KELUARGA NINDI

294 9 0
                                    

RIzki Anindita, nama yang sederhana dan mudah untuk diingat. Tidak seperti nama-nama anak kebanyakan yang diambil dari Bahasa Arab atau Bahasa Inggris yang pengucapannya sulit di lidah, bahkan arti nama itu sendiri sering terlupakan. Nama Anindita bisa diartikan sebagai anak perempuan yang unggul/sempurna, sedangkan Rizki itu lebih. Orang tuanya menginginkan anak perempuannya mempunyai sesuatu kelebihan yang bisa dibanggakan untuk keluarganya.

Nindi berumur 17 tahun, mempunyai tubuh tinggi semampai, kulitnya bersih sawo matang, alis yang tebal, bibir yang mungil, ada tahi lalat dekat hidungnya. Senyumnya selalu menghiasi wajahnya yang agak cabi, terkesan kalo pemilik wajah itu mempunyai sifat yang ramah.

Berkumpul untuk mengobrolkan sesuatu dengan keluarga dilakukan kalau makan pagi, makan malam atau disela-sela kesibukan masing-masing anggota keluarga. Seperti malam ini, rumah tampak ramai karena semua berkumpul, habis makan malam Pambudi, Sismiyati, Bimo dan Nindi.

Berada di ruang keluarga dengan menggunakan nyala lampu LED yang terang, sofa melingkar setengah lingkaran, televisi yang berukuran besar menghiasi tembok. Kelihatan serasi sekali dipadu cat berwarna biru muda. Ruang sebelah kanan terdapat kamar tidur Nindi, sebelahnya lagi ada dua kamar satunya kepunyaan Bimo dan satunya kamr tamu. Sedang kamar orangtuanya berada di ujung paling kiri. Di ruang keluarga terdapat almari buffet dengan berbagai pernak pernik miniatur hiasan tradisional jawa, ada sepeda onthel (sepeda kayuh), mobil kodok, sepasang patung loro blonyo yang mempunyai arti sebagai penyatuan pasangan antara laki-laki dan perempuan dan masih banyak lagi miniatur-miniatur lainnya yang menghiasi ruang tamu yang tertata rapi dan menarik.

Bersandar di shofa, Bimo asyik membayangkan teman-temannya dengan kesibukannya kuliah masih bisa berkecimpung di dunia usaha walaupun sebagai side job, sangat menarik untuk diikuti. Dengan berbekal tekad untuk maju terus, tidak tergantung dengan orang tuanya yang jauh dari tempatnya kuliah ternyata banyak muncul pemikiran yang kreatif dan inovatif dengan menciptakan sesuatu yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.

"Kebutuhan mahasiswa tahulah, Ibu. Membuat tugas-tugas yang harus dikumpulkan, kegiatan-kegiatan yang tentunya membutuhkan biaya apalagi kalau sudah waktunya membayar uang semesteran kita telat sudah pasti ditagih sama pihak kampus supaya cepat-cepat melunasi, kalau tidak bisa kena Droup Out (DO). beruntung bagi yang mengandalkan pemberian orang tua sudah pasti tiap bulan datang hibah uang tapi alangkah mandirinya kalau mahasiswa itu membiayai kuliahnya sendiri, hem, jempol dua hehehe" ucap Bimo panjang lebar, tersenyum dan seakan-akan terhanyut akan jalan pikirannya yang mulai merasuk ke dalam pori-pori bibirnya sehingga kata-katanya dengan lancar berucap.

Rasa optimis untuk menciptakan suatu usaha sudah merayapi jalan pikiran dan hatinya. Keinginan kuat untuk tidak tergantung kepada orang tuanya. Banyak temen Bimo yang jualan pecel lele di dekat kampus tercinta, ada juga yang jadi penulis, ada yang membuka counter hp dan masih banyak lagi. Yang menarik bagi Bimo ada salah satu mahasiswanya yang bener-bener kekurangan segi materi namun karena kehendak Yang Maha Kuasa apapun bisa terjadi di dunia ini. Apalagi prestasi yang dipunyai amat-amat membanggakan dengan kelancaran otaknya temennya itu ke Luar Negeri tanpa uang sepeserpun ia keluarkan.

"Giliranku kapan ya? ucap Bimo menerawang jauh ke langit-langit sudut atas di ruang keluarga.

"Itu semua tinggal kemauan dan niat. Mas Bimo saja mau apa tidak untuk malaksanakan? Kalau mau ya gimana caranya memperoleh sesuatu agar kita berhasil saja, Mas. Action, action dan action itu harus dilakukan seperti kata Ipho Santoso, pencetus, pemikir otak kanan, benar tidak, Mas?" sela Nindi sambil memandang kakaknya layaknya guru konseling yang memberikan arahan dan motivasi pada anak didiknya.

Ternyata hobinya yang suka membaca buku-buku Ipho Santoso juga telah merayapi jalan pikirannya.

Kedua orang tua yang duduk bersebelahan itu kompak menoleh mengamini. Anak perempuannya ternyata mempunyai jalan pikiran yang maju. Tidak mengandalkan gaji seorang pegawai saja.

KETIKA HATI BICARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang