Bab 1

34 4 0
                                    

"Yang benar kalau jalan!" Ujar paman yang barusan hampir menabrakku itu. Itu merupakan salah satu kalimat bodoh yang bisa diucapkan dalam situasi seperti ini. Aku sudah berjalan kaki selama lebih dari 16 tahun, mana mungkin aku bisa salah dalam melakukan hal ini? Kalau dia berkata "Hati hati kalau jalan!" Pasti aku lebih terima. Karena memang kalimat itu lebih masuk akal dan lebih terdengar benar.

Apalah yang bisa diharapkan oleh seorang anak laki-laki sma lemah dan cupu ini selain berjalan pulang sekolah dengan tenang? Permintaan sekecil itupun hari ini berhasil dipupuskan oleh seorang paman yang beraninya memaki sambil kabur. Jika aku tidak bisa mendapatkan hidup yang luar biasa, tolong jangan berikan aku hidup yang menyebalkan.

Orang orang menganggap hidupku biasa saja, sederhana, standard, tidak lebih tidak kurang. Aku menganggap hidupku menyebalkan. Aku tahu sebagian orang yang hidupnya kekurangan mungkin berharap memiliki hidup sepertiku, berkecukupan dalam hal memenuhi kebutuhan primer. Aku tidak bisa menyalahkan mereka juga, aku jika jadi mereka mungkin akan berharap sesuatu yg sama. Namun terus terusan berada dalam kehidupan yang menjengkalkan ini membuatku mulai berharap memiliki hidup seperti mereka. Setidaknya bila seperti itu aku akan lebih bisa merasakan getirnya kehidupan. Tidak seperti ini, hanya merasakan kecut dan ampas ampas kehidupan.

Aku membuka sepatu sekolahku dan masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum" pintaku.
"Anakkuu, anakku sudah pulang ternyata."
Aku masuk ke dalam kamarku dan menutup pintu kamarku.
"Kalau orang tua nyambut tuh di jawab!" Teriak suara yang sama dengan suara yang tadi.
"Ya aku harus jawab apaa!? Ibu kan ngomong gitu setiap hari! Emangnya ibu kalau masuk indomaret ngejawab sambutan mbak-mbak kasirnya!?" Balasku teriak.
"Baguss! Menjawab saja terus!"
"Makanya kalau orang gak ada salah jangan diomelin!"
"Memang kau lah anak paling benar di dunia ini!"
"Amiin!"
"Baguss! Menjawab saja terus!"
Ibuku terus mengulang-ulang perkataannya dan melanjutkan omelannya, aku memilih untuk berbaring dan mencoba tertidur.

Beberapa menit aku memejamkan mataku, namun masih belum bisa tertidur. Akhirnya aku memilih untuk bangun dan melakukan sholat zuhur sebelum Ibu mengomel. Kemarin dia mengatakan bahwa dia cuma minta aku untuk sholat lima waktu tanpa ada yang tertinggal. Aku merekamnya kali ini, jadi aku punya bukti yang kuat kalau dia mulai ngomel lagi soal yang lain-lain.

Kehidupanku sehari-hari dirumah selalu seperti ini. Ibuku selalu mengomeliku atas sesuatu yang tidak penting atau atas sesuatu yang bahkan aku tidak tahu dimana letak kesalahannya. Dan pada akhirnya kami berakhir bertengkar satu sama lain.

Buku buku berserakan di meja belajarku. Aku mencoba membaca apapun yang bisa dibaca. Ini adalah salah satu cara ampuhku kalau tidak bisa tidur, biarkan buku yang menidurkanmu. Tapi anehnya, kalau aku berniat untuk tidur dengan membaca buku, aku malah tidak bisa tidur. Sedangkan bila niatku benar benar belajar, aku malah tertidur. Dan disinilah aku, sudah dua jam sejak aku membuka buku, aku malah jadi tertarik dengan pelajaran yang kubaca, bukannya makin mengantuk. Yah apa boleh buat, hari ini aku harus rela tidak melakukan tidur siang favoritku. Toh aku dapat ilmu juga sebagai bonusnya.

Pintu kamarku tiba tiba terbuka, terlihat ibuku mengintip dari sana. Dia melihatku duduk di depan meja belajar. Kemudian menutup pintunya lagi. Aku harus bersiap-siap.
"Bagus kali kau ya Andri jadi anak! Gak sholat-sholat!" Omel ibuku dari luar kamar.
"Udah sholat loh bu!"
"Yaudah kau kerjain lah apa yang bisa dikerjain di rumah ini daripada duduk gak jelas disitu!"
"Astaga aku belajar loh buu!"
"Belajar apaan, daritadi megang hape gitu kok!"
"Aku megang hape karena mau ngasih tunjuk ini nih sama ibu, dengerin nih!"
Aku membuka salah satu file rekaman suara di hapeku dan memutarnya menggunakan speaker.
"Kalau ada yang bisa kuminta dari kamu, cuma satu nya permintaanku. Rajin sholat aja kamu nak, jangan ada yg tinggal, itu aja udah puas kali aku kok gak perlu lagi aku yg lain lain." Keluar dari speaker itu.
"Tuh! Ha! Udah sholat aku tadi, udah puas kan? Apa lagi yg dipermasalahkan!?" Sambutku.
"Loh kok lucu? Sholat kan kewajibanmu, gak perlu ibu ngomong gitu memang harus kamu laksanakan."
Aku memilih file rekaman suara yg lain dan memutarnya.
"Kalau ada yang bisa kuminta dari kamu, cuma satu nya permintaanku. Belajar aja kamu yang rajin nak, jangan banyak main-main, itu aja udah puas kali aku kok gak perlu lagi aku yg lain lain."
"Udah kan? Aku lagi belajar ini, mencoba menjadi seperti yang ibu inginkan."
"Halah kamu belajar ngeles mah yang ada."
"Udahlah bu ah jangan plin plan! Aku mau belajar ini, tolong dong! Butuh ketenangan biar fokus!"
Setelah itu ibuku diam dan melanjutkan pekerjaannya. Kelihatannya kali ini aku berhasil menang. Salah ibu sendiri kenapa plin plan dan selalu mengucapkan hal hal yang berlawanan dengan perkataan sebelumnya.

ImigranWhere stories live. Discover now