Bumi Bunga Bulan

235 5 1
                                    



"I could not tell you if I loved you the first moment I saw you, or if it was the second or third or fourth. But I remember the first moment I looked at you walking toward me and realized that somehow the rest of the world seemed to vanish when I was with you."
― Cassandra Clare, Clockwork Prince



Angin musim semi mengayunkan beberapa helai rambut ravennya. Seorang pemuda bermata onyx terengah-engah sambil meratapi gerbang sekolah yang sudah ditutup. Dia menatap jam tangannya, pukul 09.05, dan lima menit keterlambatan sebelumnya tidak pernah membuatnya berdiri di depan gerbang SMA Konohagure. Dia mengatur nafasnya sambil memegang kedua lututnya. Suara derapan lain terdengar dari arah kanannya. Dia mencoba melihat kearah suara. Seorang gadis berambut indigo tergopoh-gopoh menghampiri pintu gerbang. Helaan nafas panjang terdengar. "Hosh—hosh—hosh," dia mengatur nafasnya "terlambat di upacara penyambutan," dia bergumam sendiri.

Pemuda bermata onyx menatapnya dengan alis terangkat. Dia menatap heran kelakuan gadis berambut indigo bergaya ponytail dengan kacamatanya yang cukup tebal. Gadis itu mencoba memanjat pagar sambil sesekali membenarkan kacamatanya yang melorot. "H—Hei."

Gadis itu terlonjak. Menatap kanan kiri mencari sumber suara hingga berakhir dengan bertemu tatap dengan mata lelaki yang berada tak jauh di belakangnya. "Kyaaa. S—Sejak kapan kau disitu?" gadis itu menunjuk pemuda rambut hitam di depannya dengan mimik kaget seakan melihat setan.

Pemuda berambut raven mendengus. "Tidak sopan," dia berujar datar. "Ikut aku," dia berjalan mendahului sang gadis. Beberapa langkah dan dia terhenti, melihat sang gadis berambut indigo yang masih mematung."Apa kau tak melihat bahwa aku memakai seragam yang sama denganmu, gadis aneh?"

"Apa kau tak melihat bahwa aku memakai seragam yang sama denganmu, gadis aneh?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sang gadis menatap tak suka. "A—aku mengikutimu karena aku tidak ingin debut pertamaku di SMA gagal!" dia menyilangkan tangannya dengan angkuh dan berjalan menuju pemuda berambut hitam. "Ingat itu," dia mengoceh lagi, "Ini karena keadaan, kau mengerti?"

Pemuda itu hanya mendecih.

.

Dan mereka berdua berakhir di depan tembok beton yang dibaliknya terdapat bunga sakura yang sedang berguguran. Beberapa menit yang lalu, sang pemuda memberikan usul agar sang gadis menaiki punggungnya agar bisa memasuki sekolah. Dan setelah sedikit berdebat soal bagaimana bila pemuda itu hanya modus agar melihat celana dalamnya, sang gadis kalah dan tak ada pilihan lain selain masuk ke gedung sekolah karena sudah telat hampir dua puluh menit. Sang gadis harus menahan temperamennya saat pemuda di bawahnya mengeluh soal berat badannya. "Ini idemu, jadi berhentilah mengeluh," gadis itu bergumam.

Dan setelah pemuda itu sampai di depan dan sang gadis menapakkan tanahnya yang penuh dengan kelopak sakura, sang gadis tidak bisa menahan temperamennya lagi saat sang pemuda berujar,"Violet. Aku melihatnya saat kau mencoba memanjat pagar tadi. Kupikir kau harus tahu itu. Aku benar-benar tak melihatnya saat menjunjungmu keatas."

Bumi Bunga BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang