"Sam kamu kenapa?"
Aku mengejar langkah Sam di sepanjang koridor kampus.
Hari ini dia aneh. Menghindar saat berpapasan dan kalaupun dia harus bicara denganku, kata-katanya sangat ketus. Apa aku sudah berbuat salah padanya?
"Kamu mau kemana? Kita harus bicara!" Dia tetap melangkah tidak peduli padaku yang susah payah mengejarnya.
"Aku ada urusan. Kalau kau tidak ada jadwal bimbingan, Mending pulang saja. Nanti malam kau harus kerja kan?" Ujar Sam dengan nada dingin.
Ada yang salah dengannya. Mungkin Manchester United kalah telak tadi malam. Ngomong-ngomong, Apa tadi malam memang ada jadwal pertandingan bola?
"Oke aku pulang," kataku. "tapi kamu harus janji kasih tau aku kenapa sikapmu menyebalkan begini."
Sam tersenyum sinis padaku sebelum dia kembali jalan meninggalkanku.
Tidak biasanya Sam begini.
Aku berhenti di taman dekat kantin, memperhatikan punggung Sam yang menjauh. Aku sebenarnya ingin bercerita banyak padanya. Cerita tentang Ashton dan tentang pengalaman baruku kerja di Yo Store.
Aku jadi ingat terakhir kita ketemu adalah saat aku memboyong semua barang yang ada dikamarku menuju tempat kos yang baru. Sam menbantuku mengangkut perabotan. Dia juga sempat menghiburku saat keadaanku kacau karena ayah mulai mengamuk.
Dia selalu memberikan bahunya untukku menumpahkan keluh kesah. Aku harus bicara dengannya.
"Dar!!!"
Suara itu mengagetkanku. Siapa lagi yang sering bertingkah seperti ini selain Arabella. Kekanak-kanakan.
"Mukamu jangan ditekuk begitu, itu bikin kamu cepet keriput loh." Dia menggodaku.
Arabella terabaikan karena mataku belum beralih dari jalan dimana Sam pergi tadi. Sam benar-benar membuatku khawatir.
Mengetahui aku tidak merespon ocehannya, Arabella mendengus dan mencolek pinggangku.
"Kamu hutang cerita padaku." Guman Arabella. Aku menoleh.
"Cerita apa?" keningku berkerut.
"Malam minggu kemarin. Kamu di antar Ashton pulang kan? Apa dia mampir ke kosanmu? Apa kalian...." dia sengaja menggantung kalimatnya sambil tersenyum aneh dan menaik-turunkan alisnya.
"Apa maksudmu?"
"Jangan naif Jessie, laki-laki hot seperti itu antar kamu ke kamar kos dan kalian enggak melakukan apa-apa? Kamu melewatkan rejeki nomplok." Arabella memutar matanya.
Dia tau aku tinggal sendiri disebuah rumah kos, tapi yang aku suka darinya, dia tidak pernah bertanya kenapa. Bukan karena dia tidak mau tau, dia tidak bertanya langsung karena dia sudah tau sendiri. Ada semacam bakat intelegen dalam dirinya, membuat dia menjadi orang pertama yang selalu tau tentang berbagai hal.
"Ayolah Jessie, ceritakan bagaimana rasa bibirnya, apa lidahnya juga bermain? Apa aromanya wangi? Ah, tentu saja wangi. Laki-laki setampan itu buang angin pun mungkin wangi." Arabella memandangi langit sambil mesem-mesem. Jelas sekali dia membayangkan hal yang tidak-tidak.
"Kau memang kurang waras." Aku menggelengkan kepala. Dia tertawa melihat reaksiku.
"Lagi pula siapa yang bilang kami ciuman?" Lanjutku.
"Oh tuhan, dari goa mana temanku ini berasal." Dia menepuk keningnya seolah berteman denganku adalah kesalahan terbesarnya. Aku geli melihat tingkahnya.
"Tapi aku akan dengan sukarela membagi sebuah fakta tentang Ashton padamu." Kali ini Arabella terlihat serius.
"Fakta apa?"
"Tommy cerita, hmmm, kamu masih ingat Tommy, pacar baruku?" Tanyanya. Aku mengangguk kemudian dia melanjutkan ceritanya.
"Ternyata Ashton bukan orang sembarangan. Dia orang kaya!" Matanya membulat, mulutnya terbuka lebar seolah dia baru membeberkan skandal anggota dewan.
"Dia Itu pemilik Bikeadd magazine, majalah otomotif paling laris. Jangan dulu terkejut karna ternyata Ayahnya, David Blanchard adalah Pemilik Pabrik spare part untuk salah satu merk mobil terbesar di Indonesia, yang sudah punya banyak retail nya di Indonesia juga rajanya di bidang property. Dia pemilik Blanchard Group. Keren banget kan? Dan yang menakjubkan, Ashton juga pendiri Techno Soft, Perusahaan penyedia perangkat lunak yang sukses di beberapa negara." Arabella bercerita dengan menggebu-gebu. Dia mengambil nafas sejenak sambil menunggu reaksiku.
"Aku sudah tau." Kataku datar.
"What?! Kamu udah tau? Dia yang cerita sendiri?" Arabella terkejut.
"Enggak. Dia enggak cerita apa-apa. Aku belum tau kerjaan atau latar belakang keluarganya. Tapi dia antar aku pakai mobil mewah. Dia bilang itu punya ayahnya. Aku sudah menduga Pasti dia anak orang kaya."
"Dan kamu masih tenang-tenang saja disini?" Dia mengangkat tangannya seolah bertanya kenapa.
"Ya aku disini. Kamu pikir aku harus lari-lari di jalan sambil salto?"
"Oh my... Dia tampan, single dan kaya. Dia itu seperti pengeran sempurna di kehidupan nyata. Pasti sudah banyak Wanita yang mengantri pengin jadi pacarnya. Kejar dia Jessie. Atau jangan nangis kalau aku tikung kamu." Arabella memang sudah tidak beres.
"Tikung saja, tapi hati-hati disetiap tikungan pasti ada polisi lalu lintas. Sudah pernah kena tilang?" Kataku sambil terkikik.
"Ah kamu payah Jess, padahal aku serius." Dia mendengus kesal.
"Oh ya Rachel kemana?" Tanya ku.
"O iya. Kemana dia ya? Tadi pagi aku jalan sama dia di Mall, Tapi waktu kelas Grafika dia enggak ada." Papar Arabella.
Aku sudah tidak banyak SKS lagi saat ini. Berbeda dengan Rachel dan Arabella yang masih harus mengulang beberapa mata kuliah. Maka dari itu aku sudah tidak pernah satu kelas lagi dengan mereka.
"Apa dia sakit?" Tanyaku khawatir. Biasanya kita selalu bertiga. Jarang-jarang Rachel menghilang tanpa beri kabar dulu pada kami.
"Sepertinya sih begitu. Waktu di mall juga dia banyak diam." Kata Arabella. Dia membetulkan poni dan lipbalm nya sambil berkaca pada kamera depan handphone nya.
Aku melirik jam tanganku. Sudah jam lima sore. Aku punya banyak waktu untuk menyusun kembali tugas-tugas akhirku sebelum aku bersiap kerja pada shif ke tiga jam sebelas malam. Dan besok akan menjadi hari yang berat karena dosen pembimbingku, Mr.Hajime ingin melihat kemajuan skripsiku tepat jam delapan pagi. Yang artinya pulang dari Yo Store aku langsung ke kampus. Indah sekali kedengarannya.
"Aku harus pulang, nanti malam aku harus kerja." Kataku sambil berdiri dari tempat duduku.
"Oke, aku juga mau pulang, oh hey, aku enggak liat motormu?" Tanya Arabella.
"Sudah kujual." Jawabku ringan.
Ya benar, memang sudah aku jual untuk bayar sewa kost bulan ini. Dan tentu saja untuk aku makan sehari-hari dan biaya ini itu.
Hening sejenak. Aku lihat arabella mengehela nafas. Aku tau dia mengerti kenapa aku menjual motor itu.
"Owh Jessie,," Arabella menatapku iba.
Aku benci tatapan yang seperti itu. Aku bukan pengemis atau gelandangan. Aku hanya sedikit kesulitan ekonomi sekarang, tapi ini sementara. Liat nanti saat aku gajian.
"Sudahlah, jangan berlebihan." Aku meninggalkan dia yang masih mematung. "Lagi pula angkutan umum disini lebih nyaman dari civic tua sialan itu" Lanjutku tanpa melihat lagi kebelakang.
"Jangan hina mobilku, Dia bisa tersinggung. Dan kalau cevi sudah tersinggung dia harus masuk bengkel lagi nanti." Arabella berteriak dari belakang.
What? Cevi? Aku terkikik mendengar mobil civic tuanya punya nama sambil kembali berjalan memunggunginya. Aku dan dia menuju arah yang berlawanan. Aku menuju gerbang sedangkan dia menuju tempat parkir. Dimana si mobil yang sering masuk bengkel itu berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Love (Sudah di terbitkan)
RomanceAku Jessie. Hidup dengan ayah dan kakak yang tidak berguna. Berjuang sendiri untuk kelulusan Kuliahku. Semuanya suram sampai aku bertemu dengan nya. Si Laki-laki tampan yang mobilnya kena baret olehku. Hidupku indah dengannya sampai aku mengetahui r...