Malam itu sepulang dari rumah Mardubus, mereka berpisah di teras rumah Juragan Suharno. Mereka pulang ke rumah masing-masing menggenggam impian yang melambung tinggi. Sukses tanpa merantau ke luar kampung, menjadi jongos kapitalis di kota! Ini brilian, pikir mereka.
Para iblis yang bercokol di pohon beringin tua samping balai desa sedang berpesta malam itu. Mereka menyambut gembira rencana pergelaran "Tarian Dari Surga" yang digagas lima pemuda progresif itu. Mereka meminum darah sampai kembung, memakan bangkai kadal, kodok, dan ular sampai muntah. Sajian itu mereka taruh di tengah kerumunan pesta, pada sebauh baki besar dari perak mengkilat.
"Benar kata Tuan Dukun Mardubus! Kita tidak perlu risau atas kehilangan Lurah Sosro. Kini datang lima pemuda brilian yang bisa menjadi sekutu kita! Lupakan Lurah Laminto!" seru iblis senior.
"Benar senior! Selayaknya malam ini kita berpesta menyambut sekutu baru kita."
"Horeeeeeeeee!"
Mereka gaduh dalam semarak pesta kemenangan di bawah pohon beringin tua itu. Tampak undangan iblis dari mancanegara pun hadir pada pesta itu. Iblis dari Amerika, Eropa, Afrika, Timur Tengah, Australia, dan Segitiga Bermuda. Semua baur dalam pesta itu. tarian erotis dipertontonkan oleh iblis-iblis wanita dari semua untusan secara bergantian. Para iblis laki - laki menikmati tarian itu sambil memainkan kelamin mereka.
Pagi menjelang. Ketika lalu lalang dijalanan desa hiruk oleh orang berangkat ke tempat aktifitas masing-masing. Panggung prolaterian jelas dipertontonkan pada jalanan itu. Petani laki-laki yang menggiring ternak pekerjanya menuju ke sawah, diikuti bininya yang menggendong rinjing berisi bontot untuk makan siang mereka. Suara klontongan sapi yang tercancang di leher, menjadi irama pengiring perjuangan para petani mempertahankan hidup mereka. Sekedar mempertahankan hidup, karena hasil panennya lebih banyak dirampas lintah darat daripada yang tersisa dilumbung mereka.
Pagi itu Samingun termanggu, bertopang dagu di depan rumahnya. Ia baru saja jatuh miskin karena kalah bertaruh Pilkades luar biasa Desa Sindang Sari, untuk menggantikan Lurah Sosro yang mati. Mobil, sawah, dan rumah ludes terjual. Ia pindah dari rumahnya di Mulya Jadi dan kini menumpang di bekas kandang sapi milik Pak Jemirun di Desa Sindang Sari.
Samingun meresapi kemiskinannya sebagai nikmat laknat. Ia sering mengumpat sendiri dalam lamunannya. Asu Teles! Dancok! Keparat! Bangsat! Bajingan Tengik! Sampai mulutnya kering karena ludah yang terlalu banyak mucrat saat mengumpat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tarian Dari Surga (Sekuel Lurah Sosro)
Short Story#1 dalam Satire 03- 09-2021 #1 dalam Satire 27 -10-2020 #1 dalam Satire 29-11-2019 #2 dalam Satire 20-08-2018 Sebelum membaca cerita ini baca dulu "Lurah Sosro." Etika membaca cerita ini masih sama dengan Lurah Sosro. Awali dengan istighfar karena...