Asmara Pada Bayang-Bayang

65 6 2
                                    

Hanya ada tiga hal di dunia ini yang dapat aku percaya. Pertama, matahari yang tak pernah ingkar untuk terbit. Kedua, bayangan diri yang tak pernah pergi meninggalkanku pada gelap. Dan terakhir, LOGAN.

Aku mencintainya bagai jalan tak berujung.

Memujanya pada setiap hembus nafas.

Bagai tersemat dalam nadi cintaku padanya.

Laksana sungai yang mengalir, berpadu di muara, dan meluas pada samudara.

Desember satu bulan lalu telah ia buktikan keseriusan kasih melalui selingkar cincin pada acara pertunangan kami.

Selanjutnya, keluarga kami berencana melaksanakan resepsi pernikahan pada bulan April. Dan itu berarti kurang dari tiga bulan lagi aku akan melepas masa gadisku.

Hari ini Logan menjemputku menggunakan Lamborghini hitamnya yang mewah. Rencananya, kami akan memilih serta memesan desain undangan di sebuah percetakan tersohor yang jaraknya ±100 KM dari rumahku.

Sepanjang perjalanan aku melihat wajah Logan sangat pucat dan letih. Aku berfikir mungkin ia kurang tidur karena terlalu sibuk merencanakan acara resepsi kita nanti.

Kami berhenti di perempatan jalan bersamaan dengan menyalanya lampu merah yang berdiri pada tiang besi pinggir jalan. Nampak anak-anak kecil menawarkan selebaran koran. Logan merogoh selipan di pintu mobilnya, mengambil selembar uang 100 ribuan lalu memberikan kepada anak tersebut. Dan yang diberi uang tersenyum lebar, mengucapkan terimakasih, lalu pergi.

"Aku mencintaimu!" Ucap Logan spontan, tegas, dan terkesan buru-buru. Aku yang sempat terkejut segera membuang nafas lalu melengos, memutar bola mataku keatas dengan sebal "Hfufh... aku tau soal itu, Logan"

"Aku mencintaimu Naura! Kamu! Sampai kapanpun. Meski nantinya dunia kita berbeda." Tangan kirinya menopang dahi dengan siku tertempel pada stang kemudi. Baru kali ini aku melihat Logan begitu frustasi tanpa ada sebab.

"Stop Logan! Berhenti bicara seperti itu dan fokus mengemudi. Ingat! Kau sedang membawa aku. CALON ISTRIMU!!!" Apa-apaan dia ini. Aku mulai naik pitam dengan ketidak jelasannya hari ini. Ku palingkan badanku ke kanan, kearah Logan, berniat untuk memarahinya dan, BRAKKK..... sebuah tronton berwarna orange menghantam dari arah kanan, menjadikan aku dan Logan berlumuran darah. Aku melihat darah mengucur dari setiap inci wajah tampan Logan. Ia tersenyum ditengah rasa sakit, tangan kirinya menggenggam tanganku sebelum akhirnya aku merasa semuanya gelap.

Saat terbangun, hanya dinding putih yang kulihat dimana-mana. Ooo, tidak, tidak, ada keluargaku juga disini. Ayah, ibu, dan kedua calon mertuaku. Mereka kompak mengenakan pakaian hitam. Loh? Dimana Logan? Aku berusaha bangkit dari posisi ku, namun mereka menahan. "Dimana Logan?" Tanyaku sembari memegang perban yang melingkar di kepala. Mereka saling bertatapan penuh arti. "Logan sedang istirahat, sayang" Ucap ibu dengan linangan air mata.

Dua jam setelah kesadaranku pulih, kedua calon mertuaku meminta izin untuk pulang. Mau mandi, ujarnya. Setelah mereka pulang, ayah juga menyuruh ibu pulang untuk mengambil baju ganti.

"Duh, gimana ya Naura. Ini sudah waktunya menebus obat tapi ibumu masih terjebak macet. Kalau misal kamu ayah tinggal sebe..."

"Yaudah yah, Naura nggak papa kok ditinggal sendiri" aku yang sudah tau maksud ayah segera memotong pembicaraannya.

"Yasudah, ayah mau nebus obat dulu ya. Mungkin sebentar lagi ibumu sudah sampai" ucap ayah sembari mengecup perban di keningku lalu pergi.

Tok tok tok... aku baru saja akan terlelap ketika mendengar pintu ruanganku di ketuk. Dan dari balik pintu, menyembul lelaki tampan pujaanku sedang mengenakan pakaian pasien yang sama sepertiku dengan kepala yang juga dililit perban. "Halo sayang. Gimana kondisi kamu?" suara bariton itu selalu jadi candu untukku. "Ah, Logan. Kemana saja kamu baru kelihatan. Ayah dan ibu kamu saja sudah pulang sekitar satu jam yang lalu". "Aku tadi masih istirahat sayang. O iya, jangan bilang siapa-siapa ya kalau aku kesini. Soalnya... aku sebenarnya belum boleh pergi dari tempat tidur." "Dasar pembangkang. Terus, kamu ngapain kesini?" "Kangen kamu, hehehe"

Asmara Pada Bayang-BayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang