Q Ingin Menjadi Penyu

18 0 0
                                    


          Hari itu seketika langit berselimut awan  begitu gelap, padahal waktu masih menunjukan pukul 07.00 pagi, petir mulai menjulurkan tangannya... berlomba - lomba untuk menggapai tanah, angin bertiup kencang menerbangkan berbagai macam benda. Tetesan air mulai terjatuh, yang awalnya hanya beberapa, lama – kelamaan menjadi ribuan, seakan mereka berlomba - lomba untuk sampai ke tujuan. Lengkap sudah hari itu, langit yang gelap, petir menyambar - nyambar, tiupan angin yang kencang dan hujan deras yang mengguyur daerah tempatku tinggal. Awalnya hari itu adalah hari minggu yang cerah, tapi  seketika berubah menjadi hari minggu yang begitu gelap, seakan menandakan akan terjadi hal yang buruk.

pada hari itu juga Ibuku yang sedang mengandungku tepat 9 bulan merasa perutnya begitu sakit, dia tau kalau anak yang ada di kandungannya yaitu aku, ingin segera keluar. Dia merintih kesakitan, berusaha mengumpulkan tenaga untuk memanggil ayahku. Tapi tenaga yang dia kumpulkan tidak cukup keras untuk mengalahkan suara riuh dari ribuan tetesan air yang menerjang atap rumah, namun dia terus berusaha untuk memanggil ayahku. 

Ibuku mencoba berjalan perlahan, berpegang pada tembok dan barang di dekatnya untuk menjadi pegangan dan sandarannya agar dia tak terjatuh. Sambil menahan rasa sakit dia masih berusaha memanggil suaminya, tapi sekali lagi usahanya tidak membuahkan hasil ... karena kondisinya yang semakin melemah, sebelum dia menemukan ayahku... ibuku terpeleset, menyebabkan dia terjatuh diatas kerasnya keramik. tak sengaja tangan yang digunakannya sebagai penyangga untuk berjalan... menabrak vas bunga yang ada di samping meja, sehingga vas itu jatuh dan pecah, bunyinya begitu nyaring, di iringi dengan teriakan ibuku karena terjatuh. 

Tak lama kemudian ayahku datang karena mendengar suara gaduh dan teriakan dari dalam rumah. Ayahku begitu terkejut ketika mendapati istri tercintanya sudah dalam posisi tergeletak lemah di lantai yang dingin, dengan darah yang melumuri kakinya, dan juga luka - luka yang ada di sekujur tangan akibat terkena pecahan vas. Segera ayahku mengangkat ibuku ke sofa di ruang tengah, dan bergegas menelfon rumah sakit untuk mengirimkan ambulance ke rumah. 

Lama ayahku menunggu ambulance... dia begitu kawatir dengan keadaan istri tercinta dan anak dalam kandunga istrinya, karena merasa gelisah ayahku akhirnya menelfon rumah sakit lagi, ternyata ambulance yang di kirimkan tejebak oleh macat, ayahku begitu kesal dan tidak mendengarkan penjelasan dari pihak rumah sakit lagi, dia begitu bingung, lalu terlintas di pikirannya untuk membawa ibuku dengan sepeda motor, tapi angin masih bertiup begitu kencang, petir menyambar - nyambar, hujan masih deras tapi tak sederas tadi. Akhirnya karena ayahku sangat khawaitir dia nekat membawa ibuku dengan sepeda motor. Ayahku megemudi motor begitu cepat karena sangat khawatir dengan ibuku dan anak yang masih di dalam kandungan ibuku. Untungnya ayahku dan ibuku sampai di rumah sakit dengan selamat, buru-buru dia mengangkat ibuku dan berteriak meminta bantuan. 

 Beberapa perawat datang sambil mendorong ranjang pasien, cepat - cepat para perawat mendorongnya dan membawa ibuku ke sebuah ruangan yang bertuluskan UGD. ayahku yang ikut mendorong ranjang pasien yang diatasnya tegeletak lemah istri tercintanya dicegah oleh salah satu suster, 

"maaf pak.. bapak tidak boleh ikut masuk, lebih baik bapak tunggu di sini" ucap suster itu.

"tapi sus saya ingin menemani istri saya, izinkan saya masuk sus..." desak ayahku,

"maaf pak, tetap tidak bisa, ini sudah kebijakan rumah sakit, lebih baik bapak tunggu di sini saja" tegas suster itu lagi.

salah satu suster berlari kecil meninggalkan ruangan UGD temat ibuku dirawat, mungkin dia akan memanggil seorang dokter. Benar saja ketika dia datang lagi untuk memasuki ruangan UGD tempat ibuku dirawat, dia datang bersama dengan seorang yang mengenakan jas dokter berwarna putih, mereka masuk kedalam ruangan itu bersamaan. Ayahku hanya bisa terduduk lemah di depan ruangan karena memang dilarang untuk memasuki ruangan. kini dia hanya terduduk di atas lantai yang menyapanya dengan hawa dingin yang begitu menusuk, ditambah sekujur tubuhnya diselimuti pakaian yang basah kuyup, karena memang sewaktu ayahku memboncengkan ibuku naik motor... ayahku tak mengenakan mantel untuk melindungi badannya, dia memberikan mantelnya untuk ibuku saja agar tidak terlalu merasa dingin terkena tetesan air hujan. Ayahku benar benar kehilangan arah dia tak tau apa yang harus dia lakukan baju dan tangannya di penuhi dengan darah. 

Sebelum ibuku masuk ruang UGD dia sempat sadar dan berusaha bicara dengan ayahku.

 " mas,,, jika kamu... harus,, memilih,,, antara aku... dengan... bayi kita, aku mohon... pilihlah.. anak kita" ucap ibuku terbata - bata karena menahan rasa sakit. 

"tidak,,, aku tidak mau... 

aku ingin kalian selamat dan tetap hidup..apa kamu tak mau merawat anak kita, 

melihatnya tumbuh seperti anak anak yang lain, bukankah itu keinginan mu, 

kau ingin merawat anakmu dengan tangan mu sendiri tanpa adanya campur taga orang lain" ucap ayahku menahan rasa sakit yang menyambar hatinya akibat mendengar ucapan istrinya. 

" aku ingin mas,,,, aku ingin... 

jika itu,, bukan ,,, sebuah pilihan,,,, 

aku ingin sekali hidup dengan anak dan suamiku... yang begitu... aku cintai... 

tapi ini sebuah pilihan mas, kamu harus memilih, 

jadi ...aku mohon mas pilihlah anak kita,,,, beri dia kesempatan untuk merasakan sebuah kehidupan,,,, biarkan dia merasakan bagaimana menginjak bumi ini mas, 

rawatlah dia.... dengan.... sepenuh hatimu, jagalah.... dia dengan sebaik..... mungkin, 

ajarkanlah tentang kebaikan mas, jangan kau sia siakan dia mas, aku mohon janjilah kepadaku..." ucap ibuku dengan segenap tenaganya yang tersisa di iringi dengan butiran air mata yang terus menetes dari kedua matanya. 

" baiklah, jika memang itu sebuah pilihan, maka aku akan memilih apa yang telah kamu pilh, aku juga akan janji kepadamu, aku akan merawat anak kita dengan segenap hatiku" air mata ayahku kini benar - benar tak dapat lagi ia bendung, karna harus merelakan seseorang yang sangat ia cintai, terkulai lemah di atas kasur dengan air mata yang membanjiri wajahnya. 

Kini ayahku hanya bisa membayangkan saat saat singkat dan terakhir tadi berbicara dengan istri yang sangat dia cintai. Ayahku mencoba dan terus mencoba untuk tabah. Tak lama seorang perawat mendatangi ayahku. " maaf pak, apakah bapak suami dari ibu sayna?" tanya seorang suster pada ayahku " benar ada apa ya sus?" ucap ayahku begitu tegang. " anda di tunggu dokter fandi di ruangannya, mari saya antar" ucap suster itu menjawab pertanyaan ayahku. "ada perlu apa ya sus dokter fandi ingin betremu dengan saya?" tanya ayahku lirih dengan hati yang terasa telah tercabik - cabik. "nanti dokter akan menjelaskan kepada bapak" jawab suster itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Ingin Menjadi PenyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang