"Heyy!!! Seven Zero Seven telah datang!!!" seru Seven setelah membuka kaca mobilnya.
"Seven! Jangan buat malu!" tegur Zen pada Seven.
"Jadi, kalian sudah siap?" tanya Seven pada kami.
"Bukankah ini kegiatan yang buang-buang waktu?" tanya Jaehee.
"Jangan-jangan... Jaehee takut ya?"
"Hmm, itu konyol."
"Sudah-sudah, ayo berangkat!" ajakku pada mereka.Kami yang sedari tadi menunggu Seven di dekat halte bus pun masuk ke dalam mobil Seven dengan tas kami.
"Ayo berangkat!!!" seru Seven seraya meng-gas mobilnya.
"Whoot whoot!" seru Yoosung yang menirukan suara kereta.
Hah... untung saja kaca jendela mobil Seven hitam. Aku bisa malu jika orang-orang di luar melihat kami.
"Tuan Han, anda tidak bilang pada ayah anda bahwa anda cuti hari ini?" tanya Jaehee tiba-tiba. "Saya mendapat banyak pesan masuk dari kantor."
"Ah iya... Asisten Kang, tolong beritahu ayahku," jawab Jumin santai.
"Itu... sudah sangat terlambat."Aku mengamati jalanan yang kami lewati. Rasanya... rerumputan yang agak kering ini sering aku lewati sebelumnya.
Ah, perasaanku saja!"MC, kau lihat apa?" tanya Yoosung padaku.
"Tidak, tidak lihat apa-apa," jawabku.
"Kau pusing?" tanya Zen khawatir.
"Mm... sedikit. Enggak parah kok, tenang saja."
"Seven, kau tidak lihat segala macam larangan di luar?" tanya Jaehee tiba-tiba.Aku melihat keluar jendela. Iya, aku dapat melihat berbagai tanda larangan yang menyatakan dilarang mendekat.
"Ohh, itu hanya larangan masyarakat dekat saja! Mereka hanya takut," jawab Seven santai. "Nah, kita sudah sampai!"Kami keluar dari mobil. W-Wahh... mansion yang besar... Tidak ada kehancuran parah yang terlihat dari luar.
"Ayo berjelajah!" ajak Seven yang telah memegang sebuah senter menyala.
Aku segera mengambil senter yang kubawa dan mengikuti mereka masuk ke dalam mansion tua ini."Eeek?! Banyak debu!" seru Zen dengan terbatuk-batuk. "Wajahku yang tampan bisa tertutup debu!"
"Dasar orang narsis," cibir Jumin.
"Wajahku memang sangat tampan..."
"Ada yang tau sejarah tempat ini gak?" tanya Seven tiba-tiba. "Katanya beratus-ratus tahun yang lalu, ada seorang laki-laki yang merupakan pembunuh berantai tinggal di rumah ini. Laki-laki itu juga seorang psikopat gila."
"Ihh, seram amat!" kata Yoosung dengan nada bergetar. Ia pasti ketakutan.Kami masih menjelajahi mansion besar ini. "Seven, aku ingin mengambil sesuatu di mobil," kata Jaehee pada Seven.
"Oh, oke. Ini kuncinya," jawab Seven seraya memberikan kunci mobilnya pada Jaehee.
"Mau aku temani?" tanyaku pada Jaehee.
"Tidak perlu, aku hanya sebentar. Permisi." Jaehee pun berjalan pergi meninggalkan kami.Kami menemukan sebuah ruangan yang menurutku adalah sebuah kamar.
"Huft, banyak debunya! Ayo keluar dari ruangan ini!" ajak Zen.
"Pengecut," cibir Jumin.
"Apa kau bilang?"
"Sudah, sudah... jangan bertengkar..." kataku berusaha meleraikan mereka.
Kamar ini sangat familiar di mataku... Aku penasaran, kapan aku pernah melihat kamar seperti ini?Setelah sekian lama berjelajah, kami memutuskan untuk kembali ke mobil untuk beristirahat.
"Hhm? Ah, pasti asisten Kang menutup pintunya," kata Jumin ketika melihat pintu keluar tertutup. Ia pun mendekati pintu itu untuk membukanya. "Eh? Kenapa pintu tak mau dibuka?"
"Apa? Jumin, jangan bercanda..." kata Zen pada Jumin.
"Aku tak bercanda. Pintunya terkunci."
"Biar kucoba... I-Iya, pintunya terkunci."
"Tunggu, ini kan kunci mobilnya Seven... Bukankah Jaehee membawanya?" tanya Yoosung tiba-tiba."Coba buku pintunya dahulu!" seru Seven.
Mereka pun mencoba mendobrak pintu itu, tapi usaha mereka sia-sia. Pintu itu tak mau terbuka."Sial! Apa yang harus kita lakukan?!" tanya Jumin panik.
"Kita juga harus mencari Jaehee. Mungkin ia masih di dalam sini," kata Seven ikut panik.
Aku melirik ke arah jendela. Ada sesuatu di sana.
Ku tarik korden berwarna ungu pucat itu dan melihat sesosok wanita di hadapanku dan senyum lebar berwarna hitam serta mata yang terlihat menyengir lebar berwarna hitam.
