Bagian 7

3.5K 122 17
                                    

Markenes tetap terpasung di dalam kamar. Meski kebebasannya dibelenggu, ia tetap bernyanyi tentang kelamin Lurah Sosro. Ia tetap menari dengan segala keterbatasan geraknya. Betapa merindunya ia akan hakikat kelamin, bukan hanya sekedar imajinasi liar terhadap bentuk dan rasanya. Meski saat itu kelamin lurah sosro belum mampu menandingi kedigdayaan kelaminnya yang lebih kokoh dan mencengkram. Betapa pentingnya kelamin Lurah Sosro bagi keberlangsungan hidupnya, kebebasaanya, dan kehormatannya.

"Oalah Gustiiiiiiiiiiiiii! Kembalikan kontol Lurah Sosro! Kebalikan kehormatannya, kekuasaannya, keperkasaanya, kedidgayaanya, dan kenikmatannya."

Suara itu menggaung dalam dimensi ruang yang terbatas, namun remahan kristal suaranya menembus celah-celah sempit dinding kamarnya. Telinga yang kebetulan ada disekitar sumber suara tentu akan bisa menyerapnya. Lalu ibakah mendengar suara ratapan Markenes? Atau sinis saja? Semua tergantung hati nurani masing-masing, dan kepekaan terhadap ratapan sosial.

"Oalah, Nduk. Betapa malang nasibmu. Tidak genap setahun kamu menikmati hidup sebagai istri lurah yang terhormat," gumam Markisut ibunya. Markisut duduk di ruang tengah rumahnya, sendiri. Ia bisa merasakan kepedihan yang derita anaknya. Ia sebenarnya tidak ingin merenggut kebebasan Markenes. Tapi jika dilepaskan, Markenes akan menari sambil telanjang, dan memainkan kelaminnya. Markisut resah dalam ketidakberdayaan.

Markisut berdiri dari duduknya, ia membuka tirai yang menutup kamar Markenes yang sedang dipasung. Ia memandang dengan tatapan iba kepada putrinya itu.

"Mbok, lapaskan aku! Lepaskan, Mbok! Aku tidak gila!" pekik Markenes kepada ibunya.

"Kamu mau kemana, Nduk?"

"Aku mau mencari kelamin Lurah Sosro, Mbok. Tolong lepaskan aku! Lepaskan akuuuuuuu! Lepaskan!"

Markisut mendesah dalam kepasrahan. Mana mungkin ia melepaskannya, mana mungkin! Tentu makin menderitalah Markenes jika dilepaskan. Menjadi sumber kenikmatan bagi orang lain, bagi penikmat dan pemuja kelamin. Markisut mengelus dadanya yang membusung, lalu menutup tirai kamar itu. Markisut bergegas pergi ke dapur, menyiapkan makan untuk putrinya itu.

Jika pagi seperti ini Desa Sindang Sari sepi ditinggal penghuninya ke sawah, ladang, sekolah, pasar, dan tempat aktifitas lainnya. Yang tertinggal hanya beberapa orang yang biasanya karena uzur, menganggur dan tidak mempunyai sawah, atau anak-anak balita. Ada juga pemilik warung yang menunggui dagangannya, anak-anak muda yang takut lumpur, dan gadis-gadis yang merasa dirinya cantik.


Tarian Dari Surga (Sekuel Lurah Sosro)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang