Lembah Patah Hati - Lembah Beracun.
Karya : Khu lung - Saduran : OPA.
14 Jilid Tamat
Jilid 1.
SUATU MALAM........
Itu merupakan suatu malam yang seram, kesunyian meliputi seluruh jagad. Kilat dan guntur saling meyusul memecahkan
suasana sunyi malam itu.
Keadaan pada saat itu sungguh menakutkan.
Pada suatu gunung yang tinggi dengan jurangnya yang curam dan berhutan belukar tidak kelihatan barang seekor
binatang buas sekalipun. seolah2 disitu sudah tidak ada penghuninya.
Sesosok bayangan manusia yang pendek kecil, dapat kelihatan bergerak atau lebih mirip kalau dikatakan tengah
merayap keatas gunung yang seram sunyi itu.
Bayangan itu sebentar jatuh sebentar bangun, terus merayap keatas gunung, gerakannya seperti juga gerakan binatang
liar yang sedang melarikan diri dari kurungannya dan hendak kembali ke hutan.
Pakaiannya compang camping, pada badannya disana sini kedapatan banyak luka dan berlumuran darah......
Tetapi ia seperti didorong oleh suatu pengaruh gaib, ia masih dapat bertahan terus atas semua penderitaan.
Kilat yang menyambar nyambar menyeramkan, disusul oleh suara geledek yang mengelegar2 membuat gunung tersebut
rasanya seakan2 hendak ambruk, tetapi hujan turun dengan sangat lebatnyaa.
Bayangan kecil itu kelihatan berhenti dibawah sebuah pohon yang besar yang rindang, rupanya hendak meneduh sejenak
untuk beberapa saat disitu. Sesaat kemudian, ia mendongakan kepalanya mengawasi langit yang gelap gulita.
"Oh Ayah... ayah.........." terdengar ia mengeluh perlahan.
Ia ternyata seorang anak tanggung yang usianya kira2 baru tiga belas atau empat belas tahun. Sehelai kain yang
menutupi badannya kelihatan sudah mesum dan compang camping, kini sudah menjadi basah kuyup karena kehujanan.
Air hujan yang menerpa wajahnya yag kecil cakap, telah membuat penglihatannya menjadi guram. Dengan perasaan sedih,
ia memesut air hujan dimatanya dengan lengan bajunya.
Apakah itu air mata atau air hujan, ia sendiri juga tidak dapat membedakannya lagi.
Keletihan dan kedukaan dengan tajam telah menggilas gilas jiwa bocah yang masih belum dewasa ini.
Ia melanjutkan perjalanannya, tidndakan kakinya makin lama makin berat.
Sebentar2 ia menoleh kebelakang sambil menghela napas panjang. ia ingin secepat mungkin dapat memasuki rimba guna
mencari tempat untuk meneduh dari serangan air hujan.
Sayang sebelum maksudnya tercapai, ia telah rubuh karena amat lelah dan lapar.
Ia kertak gigi, berkata pada dirinya sendiri: "Ho kie, Ho Kie, kau tidak boleh mati, kau pasti akan dapat bertahan
sampai melewati bukit Pek-Kat Nia didunia ini! Kau harus secepatnya mencapai puncak gunung Sin hong untuk mencari
itu orang aneh berkepandaian tinggi yang sedang menyembunyikan diri disana........" Apa mau, ketika ia mementang
matanya, didepan hanya kelihatan deretan gunung yang menjulang tinggi yang pada saat itu tengah disirim air dari