08. Pindahan Oma

2.6K 177 12
                                    

Vey sudah berpakaian rapi pagi ini. Dia mengendap-endap keluar rumah. Melewati pintu belakang, bahkan Vey memakai kacamata hitamnya menambahkan kesan misterius. Sesekali dia juga celingak-celinguk mengamati keadaan sekitar.

Sementara itu di belakang rumahnya, mobil Irma sudah stand by menunggunya. Vey terburu-buru memasuki mobil sambil mengaba-ngaba Irma agar segera berangkat. Lalu Vey membuka kacamata dan memasukkannya ke dalam tas kecilnya. Irma menurut tanpa banyak bicara melajukan mobilnya. Akhirnya mereka melesat pergi meninggalkan rumah Vey.

Vey langsung berjingkrak-jingkrak ria, senang tidak harus membantu mengemasi barang yang belum selesai dikerjakannya kemarin.

Tania yang baru saja selesai mandi, sudah menerima perintah untuk mengemasi barang sebelum mobil pengangkut datang. Tania menggelengkan kepala, padahal jarak rumah mereka hanya satu meter bahkan hampir rempetan cuman terhalang tembok pembatas aja. Tapi tetap aja nenek ingin menggunakan mobil. Anehnya lagi, yang mengemasi barangnya harus Vey dan Tania. Bikin males karena hari ini hari minggu, hari berharga bagi mereka untuk sekedar mengistirahatkan tubuh alias waktu bersantai. Apalagi Vey, yang lebih suka berada di luar rumah. Pasti sangat gak menyenangkannya hari ini untuknya.

Tania menyorobot ke kamar Vey. Kamar Vey sudah kosong. Kakaknya itu sudah melesat pergi entah kemana sedari pagi, tanpa sepengetahuannya.

Tania mendengus kesal, karena dia harus mengemasi barang-barang nenek sendirian. Tania merogoh ponsel di saku celananya kasar. Menelpon Vey yang sudah pasti tidak akan mengangkatnya.

Tania menghela nafas kesal, Vey terus-terusan mereject telponnya.

"Awas aja lo!!" Tania menelpon Vey, tanpa ampun.

◑◐◑◐

Mereka sudah nongkrong di kafe. Vey menidurkan kepalanya di atas meja, sebal karena mereka harus nongkrong di kafe ini. Tempat yang sering dikunjunginya bersama Rendi dulu. Membuat suasana hatinya sedikit terguncang, menyadarkan Vey tentang hubungannya dengan Rendi sudah kandas. Bahkan beberapa tempat di kafe itu, memutar kembali memori tentang Rendi diotaknya.

Vey menatap segelas kopi capuccino milik tasya. Rendi suka banget capuccino.

Tasya melirik Vey, "Lo kenapa?"

"Gue bingung aja, kenapa harus di sini?" Vey menegakkan tubuhnya pelan.

"Biasanya juga kan kita nongkrong disini..gue lagi pengen minum kopi latte sekalian, disinikan yang paling enak, Vey." Irma meniup kopinya yang masih panas.

Drrrt

Ponsel Vey bergetar. Layarnya menyala menampilkan sebuah panggilan masuk, dari seseorang yang tertera di layar dengan nama kutu buku.

Tasya melirik layar ponsel Vey, "Siapa kutu buku?"

"Hm? Si kacamata di rumah gue, siapa lagi.." Vey malas menanggapi.

"Angkat aja kali!"

"Ogah!"

Vey memajukan bibirnya. Panggilan itu terus-terusan masuk, dengan kesal Vey merejectnya. Tapi Tania malah menelponnya terus-terusan, meskipun Vey terus menolak panggilannya. Vey menggerutu sambil mengubah mode ponselnya ke mode pesawat.

"Kalian itu gak pernah akur deh!" Irma menyeruput kopinya.

Tasya menyenggol irma,"Katanya lo mau curhat."

Irma malah mengangkat dagunya ke depan, menunjuk Vey.

Vey balas melirik kedua temannya, "Kenapa?"

The Prince Ice And ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang