Dentuman

1.7K 126 13
                                    

Jantungku berdegup mengikuti irama dentuman bola karet keoranye-an ditangannya.

Atensiku tak bisa dialihkan. Dari seberang layar, aku memperhatikan.

Betapa indah permainannya. Batinku menelan ludah.

Manik sebiru laut itu begitu fokus. Teriakan ricuh laksana hilang ditelan netra kebiruan yang menatap lurus. Kemenangan.

Mengamati.

Bola tengah dikuasai olehnya. Pola harus jalan. Ia berpikir cepat.

Akhirnya tangan yang sedari tadi memantul-mantulkan bola mulai bergerak mengganti irama.

Duk, duk duk duk, duk.

Kaki melangkah ke kanan, badan ikut jatuh pada tumpuan.

Musuh bergerak reflek. Bergeser menutupi jalannya.

Tipuan.

Gesit ia tarik kembali berat tubuhnya. Crossover bola dan melewati arah sebaliknya.

Penjaganya jatuh. Tertinggal. Terkubur malu.

Surai keperakkannya mengayun bersamaan. Mengikuti kecepatan.

Mengambil langkah besar, bola diangkat. Dua musuh yang berada dibawah ring sigap bersiap menghalanginya untuk mencetak skor. Melupakan orang yang tengah mereka jaga.

Bisa kulihat ia menyeringai.

Step pertama yang panjang serta lebar juga tipuan barusan memperkuat kemungkinan yang ia sudah pikirkan. Saat musuh mengira ia akan mencetak angka dengan lay-up atau dunk, dirinya malah memindah bola kebelakang tubuh.

Tipuan.

Musuh lain yang mengira dirinya akan mengoper cekatan menghalangi jalan kawan lawannya.

Ia menyeringai lagi.

Kembali, tipuan.

Bola ia lempar keatas. Dua musuh dihadapan yang telah susah payah meloncat setinggi mungkin jadi terlihat bodoh meloncat tanpa arti.

Melambung, memantul diatas papan.

Duk, duk, duk.

Sebelum akhirnya jatuh masuk kedalam lingkaran besi.

***

Priiiiiitttttt.

Nyaringnya peluit tanda pertandingan selesai dari wasit tertimbun maraknya teriakkan penonton histeris.

Tiga per-empat dari mereka berdiri, bersorak-soraiーsenang jagoannya menang, senang taruhannya menghasilkan.

Surai perak itu ia sibak keatas. Tangan lainnya mengepal membuat tinju keudara.

Teriakkan penonton makin-makin.

Aku yang menonton dari seberang juga tau, kehebatannya bukanlah tercipta dari sekedar latihan bertahun-tahun. Aku seakan dibuatーdipaksa menjatuhkan seluruh atensi kepadanyaーhanya kepadanya saat pemilik netra sebiru laut tengah berdiri didalam lapangan.

Padahal basket itu lima lawan lima. Tapi entah kenapa, saat ia bermain, malah terlihat seperti satu lawan lima. Bukan berarti dia pelit, nggak mau membagi bola kepada kawan setimーtidak. Malahan hampir diseluruh kuater tak ada poin yang tidak di assist olehnya. Dan mungkin hampir setengah dari total skor adalah sumbangannya.

Bagaimana menjelaskannya ya... seperti... ia sendiripun bisa memenangkan pertandingan.

Dari seberang layar kudapat melihat ia dipeluk teman-temannya. Wajahnya terlihat puas. Senyumnya merekah.

Seperti baru saja bersenang-senang.

Tanpa sadar ujung bibirku ikut tertarik.

"Viktor Nikiforof mencetak angka terakhir dan membawa kemenangan untuk tim Russia! Skor 102
-98 melawan tim Amerika-"

Omongan komentor yang ringan lidah itu kuabaikan. Atensiku hanya bertitik padanya. Dan hanya kepadanya. Dibisikkan mantra jadi tersihir.

Disaat Viktor melambaikan tangan dan tebar senyum kearah kamera, aku merasa seperti ada cahaya yang terangnya beda sendiri menyoroti Viktor.

Dan sejak hari itu aku bersumpah.

"Aku akan berada disampingnya. Disorot oleh cahaya yang sama."

Yuri!!! On Court [Yuri!!! On Ice Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang