"Jadi ini urusan dengan teman yang kau maksud?"
DEG
"Za...Zayn?"
Tubuhku rasanya membeku melihat sosok lelaki yang sedang duduk di salah satu sofa yang terletak di ruang tamuku. Pandangannya tepat menatap pada manik mataku lalu beralih ke arah lelaki berambut keriting yang masih berdiri di sampingku.
Zayn beranjak bangun dan berjalan mendekatiku. Tatapannya kembali ke arahku, "Ini urusan dengan temanmu, Gab?"
Nafasku tercekat. Rasanya suaraku tertahan di tenggorokkan sehingga aku hanya bisa terdiam menatap mata Zayn. "A..ak...."
"Aku bertemu dengan Gabby di pinggir jalan dan aku mengantarkannya pulang. Hanya itu, kau tidak perlu curiga."
God. Aku berhutang banyak sekali pada Harry hari ini. Setidaknya Harry sudah menyampaikan alasan yang cukup masuk akal walaupun Zayn masih terlihat tidak percaya. Zayn menatap mata Harry seperti mencoba mencari kebohongan di sana. Semoga ia percaya dengan ucapan Harry.
"Kau tidak berbohong kan?" tanya Zayn kepada Harry.
Harry memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaketnya. Dalam keadaan seperti ini pun lelaki itu masih bisa bersikap santai. "Apa aku terlihat berbohong?"
Aku hanya bisa diam menatap kedua lelaki yang sekarang berada di hadapanku. Aku takut dengan tatapan tajam Zayn yang seakan-akan sangat tidak suka dengan Harry. Sedangkan Harry sebaliknya, ia hanya menatap Zayn santai seakan tidak ada hal apapun yang terjadi.
"Baguslah kalau begitu, aku kira kau berbohong."
Desahan lega keluar dari mulutku saat mendengar ucapan Zayn itu. Syukurlah dia percaya. Syukurlah dia tidak betanya macam-macam. Aku hanya takut dia mengetahui semua yang aku rahasiakan darinya sekarang.
Tiba-tiba Zayn melingkarkan tangannya di sekitar pinggangku dan menarikku mendekat ke arahnya. Seperti biasa, jantungku berdetak tidak karuan karena tindakan tiba-tibanya itu. Apalagi saat ia mengeratkan tangannya yang melingkar di pinggangku seakan aku tidak boleh terlepas darinya."Ehem...."
Dehaman seseorang membuatku sadar jika di ruangan ini tidak hanya ada aku dan Zayn. Harry masih berdiri di tempatnya menatap ke arahku dan Zayn. Aku mencoba melepaskan tangan Zayn tapi Zayn sama sekali tidak membiarkanku lepas darinya. Ia seperti sengaja melakukan ini di depan Harry.
"Jadi, apa kau masih ada urusan di sini, Harry? Kalau tidak ada mengapa kau tidak pulang saja? Bukannya tadi kau hanya ingin mengantarkan Gabby?"
Mata Harry melebar mendengar pertanyaan Zayn. Bukan hanya Harry, aku sendiri sangat kaget saat pertanyaan itu terlontar dari mulut Zayn. Pertanyaan bodoh yang menurutku sama saja mengisyaratkan Harry agar segera pulang.
Harry terlihat bingung. Sepertinya ia masih tidak ingin pulang. Ia menatapku dan aku hanya menatapnya balik seakan mengatakan turuti-saja-perintahnya.
"Kau benar. Aku tidak ada urusan lagi di sini. Kalau begitu aku pulang dulu. Bye Gabby, bye Zayn."
Lelaki berambut keriting itu kembali menatap mataku dan tersenyum sebelum membalikkan badannya dan berjalan keluar rumahku. Bahkan aku belum mengucapkan terima kasih lagi padanya. Walaupun aku sudah mengucapkan kata itu berkali-kali tetap saja aku merasa masih kurang.
Saat tubuh Harry sudah tidak terlihat, Zayn langsung melepaskan tangannya dari pinggangku dan berjalan berlalu dariku. Menyadari hal itu, aku langsung mengikuti Zayn dari belakang dan menarik pergelangan tangannya.
"Kau marah denganku?" ucapku saat Zayn sudah menghentikan langkahnya.
Zayn bergeming. Ia tetap pada posisinya membelakangiku dan sebuah desahan kecil terdengar keluar dari mulutnya. "Tidak," jawabnya singkat. Kelewat singkat mungkin.
"Kau pasti marah, maaf, Zayn," ucapku sambil menunduk, walaupun aku tahu Zayn pasti tidak menyadari jika aku sedang menunduk.
Zayn melepaskan tangannya dari tanganku, "Harus berapa kali aku bilang jika aku tidak marah, Gabriella."
Zayn sangat tidak pandai berbohong. Bagaimana bisa ia bilang jika ia tidak marah jika dari nada bicaranya saja penuh dengan penekanan menandakan jika ia sedang marah. Apalagi ia memanggil namaku dengan nama asliku. Sangat tidak biasa.
"Maaf jika aku membuatmu marah. Tapi sungguh, Harry hanya...."
"Mengapa kau keras kepala sekali sih? Jika aku bilang tidak marah berarti aku tidak marah!!"
Kali ini ucapan Zayn benar-benar membuatku bungkam. Bukan ucapan sepertinya melainkan bentakkan. Zayn membentakku, membuatku tidak berani berkata apa-apa lagi. Aku hanya menunduk dan aku rasa tubuhku sedikit bergetar karena bentakkan Zayn tadi. Aku takut. Bahkan untuk mengangkat wajahku dan menatap Zayn saja aku tidak berani.
Zayn sangat marah. Aku tahu itu. Dan sekarang aku tidak tahu lagi harus berkata apa. Keheningan benar-benar menyelimuti kami. Aku tidak berani untuk berbicara dan sepertinya Zayn sama sekali tidak berniat untuk berbicara. Ini salahku. Aku yang membuat Zayn marah seperti ini. Aku yang membuat....
"Maaf. Aku tidak bermaksud membentakmu."
Tiba-tiba ku rasakan tubuh seseorang yang mendekap erat tubuhku. Aku sempat kaget menyadari jika yang memelukku adalah Zayn. Tapi akhirnya aku membalas pelukannya dengan erat. Pelukan ini yang aku butuhkan sedari tadi. Pelukan ini yang selalu membuatku bisa merasa lebih baik.
Ku rasakan tangan Zayn yang perlahan mulai bergerak mengusap rambutku. Sedangkan aku hanya memejamkan mataku merasakan kehangatan pelukannya. "I know. Aku juga salah Zayn. Maaf."
Zayn melepaskan pelukannya lalu memberikanku senyuman hangat miliknya. Senyuman yang sukses membuat jantungku semakin berdebar. "Tidak usah meminta maaf lagi, oke? Ini bukan ajang permintaan maaf."
Aku terkekeh pelan mendengar ucapannya, "Terserah kau lah."
"Ngomong-ngomong, wajahmu terlihat pucat, Gab. Apa kau sakit?"
Kali ini tatapan Zayn berubah menunjukkan kekhawatiran. Ia menaruh punggung tangannya di dahiku mencoba untuk mengecek suhu tubuhku. Tapi aku langsung melepaskan tangannya dan memberikannya senyumanku. "Aku baik-baik saja, Zayn. Mungkin hanya sedikit kelelahan."
Zayn menyatukan kedua alisnya, "Kau yakin hanya kelelahan?"
Aku mengangguk pasti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You [ One Direction ]
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Gabriella Russel-atau Gabby- kembali bertemu dengan seseorang yang sudah lima tahun menghilang dari hidupnya. Harry Styles. Tapi sekarang keadaannya sudah berubah. Harry sudah melupakannya. Atau lebih tepatnya tidak mengingatnya. Dan Gab...