Part 4 Impian yang nyata

1 0 0
                                    

Cerita sebelumnya..

Dhya tersenyum dan menjawab dengan lembut.

"Karena kisah kita berawal dari kertas," jawanya. Dhya melanjutkan ketika melihat Adil bingung. "Kisah ini berawal dari kertas putih yang kemudian kita hiasi dengan kata-kata dan kita warnai dengan cerita. Kita mulai dekat karena surat. Maka aku pikir, ketika semua berakhir, kita harus mulai memikirkan awalnya,"

"Terus, kapan kamu akan berangkat ke Paris?" tanya Adil.

"Besok, jam 10 pagi," jawabnya.

Adil terlonjak mendengar kata-kata itu.

"Besok?" tanyanya lagi tidak percaya.

"Iya, itu alasannya kenapa aku ingin menunggu kakak hari ini sampai matahari terbenam. Dan kalau kakak nggak datang, entah kapan kita mungkin bisa ketemu lagi,"

Dhya tersenyum. Kemudian tangannya yang lembut menyentuh pipi Adil. Adil merasakan kenyamanan yang tidak biasa. Tetapi kemudian tangan itu tak lagi menyentuh pipinya.

"Aku pergi ya, Assalamu'alaikum," Dhya mengucapkan salam.

"Wa'alaikumsalam," Adil menjawabnya dengan perasaan amat terpukul.

Selama perjalanan pulang dia benar-benar tidak bisa fokus. Rasa bahagia yang beberapa saat lalu dirasanya kini tiba-tiba lenyap seperti angin. Sesampainya di rumah dia langsung mengurung dirinya dalam kamar. Sama sekali tidak menghiraukan panggilan adiknya. Dia terus berbaring sambil terus memikirkan Dhya. Mana mungkin setelah sekian lama dia hanya dapat melihat gadis itu beberapa saat. Tapi dia juga tidak bisa meminta Dhya untuk tidak pergi. Dhya sedang mengejar karirnya, cita-citanya, impiananya.....

***

Kemudian seakan jantungnya berhenti berdetak. Kata-kata "impian". Dhya bilang bahwa bila Adil telah menemukan mimpinya yang sesungguhnya dia harus mengejarnya terus dan jangan melepaskannya. Apa ini artinya Dhya ingin dikejar? Memang tadi Dhya juga bilang bahwa dulu ketika dia bilang akan pergi, dia berharap Adil mencegahnya dan mengejarnya. Jadi, apakah sekarang mungkin, bila Adil menyusul ke bandara dan sekali lagi memintanya, Dhya akan menerima? Ya, sepertinya itu mungkin, pikirnya.

Maka keesokan paginya Adil telah berangkat menuju bandara. Adil sampai di sana sebelum pukul sepuluh. Ini berarti Adil bisa menemukan Dhya di luar pintu masuk karena tidak mungkin dia masuk ke dalam. Maka Adil pun menunggu di sana.

Tidak lama kemudian Adil melihatnya. Dhya bersama keluarganya datang. Dhya sedang berpamitan dengan ibu dan ayahnya saat Adil memanggil namanya.

"Dhya...!!!"

Dhya menoleh dengan terkejut. Dia tidak akan pernah menyangka bahwa Adil akan ada di sana. Kedua orang tua dan kakaknya pun ikut terkejut. Keluarga Dhya memang sudah mengenal Adil. Adil jadi salah tingkah. Dia bimbang apakah tepat melakukan ini di hadapan keluarga Dhya? Namun kemudian Adil tersenyum pada keluarga Dhya dan mengajak Dhya untuk bicara berdua.

"Dhya, kakak tahu kakak nggak mungkin mencegah kamu untuk pergi karena kamu sedang berusaha menggapai mimpimu. Tapi, kakak mohon kamu harus kembali ke kakak setelah kamu menyelesaikan S2 kamu di Paris. Kakak mohon Dhya, kakak di sini akan terus menunggu kamu kembali," kata Adil dengan nada memohon dengan sangat.

Tanpa disangka olehnya Dhya tersenyum dan memegang tangan Adil. Kemudian berkata dengan riang.

"Aku sudah bilang sama kakak, mimpiku banyak. Hari ini aku akan pergi untuk mencapai mimpiku yang satu. Dan setelah itu aku akan kembali untuk mendapatkan mimpiku yang lain. Kamu selalu jadi impianku sejak dulu. Aku harap suatu hari kamu akan jadi nyata,"

Adil sangat sedih saat itu tapi juga senang. Cintanya berbalas. Adil pun mengecup kening Dhya, tanpa dia sadari keluarga Dhya memperhatikan mereka. Setelah itu Dhya pun pergi menuju mimpinya yang satu.

Dua tahun kemudian setelah Dhya kembali dari Paris, Adil tidak menunggu waktu lama untuk melamarnya. Dia tidak ingin waktu membawa pergi lagi cintanya. Dhya pun menerimanya.

Beberapa bulan kemudian setelah lamaran meraka pun menikah. Di atas pelaminan Adil tidak melepaskan tangan Dhya walau hanya beberapa detik pun. Dia tidak ingin wanita yang ada di sampingnya saat itu, yang tersenyum manis padanya akan kembali hilang. Di hari itu semua orang yang pernah mendengar kisah mereka pun hadir bahkan Pak Guru yang rumahnya menjadi saksi pertemuan mereka pun hadir di sana bersama keluarganya. Dan dari semua tamu, ada seseorang yang mengingatkan mereka akan kisah cinta yang rumit ini, Gitalah orangnya. Dia datang dengan suami dan ketiga anaknya. Gita mengucapakan selamat kepada Adil dengan senyum tapi kemudian ketika dia berhadapan dengan Dhya, Adil tahu perasaan sakit yang pernah mereka rasa akan sulit membuat mereka saling tersenyum. Namun, Dhya akhirnya yang tersenyum lebih dulu pada Gita dan Gita pun membalas senyumannya. Kisah cinta ini pun berakhir dengan kata-kata dari Adil.

"Dhya, aku bukan lagi impian. Aku dan kamu adalah masa lalu, masa sekarang, dan masa depan,"



THE END

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 16, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Surat dari Masa LaluWhere stories live. Discover now