"Bocah bermulut lancang!" bentak si mata merah yang kini telah biasa lagi. Tangan kanannya tidak sakit lagi dan hatinya lega sebab ini berarti bahwa jarum itu tidak beracun. "Engkau tidak mengenal betul siapa kami maka berani main gila. Apakah kau sudah bosan hidup? Hayo lekas katakan siapa kau dan siapa gurumu, mengapa kau berani mencampuri urusan kami!"
Gadis itu melirik serta senyumnya makin melebar. Cantik jelita seperti bidadari, belum pernah Yu Lee bertemu dengan gadis secantik ini. Entah mengapa, segala gerak gerik gadis ini menarik hatinya, membuat jantungnya berdebar-debar serta membuat ia seperti berubah menjadi sebuah arca, tidak mampu bergerak atau bersuara, hanya memandang dengan mata terbelalak kagum.
"Hemmmm, kalian ini delapan anak kecil berani menyombongkan diri terhadap nyonya besarmu. Sungguh menjemukan! Siapa tidak mengenal kalian bangsat-bangsat kecil ini? Kalian adalah bajak-bajak di laut Tung-hai, sombong-sombongan memakai julukan Delapan Raja, padahal tidak becus apa-apa. Belasan tahun yang lalu kalian membajak sebuah kapal, hendak merampas harta dan menghina puteri-puteri pembesar Kwan di kapal itu. Kemudian kalian dihajar habis-habisan sampai terkencing-kencing dan terkentut-kentut oleh mendiang Yu-kiam-sian Si Dewa Pedang. Huh, kalian seperti delapan ekor anjing ketakutan melingkarkan buntut dan lari bersembunyi. Setelah kini Yu-kiam-sian sekarang menjadi gundukan tanah pura-pura mau gagah-gagahan mau bongkar kuburan. Mencari gigi emas? Atau bekas sepatu? Tak tahu malu!"
Yu Lee makin terbelalak. Bagaimana nona yang masih muda sekali ini tahu akan peristiwa itu? Dia sendiri yang menjadi cucu Si Dewa Pedang tidak tahu dan tidak mendengar dari kakeknya atau ayahnya!
Dan sikap gadis ini benar-benar terlalu berani dan betapapun juga amat jenaka dan lucu. Masa gadis berusia kurang dari duapuluh tahun bersikap seolah-olah delapan orang yang empatpuluh tahun lebih umurnya seperti anak-anak saja?
Kalau Yu Lee terheran-heran dan kagum adalah Tung-hai Pat-ong itu yang menjadi kaget sekali, kaget, malu-malu dan marah bercampur aduk menjadi satu, namun rasa kaget dan heran lebih besar sehingga si mata merah bertanya, "Budak cilik! Siapa kau?"
Dara kecil itu kembali bertolak pinggang, kini dengan kedua tangannya sepuluh jari-jari yang kecil panjang itu seolah-olah dapat melingkari pinggangnya, begitu ramping pinggangnya, kemudian dengan gerakan lucu jenaka nona ini menuding hidungnya sendiri, hidung yang kecil dan mancung.
"Kau mau tahu siapa nonamu ini? Buka telinga lebar-lebar untuk mendengar, buka mata baik-baik untuk melihat, akan tetapi teguhkan hati agar kalian tidak akan roboh pingsan karena kaget dan mati ketakutan. Di depan kalian inilah pendekar wanita muda yang mewarisi ilmu kesaktian dari Kun-lun-pai. Akulah yang berjuluk Sian-li Eng-cu (Si Bayangan Bidadari). Setelah kalian berhadapan dengan Sian-li Eng-cu, tidak lekas berlutut? Hayo berlutut dan minta ampun, pay-kui sampai tigabelas kali, baru Sian-li Eng-cu memberi ampun dan hanya minta sebuah saja daripada daun telinga kalian masing-masing satu, kalau tidak kepala kelinci yang akan putus lehernya!"
Yu Lee hampir tak dapat menahan ketawa, bukan main nona ini ucapannya itu hebat dan sombong, akan tetapi lucunya, sikapnya sama sekali tidak membayangkan kesombongan bahkan mata dan mulutnya itu membayangkan kenakalan, jelas tampak oleh Yu Lee bahwa ucapannya yang keluar dari mulut nona itu adalah ucapan yang disengaja, bukan untuk menyombong melainkan untuk mempermainkan delapan orang bajak itu.
Yu Lee makin tertarik dan ingin melihat sampai di mana keahlian nona ini, apakah ilmu silatnya selihai mulutnya? Melihat cara nona ini tadi menyambitkan jarum, ia tidak perlu mengkhawatirkan keselamatannya tetapi karena delapan orang ini adalah orang-orang kasar yang kejam, diam-diam ia bersiap melindungi nona yang menarik hatinya itu.
Delapan orang itu tentu saja menjadi marah sekali. Mereka belum pernah mendengar nama julukan Sian-li Eng-cu pendekar wanita tokoh Kun-lun-pai. Tentu saja memandang rendah. Nona yang masih begitu muda mana mungkin memiliki kepandaian lihai? Diantara delapan orang itu, terdapat seorang yang mata kirinya buta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Cengeng
Ficção GeralPendekar yang di juluki Pendekar Cengeng selalu mengacau di Thian-an-bun yang di bantu oleh pendekar wanita Dewi Suling. Bagaimanakah pendekar tersebut mendapat julukan Pendekar Cengeng dan siapakah nama aslinya penasaran bisa di baca dalam Kisah Pe...