(1) Editor Min

1.3K 146 42
                                    








"Kau sudah membaca surat-surat dari penggemarmu?"

Jimin menyesap latte-nya lalu menggeleng setelah meletakkan kembali cangkirnya. "Aku belum sempat."

Yoongi mengangguk paham, memaklumi kesibukan Jimin sebagai penulis sekaligus pemilik restoran. "Bacalah jika kau memiliki waktu luang. Ada yang ingin kubicarakan menyangkut penggemarmu."

Jimin menatap obsidian Yoongi, memberi isyarat agar pria di depannya memulai pembicaraan mereka. Sepertinya ini cukup penting.

"Ini tentang genre dan konsep untuk novelmu selanjutnya."

Jimin menopang dagu dengan kedua tangannya di atas meja, terlihat tertarik dengan kalimat Yoongi. Namun ia tetap diam karena tidak ingin memotong pembicaraan.

"Selama ini karyamu diterima dengan baik di seluruh kalangan, baik dari segi konsep hingga gaya tulisan. Hampir semua genre sudah kau coba dan hasilnya selalu melebihi ekspektasi." Tutur Yoongi, menyisipkan pujian meski dengan wajah datar. "Tapi ada satu genre yang belum kau coba."

Glek.

Sepertinya Jimin tahu arah pembicaraan Yoongi.

"Hyung, kita sudah pernah membahasnya. Bahkan Jin-hyung juga telah memberi tahumu bahwa jika aku menulis dengan genre itu, anak TK sekalipun tidak akan meliriknya." Ungkap Jimin panik, berusaha menyadarkan Yoongi akan apa yang terjadi.

Jin alias Kim Seokjin, adalah editor yang sebelumnya menangani Jimin. Pria manis itu digantikan oleh Min Yoongi karena ia menikah dengan Kim Namjoon, pemilik perusahaan penerbit tempat mereka bekerja.

Ceritanya klasik. Namjoon jatuh cinta pada Jin beberapa lama setelah Jin bergabung dengan perusahaannya, mendekati Jin dan berakhir dengan sebuah pernikahan mewah lalu meminta Jin agar berhenti bekerja dan tinggal di rumah. Setelah itu, Yoongi dipindah untuk menjadi editor Jimin sampai sekarang.

"Dengarkan aku dulu." Tegas Yoongi. "Aku tahu kau bisa melakukannya. Kau hanya tidak ingin belajar selama ini. Tapi aku tahu kau bisa. Lagi pula ini bukan genre biasa."

Jimin memutar matanya malas. "Lalu genre apa? Romance-comedy? Romance-sad? Romance- Oh, apapun itu yang membuatku merinding."

"Karena itu kubilang dengarkan aku dulu." Yoongi menghela nafas, menutup laptopnya dan ikut menopang dagu seperti Jinin. "Para penggemarmu meminta kau membuat novel erotis BL."

Jimin membelalak tidak percaya. "Tunggu- Apa? BL? Boys Love? Dan... Erotis?"

Yoongi menyangkut mantap. "Novel yang ditujukan untuk pembaca berumur delapan belas tahun ke atas."

Jimin menggeleng kuat, mengambil cangkirnya dan menyesap minumannya kasar. Membantingnya tanpa peduli jika isinya tumpah ke meja dan lantai. Menatap Yoongi nyalang, nafasnya memburu.

"Apa kau gila, hyung?! Menulis romance straight saja aku tidak bisa, apalagi yaoi?!"

"Hei, tenanglah." Yoongi menepuk pelan lengan atas Jimin. "Jangan begitu. Kita menjadi pusat perhatian."

Jimin mengumpat. Ia tidak peduli lagi dengan pengunjung café di sini. Toh, dia datang dan memesan memakai uangnya sendiri, kan?

"Kenapa kau begitu frustasi?" Tanya Yoongi yang tetap tenang -atau paling tidak dia berusaha tetap tenang.

Jimin mengacak rambut hitam gelapnya kasar, "Aku tidak memiliki pengalaman seperti itu! Terlebih sesama laki-laki! Yang benar saja?!"

"Jadi kau frustasi hanya karena tidak berpengalaman?" Yoongi terkekeh setelah mengatakan itu. "Sungguh, Jimin?"

Wake Up HardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang