Enam : Firasat, Mungkin ?

5.1K 148 3
                                    

Di dalam mobil aku hanya bisa diam dan sesekali rendi pun bercanda dan membuatku tertawa dan kesal.
“Nda diem aja dari tadi, kok ga berkicau seperti biasanya?”. Kata rendi mengejekku
“Emangnya Aku burung beo apa ?”. kata ku sambil melotot.
“Ya kali aja, aku tau lho rumahmu yang mana”. Kata rendi
“Emang beneran tau? Coba kalo tahu rumahku yang mana ?”. kata ku
“rumah mu yang ada pintu sama jendelanya kan ?”. kata rendi sambil tertawa kecil.
“semua rumah juga kaya gitu, ga lucu tau !!!”. sambil melengos ke arah luar.
“Cuma bercanda, ngambek ya ???”. kata rendi menggodaku.
Setelah sekian menit, rendi pun bertanya “Nda, di mana rumah mu kok ga sampe-sampe ?”
“Itu lurus dikit lagi, rumah warna cream”. Kata ku menjelaskan.
Sesampainya di rumah aku pun di bantu rendi untuk berjalan sampai dalam rumah.
“Assalamualaikum, Tante ?”. kata rendi memberi salam pada ibu.
“Waalaikum salam, ya ampun, Nda kenapa kakinya kok sampe kaya gini, sini-sini duduk dulu”. Kata mama mempersilahkan duduk.
“Ga papa bu, tadi Cuma jatuh”. Kata ku menjelaskan agar ibu tidak panik.
“Maaf tante, tadi Nda jatuh pada saat penempuhan badge di sekolahan, oh ..iya tante nama saya Rendi, pembinanya Anda.” Kata rendi menjelasakan.
“Oh... pembinannya Anda, tapi kok tante kaya pernah ketemu ya, dimana?”. Kata ibu
“Iya tante pas ke Dokter dulu tante.” Kata rendi
“iya bener, makasih ya nak Rendi udah nganterin Anda, kita makan sekalian yuk, tante udah masak”. Kata mama nawarin ke rendi.
“Makasih tante, tapi masih ada kegiatan di sekolah belum selesai, kalau gitu saya pamit dulu ya tante.” Kata rendi sambil pamitan.
“oh... ya udah, sekali lagi makasih ya, lain kali mampir lagi ya”. Kata ibu.
“Iya tante, oh iya Nda jangan banyak gerak entar tambah bengkak, Assalamualaikum tante”. Kata rendi sambil menjabat tangan.
Setelah bersih diri akupun makan malam bersama ibu. Dan akupun langsung istirahat dengan keadaan kakiku yang membengkak. Aku hanya merintih kesakitan dalam hati, dan tidak bisa tidur. Tiba-tiba terdengar suara nada dering Sms.
“anak Manja jangan coba gerak-gerak ntar tambah bengkak, selamat beristirahat”. Sms dari no yang tidak aku kenal.
Akupun membalasnya dengan sopan juga, tapi penuh dengan tanda tanya di otakku.
“iya, maaf ini siapa ?? ”. kataku membalas sms tersebut.
Setelah sekian jam aku menanti balasan dari nomor yang tidak ku kenal akhirnya akupun menyerah juga untuk menanti balasannya. Dalam otakku pun aku menganalisis sendiri.
Apa mungkin ini riri, atau kah mungkin ini si dokter lebay itu, tapi kalau dokter itu tidak mungkin karena dokter itu tidak punya nomor hp ku. Tapi apa mungkin ini riri yang karena biasanya kan riri suka jail. Tapi ga mungkin riri bohong karena riri anak yang jujur.
“Apa mungkin ini dokter itu ???, ah..... ga mungkin”. Kata ku bertanya dalam hati.
Setelah capek menganalisis akhirnya pun aku tertidur juga dan Hp ada di dadaku.
****
Pancaran mata hari pagi menyambutku
Suara kicau burung membangunkanku
Udara segar membuatku seperti melayang.
Setelah siap semuanya, akupun siap sekolah dengan diantar ibuku, dan aku harus berjalan dengan menahan rasa sakit di kaki ku.
Sesampainya di kelas akupun langsung menanyakan pertanyaan yang tadi malam aku pikirkan.
“Ri, tadi malam kamu sms aku ya ??”. kata ku bertanya pada riri.
“Enggak lah nda, masak aku tega ganggu kamu yang lagi istirahat.” Kata riri
“Tapi tadi malam ada yang sms aku, nicoba baca dan liat nomornya”. Kata ku sambil memperlihatkan hp ku pada riri.
“ini bukan aku nda, tapi dari kata-kata yang  memanggil kamu manja siapa coba kamu inget-inget”. Kata riri
“Yang panggil aku manja Cuma ibu, dan kamu doang, eh... tapi dokter lebay itu manggil aku juga gitu”. Kata ku sambil mengingat-ingat.
“Otomatis bukan ibumu, dan bukan aku, jadi bisa jadi kak rendi nda!”. Kata riri asal ceplos.
“ga mungkin, emang dia tau dari mana dapet nomor hp ku ri”. Kataku
“Itu hal mudah ri, aku yakin itu pasti kak rendi” kata riri optimis.
Dalam hati pun aku bertanya-tanya. “Apa benar yang sms tadi malam dokter lebay itu, tapi buat apa dia perhatian sama aku, aku bukan siap-siapanya. Tapi kenapa juga aku selalu kepikiran dia, apa mungkin ini Firasat ?”.
“Eh Nda jangan bengong, udah deh firasatku mengatakan kalau itu kak rendi, mungkin dia ada rasa”. Kata riri
“Kamu ngomong apa sih ri, kan sejak dulu udah aku jelasin sama kamu, kalo aku ga suka sama dokter”. akupun meninggalkan riri ke belakang.
Selama nomor itu belum membalas sms ku aku hanya menyimpan tanda tanya besar di dalam kepalaku, dan selalu kepikiran tentang kata-kata riri.

&&&&
Terimakasih sudah sempetin baca. Tunggu cerita selanjutnya

Me Vs DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang