selalu menjemputnya untuk pergi bekerja, dan sorenya Bram akan mengantarkan Nabila pulang. Sesimpel itu. Tapi cukup membuat Nabila merasa bak diistimewakan. Perhatiannya, tutur kata lelaki itu yang sopan dan tak pernah menuntut. Wanita itu menghela nafas. Bahkan Bram sudah tak mengungkit perihal lamaran itu. Karena Bram sendiri akan menunggu Nabila. Selama apapun.

Nabila tidak tahu harus melakukan apa untuk membalas kebaikan Bram yang sudah mengantar jemput dia setiap hari. Sampai pria itu mengabaikan kegiatan wajibnya seperti tidur cukup, makan teratur. Dan hidup Bram hanya seputar kerja, begadang, dan menanti Nabila. Maka dari itulah, kini Nabila menyiapkan bekal. Hanya menu makanan biasa. Makanan rumahan berupa sayur, lauk sederhana, dan nasi. Tapi setidaknya, Nabila harap ia bisa mengubah Bram yang bebal itu untuk makan. Karena Bram selalu berdalih dengan alasan tak nafsu makan.

Dengungan mobil terdengar dari ruang dalam. Seketika Nabila menengok, mobil sedan hitam itu terparkir manis di depan. Nabila pamit kepada Ayahnya dan segera keluar menghampiri Bram yang menunggunya di depan kap pintu. Tersenyum tulus seperti biasa.

"Ayah kamu mana?" tanya Bram terasa ganjil karena biasanya jika ia jemput Nabila, sang Ayah akan keluar dan tersenyum menatap kepergian mereka berdua. Nabila melirik sedikit ke dalam rumah dengan tampang lesu.

"Kurang enak badan, Pak. Lagi tiduran dikamar tadi"

Bram langsung cemas. "Beneran nggak papa ditinggal? Apa nggak dibawa ke dokter aja dulu?"

"Nggak papa, Pak. Kata dokter di rumah sakit, emang biasa gitu Ayah klo demam. Cuman dikasih obat demam sama nyeri-nyeri, nggak perlu sampe dibawa ke rumah sakit" papar Nabila meskipun raut mukanya jelas tidak rela untuk meninggalkan sang Ayah. Bram manggut-manggut paham. Mau bagaimana lagi, toh ini sudah pukul setengah tujuh. Bram harus segera mengantarkan Nabila kalau tidak wanita itu akan terlambat.

Ketika di perjalanan, Nabila gugup setengah mati. Bagaimana caranya dia memberikan bekal spesial ala dirinya yang ia bawa kepada Bram? Dia malu. Dia nervous. Seperti Nabila adalah pacarnya saja. Padahal bukan. Hubungan mereka kan menggantung.

Bram yang bosan akan keheningan keduanya, dan pagi ini nampak macet. Memutuskan untuk menyalakan tape radio yang ada didashboard. Dan membesarkan sedikit volumenya saat ia tersentak sadar akan sebuah dengungan lagu.

Kuakan menanti..

Meski harus penantian panjang..

Kuakan tetap setia menunggumu..

Kutahu kau hanya untukku..

Mati aku!! Pekik Bram dalam hati. Bagaimana bisa sekali tekan, radio ini bisa menggambarkan perasaan Bram saat ini? Keduanya langsung tertegun menangkap lirik dari sebuah lagu hits lokal dan seketika keduanya memerah malu bersamaan. Bram segera mengganti channel radio itu dengan saluran lain yang terdengar suara penyiar radio yang membacakan greeting selamat pagi. Karena ia tahu, lagunya sangat menceritakan kondisinya sekarang ini. Hanya akan semakin membuatnya galau. Ya galau, menunggu Nabila yang tak kunjung menerima lamarannya. Bram tertawa kecut.

"Lagunya..nggak banget.." ujarnya masam. Nabila hanya membalasnya dengan kuluman saja. Menerawang jauh ke depan. Sampai suaranya yang kecil itu menggema di interior mobil.

"Pak.."

"Ya, Nab?" tanya Bram yang langsung memalingkan wajah kepada wanita itu.

Nabila diam sejenak, memelintir ujung blazer coklat kerjanya yang sedang ia kenakan sekarang.

PERFECTLY IMPERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang