Bram dan Miki

97 1 3
                                    

Dan di sanalah Bram itu. Di tengah hujan, tapi tidak kebasahan karena berteduh. Berteduh di halte bus, menunggu. Dia diam, tapi hati dan pikirannya tidak. Masgyul. Tak tenang. Pikirannya ngeluyur, mengingat-ingat sebab-musabab terjadinya semua perkara ini. Sebenarnya mungkin, kalau orang lain yang mengalaminya, yang seperti ini tidak akan dianggap sebuah masalah. Tapi baginya, ini cukup mengganggu kehidupan sehari-harinya. Mau bagaimana lagi, Bram cinta damai. Daripada mengikuti orang lain yang sengaja mencari-mencari risiko, yang katanya agar hidupnya lebih menarik, Bram lebih suka sehari-harinya santai dan tenang. Status quo. Pun selama ini kehidupannya belum pernah menemui konflik berarti. Seterusnya pun semoga saja tidak, pikirnya. Sayangnya, pada akhirnya datang juga problem. Mengusik perasaannya, sejak hujan pertama di bulan Desember ini.


Dan lihatlah, di sana itu, Bram duduk tidak sendirian. Di sampingnya seorang gadis mendekap lengannya. Dalam dekapannya gadis itu diam, seakan menikmati hujan. Mungkin karena dingin, atau mungkin juga karena ngantuk, gadis itu terus saja mendekap lengan Bram. Minta perhatian? Mungkin juga. Karena sudah tiga minggu ini, itulah yang dilakukannya terhadap Bram. Bagaimana dengan Bram? Oh, lihatlah. Dia juga diam. Masihkah dia merasa gundah? Mungkin. Lagipula gadis ini, Miki panggilannya, sebenarnya adalah sumber dari segala keresahan hati yang ia rasakan sejak hujan pertama di bulan Desember ini.


Maka demikianlah Bram. Yang terusik pikirannya. Padahal selama ini, bisa saja Bram kabur dari Miki. Tapi hal seperti itu lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Baginya, Miki adalah kasus yang spesial. Tidak mudah kabur darinya begitu saja. Naluri lelakinya tentu tidak akan menolak datangnya seorang gadis yang termasuk "kalangan atas" di sekolah. Bisa jadi bohong kalau Bram mengaku bahwa ia tidak tertarik. Miki memang menarik perhatiannya, namun pada kenyataannya Bram tidak menyimpan perasaan suka, cinta, atau rindu padanya. Bukan karena dia kufur nikmat atau bagaimana, tapi memang Bram ingin sendiri, tenang, dan tidak begitu tertarik untuk berurusan dengan hal-hal dengan lawan jenis seperti itu. Setidaknya belum, untuk saat ini. Namun keadaan tentu bisa saja berubah drastis. Apalagi Miki selama tiga minggu ini sudah berulang kali berusaha mengusik kesehariannya yang sudah dia rancang untuk tenang dengan terus berusaha mendekatinya, sejak hujan pertama di bulan Desember ini.


Dan itulah Miki, yang tengah mendekati Bram. Sosoknya yang tampak kalem, namun sebenarnya penuh pemikiran di dalam kepalanya itu. Pemikiran-pemikiran yang tak banyak orang bisa memahami. Bahkan tidak ada, mungkin. Dalam benaknya itu, melompat-lompatlah berbagai intuisi. Penuh energi, tak mau diam. Selama ini dia selalu gunakan pikirannya untuk memahami sesuatu, memahami fenomena, memahami perasaannya sendiri. Namun bagaimana pun juga, dia seorang gadis. Pada awalnya dia bisa mengendalikan hatinya dan membiarkan pikirannya untuk mengontrol perasaannya agar mau bertindak logis. Namun pada akhirnya dia memilih jujur pada isi hatinya yang berusaha mencurahkan segala rasa dalam hatinya, sejak hujan pertama di bulan Desember ini.


Dan di sanalah Miki, dengan banyak rasa dalam hatinya. Hal macam apa yang menyebabkan dia menyerah pada kuasa hatinya? Maka itulah kawan, yang biasa orang sebut sebagai cinta. Miki kasmaran. Dia jatuh hati pada Bram. Dalam situasi seperti ini, rasanya mau berbuat sinting sekalipun, akan menjadi logis bila dikaitkan dengan cinta. Cinta membawanya ke berbagai tempat dalam perasaannya yang belum pernah dia datangi sebelumnya. Dan Bram, menjadi tujuan akhir dalam perjalanan itu. Perjalanan yang telah berlangsung sejak hujan pertama di bulan Desember ini.


Kesimpulannya, Bram adalah tujuan pelarian Miki. Sebuah pelarian dari perasaan yang palsu. Dari hubungan yang dipaksakan. Dari lelaki yang sudah tidak dia cintai lagi. Dan ini yang membuat Bram kalut. Secara teknis, Miki masih punya hubungan dengan lelaki yang tidak lagi dia cintai itu. Bram yang cinta damai, tidak mau mencari masalah dengan lelaki yang kalau dibandingkan dengan dirinya, jelas lebih hebat lelaki itu. Tapi entah mengapa, karena suatu sebab yang Bram tidak pahami, Miki lebih memilih berlari ke arahnya, tanpa diundang. Sesinting itukah cinta? Ia bertanya-tanya, sejak hujan pertama di bulan Desember ini.


Bram tidak merasa dirinya spesial. Ia tak punya sesuatu untuk dibanggakan. Merasa dirinya bukanlah tipe lelaki yang jadi idaman pada gadis. Apalagi untuk gadis seperti Miki. Selama ini sikapnya selalu dingin terhadap lawan jenis. Antara malu atau enggan mungkin? Memang, urusan wanita ia tak ambil pusing. Hidup masih panjang, katanya. Sekarang belum waktunya mikirin perasaan, katanya. Sejatinya, mungkin ia katakan begitu karena pada dasarnya, dia tak punya pengalaman. Kini, begitu dihadapkan langsung dengan situasi seperti ini, tindakan dan pikirannya jadi tak keruan. Dia akhirnya hanya bisa mengikuti apa yang diminta oleh Miki, sejak hujan pertama di bulan Desember ini.


Ia ingat betul, sore itu di kelas, Bram duduk sendirian dengan terpaksa harus menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh gurunya karena suatu sebab. Sore itu sudah jam pulang, sehingga suasana menjadi sepi. Tentu tidak semua murid langsung pulang. Bram masih bisa mendengar suara-suara mereka yang sedang mengikuti aktivitas ekstrakurikuler. Tak sengaja, dia mendengar suara ribut di luar kelas, di koridor. Sayup-sayup ia bisa memahami apa yang tengah diributkan oleh dua orang di koridor itu. Suara laki-laki dan perempuan. Bram awalnya tidak peduli. Tidak biasanya dia tertarik melihat mereka-mereka yang berpasangan di sekolahnya karena berbagai sebab di mana salah satu sebabnya ada kaitannya dengan status hubungannya saat itu. Tapi kali ini berbeda karena ia kenal betul suara perempuan yang sedang membentak laki-laki itu, menyebabkan pikirannya menjadi tidak tenang. Karena Bram tengah menyimpan kekhawatiran, bahwa dia sendirilah penyebab pasangan itu bertengkar, sejak hujan pertama di bulan Desember ini.


Tapi mau dikata apalagi? Kejadiannya sudah berakhir seperti ini. Miki sekarang ada di samping Bram, mendekap lengannya. Tidak ada tanda-tanda Miki melepaskan lelaki yang masih menjadi kekasihnya itu. Seringkali, Miki mencurahkan kekesalannya tentang hubungannya kepada Bram. Tak bisa dihindari, akhirnya menjadi dekat. Bram bingung, tidak tahu cara untuk menerjemahkan perasaan yang ada sekarang ini. Tak pernah dia mengalami urusan perasaan, cinta, atau hubungan seperti ini. Tak ingin. Dan di hujan pertengahan bulan Desember ini, ia telah digariskan untuk terjebak di tengahnya, menyebabkan ia harus duduk berteduh bersama Miki, bersama suasana hatinya sekarang ini.

Hujan di Bulan DesemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang