TERPAKSA

8 1 0
                                    

Qatru tiba di rumahnya dari sekolah yang sangat melelahkan setelah pelajaran yang penuh rumus memenuhi pengelihatanannya. Bertemu Pandu di tangga kelas X untuk menjemput dirinya dengan manarik tangannya sesuka Pandu. Saat Qatru bertanya, kenapa dia begitu. Pandu menjawab dengan simpel "amanat nyokap lo dan gue". Menyebalkan, kata Qatru saat itu. Tapi, saat mereka berada di parkiran sekolah, Qatru berlari ke arah Thala, lalu menarik tangan Thala untuk mengantarkannya pulang.

Kaki Qatru melangkah menaiki anak tangga penghubung lantai dua di rumahnya, namun ruang makan yang terlihat dari Qatru berada, Qatru memalingkan pandangannya ke arah sana. Berhenti sejenak. Mendengar perut berbunyi, pagi tadi Qatru tidak sarapan. Bertepatan jam makan siang, karena hari ini sekolah Qatru pulang cepat mengharuskan Qatru makan siang di dapurnya. Qatru berlari ke ruang makan.

"Bibi makan!" Teriak Qatru, yang telah duduk di depan meja makan.

"Oke non" balas bibi yang berada di dekatnya.

Makanan telah siap di atas meja makan yang terbilang sangat besar. Saat Qatru menyendok nasi, terdengar suara pembicaraan seseorang menuju ke arah ruang makan. Qatru memalingkan kepalannya ke arah pintu masuk ruang makan. Laki-laki bertubuh tinggi dengan ibunya masuk melewati pintu yang ditatap Qatru.

"Abang?" Teriak Qatru semangat.

"Shut!" Kata ibunya yang mengode kearah Qatru dengan telunjuk di depan mulut ibunya.

"Hai, bayi!" Tegur kakak laki-laki Qatru, Qazen Yoory Leoseena.

"Hai" singkat Qatru.

"Oh, iya. Lo udah siap-siap untuk malam ini" kata Qazen melihat ke arah Qatru, yang membalas dengan menaikkan kedua alisnya. "Pertunangan lo?"

Qatru yang mendengar itu, langsung menyudahi maka siangnya. Sebenarnya dia belum merasa kenyang, tapi karena malas mendengar pertunangan konyol menurutnya, dia harus pergi dari tempat itu. Qatru pergi tanpa pamit dengan wajah yang sangat ditekuknya. Qazen hanya menatap tubuh Qatru yang pergi dengan tas di punggungnya mengerutkan keningnya, penasaran. Ibunya yang melihat itu, terdiam. Tau Qatru tidak terima dengan pertunangan itu.

"Dia tidak setuju Zen" keluh Qatri.

"Tenang! Nanti aku mencoba memastikannya" Kata Qazen menenangkan ibunya.

Qatri menutup pintu kamarnya dengan keras. Melempar tas di punggungnya ke samping tempat tidur. Lalu melempar tubuhnya di kasur. Menenggelamkan wajahnya dengan menutup kepalannya dengan bandal.

Tok.. Tok..

Tidak ada sahutan dari balik pintu, Qazen langsung membuka pintu kamar Qatru. Terlihat Qatru merebahkan dirinya yang masih mengenakan seragam sekolah.

Qazen mendekat, menggerak-gerakkan tubuh Qatru yang dia kira Qatru sedang tertidur. Padahal Qatru sejak tadi hanya menutup matanya yang terus mengalirkan air.

Qatru bangkit setelah menghapus dengan kasar air matanya.

"Lo kenapa sih?" Tanya Qazen.

"Basi lo!" Balas Qatru. Mengetahui mengapa sebenarnya yang terjadi padanya. Lalu merebahkan kembali tubuhnya.

"Menurut lo? Lo nangis gitu ada untungnya?" Kata Qazen berhenti sejenak. Tidak ada jawaban dari Qatru. "Apa susahnya sih ikutin kata orang tua?" Tambah Qazen.

Qatru yang mendengar kata-kata sepele dari mulut kakaknya, langsung berdiri dari tempat itu, memandangi Qazen.

"Lo pikir enak? Coba lo ada di posisi gue? Rasa bunuh diri itu ada di pikiran gue dengan adanya itu" kata Qatru.

"Kalo lo ikutin pasti mudah, jangan ikutin semua keinginan nafsu lo" balas Qazen yang membuat suasana lebih sengit.

"Mudah? Lo aja yang tunangan!" Kata Qatru.

"Ken-"

"Stop. Stop. Stop" kata Qatru yang mengangkat tangannya ke udara. "Gue tau semuanya harus diikutin apa kata orang tua. Sana lo keluar" tambah Qatru yang langsung masuk ke ruang belarnya. Mengunci pintunya. Lalu duduk di kursi dengan meneteskan air mata.

Malam ini, gue harus terima. Batin Qatru. Yang meneguk ludah dengan sesegukan.

Qatru keluar dengan dress berwarna biru tua selutut dengan rambut yang dililitkan di belakang kepalanya, sepatu tinggi berwarna putih yang selaras dengan warna dress nya menghiasi kaki Qatru.
Makeup yang menutupi mata bengkaknya, membuat Qatru lebih cantik. Kakinya menuruni tangga rumahnya dengan lengan yang dipegang oleh ibunya, Qatri.

Tanpa Qatru mengembangkan senyum ke semua hadirin, semuannya telah tersenyum melihat ke arannya. Qatru yang masih berjalan didampingi ibunya, berjalan kaku mendekat ke arah Pandu. Ini pertama kalinya Qatru berjalan menggunakan sepatu tinggi yang baru saja dibelikan ibunya. Untung saja tidak jatuh.

Saat cincin dimasukkan oleh Pandu ke jari manis Qatru, Pandu melihat ke arah mata Qatru, menatap dalam ingin mengetahui apa penyebab Qatru menekuk mukanya sejak tadi.

Matanya bengkak, menangis. Batin Pandu.

Setelah acara pertukaran cincin selesai bahkan sesi berphoto ria juga selesai. Semua hadirin melanjutkan acara dengan makan-makan.

Sejak Qatru turun dari tangga, Qatru mencari seseorang yang dia tunggu sejak tadi. Setelah menemukannga, Qatru berjalan dengan hati-hati menuju orang yang dia cari.

"Rain!" Tegur Qatru kepada perempuan yang berada di depannya.

"Eh, Qat" balas Rain.

Qatru melihat Rain sedang berbicara dengan Thala, Dimas dan Sandi. Dengan sengaja Qatru menjatuhkan tatapan kepada Dimas, Dimas yang menyadari tatapan sendu Qatru, dia membalasnya. Qatru hampir menjatuhkan genangan air di pelupuk matanya. Dia langsung mendekat ke arah Dimas, lalu memeluknya erat. Qatru menjatuhkan air matanya.

"Dimas, maafin gue yaa. Gue sayang sama lo" kata Qatru pelan sesegukkan di telinga Dimas.

Dimas kaget mendengar perkataan Qatru, lalu Dimas mengelus-ngelus punggung Qatru dengan halus. "Iya. Maafin gue juga ya"

"Gue kangen sama lo. Kita temanan yak"

"Iya"

Qatru melepaskan pelukannya. Membiarkan Dimas menghapuskan air matanya. Melihat tatapan Rain, Thala, dan Sandi bahkan Pandu terlihat kaget dan bingung. Qatru juga kaget, ternyata setelah dia berbalik, dia melihat Pandu.

"Sori.. Rain, gue harus ke sana" kata Qatru tiba-tiba menghindari pertanyaan yang pasti timbul dari pikiran mereka. Saat itu juga tatapan Qatru terjatuh ke arah Vano yang sendirian. Qatru berjalan ke arah Vano.

"Van?" Tegur Qatru.

"Eh calon kakam ipar" balas Vano yang membuat Qatru menatapnya jengkel.

"Ke atas yuk. Gue pengap di sini" kata Qatru mengajak Vano ke balkon di lantai duanya.

Mereka duduk menatapi langit yang dipenuhi binatang.

"Apakah gue harus masuk ke kehidupan Pandu?" Tanya Qatru.

"Ya jelas lah!" Jawab cepat dari Vano.

"Males. Menurut gue, gue setelah ini pergi dari kehidupan Pandu" balas Qatru.

"Ya gak bisa lah Qat"

Qatru terdiam tanpa membalas.

"Ohh. Gue tau lo nolak gue waktu itu. Alasan yang lebih tepatnya karena lo mau tunangankan?" Tebak Vano dengan tenang.

Qatru hanya mengangguk tanpa berbalik ke arah Vano.

"Gue takut nantinya ada salah paham"

Pandu yang naik ke lantai dua, melihat Qatru dan Vano berbincang-bincang dengan senang di balkon dekat ruangan keluarga. Pandu menghela nafasnya kasar.

Rasa yang membuat Pandu tidak suka hadir lagi. Yang sulit diartikan kerena apa semuannya.

HARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang