Part 7

2.2K 227 25
                                    

"Kemaren lo pulang kuliah sama siapa, Del?"

Pertanyaan yang barusan dilontarkan Asyara membuatku menghentikan pergerakanku yang sedang merapikan peralatan ke dalam tas. Apakah Asyara tahu kalau akhir-akhir ini aku sedang dekat dengan seseorang?

Refleks, aku mengigit bibirku tanpa berani melihat ke arahnya. Namun kurasakan pergerakan dari bangkunya, menggeser lebih dekat ke arahku.

"Lagi deket sama orang ya? Parah banget sih Del, lo nggak pernah cerita-cerita ke gue masalah ginian," dumelnya, sambil memasukkan binder ke dalam tas dengan kasar.

Aku memerhatikannya, mengerjap beberapa kali, sambil berpikir kalimat apa yang pas untuk kujelaskan pada Asyara agar dia tidak tersinggung karena ini memang kesalahanku yang tidak terbuka dengannya. Karena sepertinya, tanpa sadar aku sudah terlanjur tenggelam dengan Senja hingga lupa dengan Asyara.

"Lo tau dari mana soal itu?"

Asyara berdecak, dia memiringkan tubuhnya lebih menghadapku. "Tuh kan, masa gue harus denger gosip dulu dari orang lain sih, Del, baru gue tau tentang keadaan temen gue sendiri? Lo masih ngganggep gue temen lo nggak sih?"

Astaga! Asyara ini apa-apaan sih?! Kenapa dia harus mempermasalahkan hal sekecil ini, sampai pertanyaan kasar itu sangat menohokku.

"Apaan sih Sya, bisa-bisanya lo ngomong kayak gitu. Emang belum waktunya aja buat gue cerita."

Asyara mengangguk pelan, sambil menatap mataku dalam, seolah mencari celah dari jawabanku. "Udah dari kapan lo deket sama Senja Rahardian, anak fakultas permusikan?"

Deg!

Sarkas banget sih Asyara hari ini. Dia sepertinya sudah tahu sebagian mengenai aku dan Senja.

Iya, aku mengaku salah, aku memang salah, dan aku sudah sepantasnya disarkasin seperti itu olehnya. Tapi entahlah, rasanya ada yang mengganjal dan cukup sesak di dada ketika Asyara yang mengatakan kalimat sarkas itu.

Ini Asyara loh, bukan orang lain. Ini Asyara loh, orang yang maju paling depan saat Bagas--seseorang dari masa laluku dulu pernah menyakitiku dan menganggap perasaanku tidak penting. Ini Asyara loh, teman dari jaman OSPEK yang paling pengertian masalah percintaan maupun tugas kuliah.

Dan hanya karena hal sepele 'aku sedang dekat dengan siapa', membuat Asyara jadi merasa diabaikan olehku.

Astaga Tuhan, aku hampir saja menyia-nyiakan anugerah yang engkau kirimkan dalam bentuk teman seperti Asyara!

"Sarkas banget sih, Sya!"

Dia hanya memutar kedua bola matanya, enggan menanggapi ucapanku.

"Udah dua mingguan lebih kayaknya sih," sahutku pada akhirnya.

"Dan gue baru tau? Itu pun dari orang lain? Lo tuh ya parah banget, Del!"

Aku menghela napas kasar, iya aku tahu aku salah, tapi ... "Siapa sih yang ngasih tau tentang hal itu ke elo?"

"Fikar," sahutnya singkat, sambil membuka bungkusan permen karet dan memasukkan permennya ke mulut.

"Darimana dia tau?"

Asyara tampak menghela napas jengah. "Dia temen gue dari jaman masih suka nangis kalo disuntik, kalo aja lo lupa! Dan Senja Rahadian itu temennya Fikar, temen gue juga. Jadi lo nggak bisa ngumpetin hal penting kayak gini dari gue."

Aku membulatkan mataku. Iya, benar apa yang dikatakan Asyara, aku lupa kalau Fikar—salah seorang teman satu fakultasku, adalah teman Asyara sejak SD. Dan satu hal lagi yang cukup membuatku terkejut dari ucapannya barusan adalah, Senja juga berteman dengan Asyara sejak dulu. Dan aku tak tahu apapun tentang itu kalau saja Asyara tidak bilang.

Seindah SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang