Part 26

103 8 59
                                    

Author Pov,-

"Cut! Aduh.. yang konsen dong! Kalau gini terus kapan kelarnya?" Pria gemuk berkumis itu mengomel dengan mengibas-ngibaskan lembaran naskah ke udara, sedangkan pemuda di depannya hanya merunduk pasrah.

Hari pertama di lokasi syuting, kenapa harus hari ini. Syuting yang harusnya di lakukan bulan depan, mendadak di majukan. Kalau bukan karena sudah tanda tangan kontrak, dia pasti sudah menolaknya.

"Udah deh, kita break aja dulu. Puyeng lama-lama. Setelah ini, kamu harus lebih serius. Aranya?" Bentak pria gemuk itu pada pria muda di depannya.

"Ne, chusonghamnida!" (*Baik, saya minta maaf!). Ujar pria muda itu seraya sedikit membungkuk.

"Ax, sekitar satu jam lagi kita syuting kembali. Kamu istirahat, jangan sampai kenak semprot Sutradara Park lagi." Sam Dong mengingatkan. Dia khawatir karir Arga di dunia akting hancur, bahkan sebelum merangkak masuk.

Arga berjalan lemas, hari sudah mulai sore. Sampai sekarang dia belum mendengar kabar apapun dari Swan. Dia sama sekali tidak bisa konsentrasi dalam segala hal, yang di pikirkannya kini hanya Swan.

Apa kabar Swanku? Apa dia lebih memilih Woo Bin daripada aku? Kenapa sama sekali gak ada kabar?

Segala jenis pertanyaan menghantui pikirannya. Arga duduk lemas di tangga dekat lokasi syutingnya. Dia merogoh kantung celana hitamnya, mengambil handphone hitam kesayangannya.

Dengan sedikit gemetar Arga mencari nama Swan di daftar kontaknya. Tertera nama 'Nae Swan' (#Swan-Ku) dengan emoticon love di belakangnya. Arga tersenyum melihat tulisan yang di buatnya sendiri.

Susah payah Arga menguatkan tekatnya, mencoba mendekatkan ibu jarinya ke nama Swan di kontaknya. Tinggal sedikit lagi jarinya menyentuh kontak Swan, tapi telpon masuk mengurungkan niatnya.

Mata Arga melebar sekatika. Foto Swan menghiasi layar panggilan masuk, nama Nae Swan terpampang indah di ujung bagian kiri.

Meski dengan tangan bergetar secepat mungkin Arga menggeser tombol hijau ke kanan. Meletakkan handphon ke telinga kanannya.

"Ga...hiks..." mendengar namanya di panggil dengan suara Swan yang bergetar. Bahkan di iringi isakan di ujung panggilannya, membuat air mata lolos keluar begitu saja. Berbagai macam dugaan menghantui pikirannya.

Arga Pov,-

Swan menelponku, lalu ku dengar dia menangis. Menurutmu apa yang ku pikirkan setelah itu...

Apa mungkin dia merasa bersalah karena tidak bisa memilihku?.
Apa mungkin dia merasa terlalu banyak hutang budi dan tidak bisa meninggalkannya?
Apa mungkin.. apa mungkin...

"Kita harus ketemu.." ucapnya, membuyarkan berbagai macam pertanyaan di otakku. Aku hanya bisa menangis, lagi. Aku tidak takut di bilang cengeng, terkadang menangis itu perlu.

Kata orang, laki-laki gak boleh nangis dan pertanyaanku adalah, kenapa?.
Kenapa laki-laki gak boleh nangis?. Kami juga bisa merasakan sakit seperti kaum wanita. Menurutku, salah besar kalau ada yang menganggap menangis adalah ciri-ciri orang yang lemah.

"Dimana?" Tanyaku di sela tangisku yang mencekat di tenggorokan.

"Disini!" Aku mengerutkan keningku. Apa maksudnya bertemu disini? Disini dimana?.

Tapi pertanyaan itu melebur begitu saja saat aku melihat seseorang yang kini tengah tersenyum padaku. Gaun putihnya berkibar kecil di terpa angin sore.

Aku yang duduk di atas tangga, melihatnya berdiri di bawahku. Meskipun sedikit jauh, dan dia nampak lebih kecil, aku masih bisa melihat dengan sangat jelas senyumnya, senyum yang sangat sangat ku rindukan.

Aku tertegun di tempatku. Menatapnya dengan tubuh yang beku.

"Hai Bocah.. dasar cengeng, kamu nangis ya?" Ejeknya, membuatku tersenyum di sela air mataku. Aku berdiri, lalu bergegas turun ke bawah. Berlari menapaki setiap tangga yang terasa sangat banyak bagiku.

Ku raih tubuhnya ke dalam pelukku. Merangkulnya erat, sangat erat, seolah dia bisa menghilang jika ku renggangkan.

"Kenapa sangat lama? Aku hampir mati gemetar menunggumu." Samar-samar ku dengar dia tersenyum. Menepuk-nepuk punggungku dengan telapak tangannya yang kecil.

"Hah... Aktor tampanku hampir saja mati. Untung aku lekas datang. Kalau terlambat dikit aja, aku pasti sudah menyusulmu mati. Fansmu tidak akan membiarkanku hidup, wahahahaha." Ocehnya membual. Itu sama sekali gak lucu. Tapi, bagaimanapun juga aku bersyukur dia kembali.

Ku lepas pelukanku. Menggenggam erat kedua sisi lengannya. "Woo Bin?" Tanyaku akhirnya, sedikit cemas saat menanyakannya.

"Sangat buruk. Tuhan pasti menghukumku karena menyakitinya." Aku sangat tau, cinta itu terlukis jelas di mata Woo Bin. Andai saja gadis itu bukan Swan, mungkin aku tidak akan seegois ini. Seperti dia, aku juga tidak bisa hidup tanpa Swan. Seperti dia, Swan adalah seseorang yang paling berharga dalam hidupku. Seperti dia, aku tetap mencintai Swan meskipun terkadang terasa sakit.

####

Aku menyelesaikan syutingku dengan penuh semangat. Swan duduk di samping Sutradara, dia terus saja tersenyum.

Desiran di dadaku, benar-benar tidak dapat ku artikan. Aku mencintainya Tuhan, ku harap senyum ini tidak akan pernah luntur. Sekarang dan selamanya, selalu begini.

"Ayo pulang!" Ku raih tangannya. Menggenggamnya erat dalam satu kepalan tanganku. Tangannya terasa begitu kecil dalam genggamanku.

"Sejak kapan Aktor gandeng pengurusnya?" Sindir Sam Dong, melirik tangan kami sinis.

"Kalian pacaran ya? Kapan jadiannya?" Kali ini si Sutradara gendut ikut menimbrung.

"Dia bukan pacarku kok." Jawabku dengan seulas senyum. Swan menoleh padaku, dahinya berkerut, lucu sekali.

"Dia bukan pacarku, tapi calon istriku." Sambungku, mengatakan itu dengan menatap kedua mata gadis di sampingku. Wajah yang semula masam, kini berubah menjadi semu.

Semua orang disana menatap tak percaya pada kami. Aku hanya bisa tersenyum menatap ekspresi mereka. Hari ini, benar-benar hari yang indah, bukan?

"Pakai ini!" Ku serahkan helm merah bermotif kumbang padanya. Dia mengernyit.

"Untuk apa?" Tanyanya sambil membolak-balik helm yang ku beri.

"Ya buat kamu pakelah. Masa iya buat di pelototin doang." Aku berdecak.

"Emangnya sejak kapan naik mobil harus pake helm?" Lihat, betapa bodohnya gadis yang baru saja ku bilang calon istriku ini.

"Astaga Swan. Kodok ketawa kalau kita naik mobil pake helm." Dengan menggelengkan kepala aku berjalan ke sebuah motor Ninja hitam. Gadisku ini, membuatku dengan sangat terpaksa harus memforsir otakku untuk bekerja lebih keras.

"Kita naik ini!" Ucapku, menepuk-nepuk bagian depan motorku. Ini motor kesayanganku. Cuma selama di Korea sama sekali belum sempat ku pakai. Swan ber-Oh ria sambil mengangguk-ngangguk tanda dia sudah mengerti maksud dari kedatangan si Miss helm di tangannya.

Jalanan begitu lenggang sore ini, sepi, sampai membuat jalan ini terlihat sangat panjang. Motorku melaju dengan gesit. Menembus angin musim gugur yang menyapu kulitku. Kelopak bunga bertebaran di sekitar kami. Seperti membelah jutaan tebaran bunga. Benar-benar indah.

Tangan Swan melingkar erat di pinggangku. Tubuhnya bersandar di punggungku. Tersenyum dengan mata yang terpejam. Menikmati hebusan angin dan belaian kelopak bunga yang terkadang menerpa wajahnya.

Woo Bin..
Maaf, kalau aku hadir di antara kalian. Kembali dari masalalunya, membawanya pergi darimu.
Maaf, membuatmu kehilangan seseorang yang paling berharga.
Maaf, membuatmu sendiri, dan kesepian.
Aku berdoa untukmu. Semoga kelak, di kehidupan selanjutnya. Kau akan bertemu Swan terlebih dulu dan saat itu terjadi, aku akan mengalah padamu. Seperti yang kau lakukan saat ini.
Jinsim-eulo sagawa, Kim Woo Bin #setulus hati aku minta maaf, Kim Woo Bin.

Readers...
Maaf ya part ini kacau banget, iya kan? iya kan?
Aku masih kepikiran Part Kemarin, takut part ini fell-nya gak dapet.

Yah gimanapun juga semoga kalian suka ...

Happy Reading All....

Jember, 27 November 2016

Take Cover Me 🌸 Complite 🌸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang