Bagian 28: Surat.

38 2 2
                                    

Karin membuka surat itu dan mulai membacanya, tulisan tangan yang bagus membuat kedua sudut bibir gadis itu terangkat.

Isi suratnya;

Jekardah, 2016.
To Karina.
From your mate, (ups)

Karin, mohon dibaca suratnya, kalo udah baca pembuka surat ini, beri senyuman lo ya...

Refleks, gadis itu tersenyum.

... gue minta maaf sebelumnya udah begini. Ya maksudnya begini tuh, kayak ngediemin lo gitu lah. Terus juga, gue kayak acuh, cuek, dingin sama lo gitu. Maaf banget. Gue juga ga mau sebenernya, tapi gue mohon lo bisa ngertiin ya Rin. Lo inget kan pas gue bilang sama lo di belakang sekolah kalo cewe gue mau ke Jakarta? nah itu dia. Gue harus ngejaga perasaan dia banget, karena dia orangnya gampang banget cemburu kalo gue deket sama siapa gitu. Walaupun emang sih, dia ga ngeliat apa yang gue lakuin disini. Tapi, dia tau. Entah, gue juga heran dia bisa tau darimana. Gue harap lo bisa maafin gue ya? Kalo iya, jawab iya...

"Iya Alwan, gue maafin lo." Ucapnya spontan.

... satu lagi, gue mau kayak awal gue kenal lo. Yang waktu di halte pas hujan-hujan itu. Ya? Lo juga sebaliknya kan? Gue ga tahan cuekin cewe yang udah bikin perasaan gue mengganda. Yaudah, sekian dulu surat dari gue. Maaf kalo bahasanya agak gimana gt ya hahaha. Suratnya disimpen ya! Jangan dibuang. Kenapa gue suruh jangan dibuang? Karena, kertas yang gue pake ini mahal harganya. Nyarinya juga susah. Kesian kan kalo dibuang, sama aja lo ngerusak pohon. Hehe. Sekiaaan.

Alwans.

Selesai membaca surat itu, perasaannya sedikit lega. Ia memeluk erat itu surat seraya melebarkan cengirannya sampai-sampai kedua mata gadis itu menyipit.

"I'm happy!!!!!!!!!!!! Besok gue harus semangat sekolah! Ga peduli gue, dia mau punya pacar kek. Punya istri kek. Yang penting gue harus selalu ada di samping dia!!!" Kata gadis itu yang langsung menimbrungi kasur.

*

Pagi hari, sinar matahari sangat menyilaukan mata. Membuat siluet tubuh ataupun wajah seseorang. Dia memasuki halaman sekolah, disertai wajah yang ceria dan semangat yang membuncah. Kedua tangannya memegang tali tas masing-masing yang ada di pundak. Pokoknya, hari ini, dia benar-benar rapih dan bersih. This is the best of the day!

Karin melewati lapangan, dari sisi depan sebuah senyuman tertuju kepadanya. Siapalagi kalau bukan lelaki yang berasal dari kelas X-IPA 1, Alwan Mahesa. Cowok itu memasukan kedua tangannya ke dalam saku, dan bersandar di pilar bangunan. Karin tertarik pada rambut bagian depan cowok itu yang menjulang ke atas, sepertinya dipakaikan pomade.

Bener khaaan, akhirnya terwujud. Semoga begini terus, deh. Batin Karin.

Membalas cowok itu dengan senyuman juga, Karin melanjutkan beberapa langkahnya lagi untuk sampai ke kelas.

"Pagi Rinaaaaaa."

Baru saja masuk ke dalam kelas, sudah disambut dengan sapaan sekaligus morning greet dari teman sebangkunya. Suasana kelas cukup ramai, pipi Karin terlihat memerah.

"Rina Rina aja nih kampret. Congor lo gede amat." Ujar cewek itu sedikit ketus, lalu duduk di sampingnya.

"Udah sarapan?" Tanya Adrian.

"Udah dong. Lo pasti belum kan?"

"Waaa iya tau aja sih kamu. Kantin udah buka belum ya? Laper nih abang." Adrian berdiri dan menengok ke luar jendela yang langsung tertuju ke kantin.

"Ga tau deh. Palingan udah." Kata Karin mengeluarkan laptopnya.

"Yaudah gue ke kantin dulu."

Cowok itu langsung meluncur ke kantin.

*

Bel masuk pertanda jam pelajaran pertama akan dimulai sudah berbunyi sedari tadi. Mata pelajaran hari ini dibuka oleh Bu Zul, selaku mengajar Bahasa Indonesia.

"Selamat pagi semuanya."

"Selamat pagi, bu."

"Sebelum ibu masuk ke dalam materi pembahasan selanjutnya, ibu ingin menyampaikan pemberitahuan." Ucap Bu Zul digantungkan, mengambil sebuah kertas poster dari map berkasnya.

"...jadi, ibu dapat poster ini dan ibu sudah konfirmasi dengan kepala sekolah tentang perihal yang ada di dalam poster ini. Nah, setiap sekolah ini maksimal 10 orang yang mengikuti lomba tersebut. Tapi, ibu minta 2 orang untuk ikut seleksi dari setiap kelas. Lomba nya akan dilaksanakan minggu depan. Informasi lebih lanjutnya bisa ditanyakan sama ibu nanti. Kalian ikut seleksi dulu aja." Kata Bu Zul.

Karin yang mendengarnya sangat antusias. Murid yang lain terlihat malas-malasan dan tidak tertarik dengan apa yang Bu Zul sampaikan.

Karin menoleh ke Adrian dengan tempo lambat, seperti di horror-horror dan setelah itu melemparkan cengiran yang tersirat hal di dalamnya.

"Jadi yang mau ikut siapa?"tanya Bu Zul lagi.

"Saya, bu!" Jawab Karin dengan mengacungkan tangan.

"Namanya siapa? Biar ibu catat dulu." Bu Zul mengambil secarik kertas.

"Karin bu. Karina Fagia Dearanto." Cewek itu terlihat sangat antusias.

"Satu lagi siapa? Slot terbatas hehe."

"Adrian bu Adrian!" Karin sedikit teriak. Cowok yang disampingnya menyikut badan Karin berkali-kali.

"Apaan si Rin. Ga ga ga. Gue ga mau," oceh cowok itu.

"Adrian siapa nama panjangnya?"

"Adrian siapa ya hm. Adrian Rakhenil Hogue, Bu." Kata Karin.

"Lah anjir, kok lo bisa tau?"

"Bisa dong."

"Oke, dua hari lagi kalian akan ikut seleksi. Jadi persiapkan diri kalian semaksimal mungkin. Oh iya, temanya tentang Cinta Tanah Air." Ucap Bu Zul. Karin hanya mengangguk sedangkan Adrian menenggelamkan wajahnya di kedua telapak tangan yang melipat di atas meja.

"Yan," Karin menyenggol tubuh Adrian. Tapi cowok itu tidak bergeming.

"Yaaaan," dia menyenggol lagi dengan sedikit keras.

"Hm?" Adrian berdeham dan mengangkat wajahnya serta di hadapkan ke Karin dengan memasang ekspresi yang super cute.

"Aaaa lucu amat siiiiiiiiiii." Karin heboh sendiri dan mencubit kedua pipi Adrian dengan gemasnya, jarang-jarang dia seperti ini. Mungkin karena bahagia yang sudah melampaui batas.

"Tumben-tumbenan nih temen sebangku gue, lo gila? Lo kesambet apaan? Lo ngape?" Kata Adrian berganti posisi dan mengekspresikan yang kali ini membuat jengkel.

"Kesambet surat nya Alwan, kali. Hahaha." Jawab Karin mengulaskan cengiran.

"Oalah die toh. E iya, gue bales boleh ga?"

"Bales apaan?"

"Bales nyubit pipi elu!" Adrian memicing hidung Karin.

"Ga. Lo ga boleh megang-megang. Kalo..."

"Kalo apa? Kalo cium-cium sama grape boleh dong ya."

"Gue hajar lo."

"Heh."

"Iyan." Lirih Karin lagi.

"Apa samyang." Yang tadinya ingin tidur sebentar, Adrian membalikan pandangannya lagi ke Karin.

"Nanti ke perpustakaan ya? Kita nyari buku yang isinya panduan-panduan buat puisi gitu lah."

"Iya, gue juga sekalian mau minjem buku. Kira-kira ada ga ya?"

"Buku apaan emang?"

Adrian melempar smirk nya sekilas, "buku panduan nikah, hehehe."

"Lah si goblok, mana ada. Tapi gatau sih hahaha. Gue ogah Yan nikah sama lo. Najisun da."

"Eh bego, siapa juga yang mau nikah sama lo? Gue kan ga nyebut lo tadi. Ge-er banget. Apa jangan-jangan, elo ya yang mau sama gue?" Ucap Adrian seraya meledek Karin dengan menunjuk-nunjukkan jari telunjuknya ke wajah Karin yang membuat gadis itu tengsin.

"Ih apa siiii. Ga juga." Balas Karin.

*

Tbc.

CòrtalòveraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang