01

49 2 0
                                    

   "Lihat itu! Murid baru pakaiannya norak! Nerd pula!"

   "Nggak malu apa sekolah mahal gini pakaiannya lusuh kayak pengemis!"

   "Kalau aku jadi dia, mungkin aku akan bunuh diri. Hidup sudah susah, apa lagi yang dipertahanin. Iyeuuh"

   Begitulah dari sekian banyak ejekan yang dilontarkan para siswa ketika Zevana berjalan melewati koridor kelas.

   Seragam putih abu-abu yang ia kenakan memang sedikit lusuh dan sudah kusam dengan rok panjang dan bagian atasnya dimasukkan. Berbeda dengan murid sekolah itu yang tampak lebih modis dengan rok selutut dan baju pas badan. Ohya, jangan lupakan kacamata tebal yang menggantung diatas hidungnya. Benar-benar terlihat nerd seperti apa yang mereka katakan.

   Zevana berjalan terus menunduk tak menghiraukan gunjingan mereka terhadap dirinya. Zevana sudah kebal. Disekolah sebelumnya, ia juga diperlakukan sama. Dicemooh, dibully habis-habisan oleh teman-temannya. Ha! Teman? Bahkan mereka tidak pantas disebut teman. Zevana sangat ingin memberontak, tapi ucapan seseorang membuatnya mengurungkan niatnya.

   'Dunia akan berubah. Seperti halnya roda yang berputar. Tuhan Maha Adil. Kita hanya perlu bersabar dan mempercayakannya pada Tuhan.'

   Mengingat ucapan bibinya, kedua mata Zevana memanas. Namun ia tahan. Dirinya tidak boleh lemah. Kita boleh menerima, asal tidak berhenti untuk melangkah maju.

   Enam tahun hidup dengan bibinya, membuat Zevana belajar apa yang namanya itu sabar menerima dan tidak mudah putus asa.

   Zenava seorang yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal saat kecelakaan bis ekonomi yang akan membawa mereka ke Malang dalam rangka liburan bertiga. Dari sekian korban yang berjatuhan, termasuk Zevana dan kedua orang tuanya. Zevana berhasil diselamatkan, sedangkan Romy dan Hilda, ayah dan ibu Zevana meninggal ketika akan dibawa ke rumah sakit. Bis yang mereka tumpangi menabrak truk yang berlawanan arah sehingga menyebabkan bisnya keluar jalur dan oleng menabrak pohon besar dengan keras. Bagian sisi-sisi bis renyok. Bis terguling setelah tidak bisa menyeimbangkan badan bis.

   "Kamu kuat, Eva!", ujarnya dalam hati untuk menyemangati diri.

   Sekarang ia sudah berdiri di depan pintu ruang kelas yang bertuliskan XI-IPA 1. Ruang yang akan menjadi kelas barunya. Oh jangan lupakan lagi kalo sekarang dirinya murid baru karena mendapat beasiswa dari pemerintah karena otak encernya. Zevana tentu sadar diri tidak mungkin dirinya sampai disini kalau bukan karena bantuan orang lain. Ia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Bibinya adalah penjual sayuran keliling yang hanya bisa mencukupi kebutuhan makan sehari-hari.

   "Hai.."

   Suara ramah yang lembut membuat Zevana berpaling dari kelamunannya. Disampingnya berdiri gadis sebaya dengannya sambil menyunggingkan senyum hangat.

   "Ha-hai", jawab Zevana dengan sedikit gugup. Sebelah tangannya membenahi kacatama yang sedikit turun dari hidung kecilnya.

   "Aku Tiffany. Kamu murid baru ya?" Gadis itu mengulurkan tangannya memperkenalkan diri. Zevana menyambut tangan itu.

   "Aku Zevana. Zevana Alejandra. Murid baru." Mereka pun saling berjabat tangan. Zevana merasakan kulitnya bersentuhan langsung dengan lembutnya telapak tangan Tiffany. Zevana yakin kalau gadis itu jarang menyentuh dapur atau melakukan hal yang berat seperti dirinya. Dan ia yakin betul Tiffany berasal dari keluarga yang mampu mengingat dimana sekolahnya.

   Gadis bernama Tiffany itu ber'O ria. "Ayo masuk." Tanpa rasa canggung, gadis itu menarik tangan Zevana ke dalam kelas. Zevana tidak menolak dan mengikuti kemana Tiffany menggandengnya atau lebih tepatnya menyeret.

   "Hai, Max. Lihat siapa yang ku bawa."

   Pandangan Zevana jatuh pada laki-laki yang sedang duduk dengan aerophone putih menempel ditelingannya. Laki-laki itu asik menikmati musik sambil memejamkan matanya seolah dunia hanya ada dirinya. Karena Tiffany tidak mendapat respon, ditariknya paksa salah satu aerophone dan membuat laki-laki itu terkejut membuka kedua matanya.

   "Max!"

   Laki-laki itu mendengus tak suka karena kegiatan asiknya terganggu. "Apa?" Suara beratnya terdengar malas.

   "Dia murid baru yang akan menjadi teman kita." Tiffany merangkul Zevana. Mengatakan dengan ceria dan penuh percaya diri. "Namanya Zevana. Zevana Alejandra."

***

[bersambung]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

No LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang