Kembali

121 5 0
                                    

Aku kembali mengetuk pintu rumah itu, walau kini agak keras, aku tak peduli lagi dengan sopan santun. Kumohon, tolonglah aku, pintaku dalam hati. Kemudian terdengar suara langkah kaki dari dalam. "Siapa? Ada perlu apa?" terdengar suara seorang wanita dari dalam rumah. "Anu,, Bu,, bisa tolong buka pintunya? Saya mau minta tolong." jawabku memelas. Kulihat sedikit bagian tirai di jendela tersingkap, ia sedang memperhatikanku. "Tolong saya Bu." aku memohon lagi. Kemudian, ia membuka pintu. "Kenapa kamu nak?" tanyanya. "Saya dikejar-kejar orang jahat Bu, boleh saya tinggal di sini, hanya sampai fajar datang." pintaku. Ia terdiam sambil berpikir, kemudian berkata "Masuklah." Ia menyuruhku masuk, dan kemudian menutup & mengunci pintunya. "Orang jahat seperti apa yang mengejarmu nak?" tanya wanita itu. Wanita itu berperawakan agak tambun, dengan keriput yang sudah menghiasi wajahnya di sana-sini. Rambutnya yang digelung ke belakang mengingatkanku akan gaya wanita-wanita khas pedesaan. "Mereka mau membunuh saya Bu. Saya janji setelah pagi menjelang saya akan segera pergi."jawabku masih separuh ketakutan. "Ya, ya, bersihkan dulu badanmu sana di kamar mandi. Nanti saya ambilkan baju ganti." ujarnya. Tanpa membantah, aku segera berjalan menuju kamar mandi, tak lama kudengar ponsel miliknya berbunyi. Apakah ia biasa menerima panggilan telepon dini hari seperti ini? Atau hanya alarm? Ah, entahlah, toh bukan urusanku juga.

 Apakah ia biasa menerima panggilan telepon dini hari seperti ini? Atau hanya alarm? Ah, entahlah, toh bukan urusanku juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selesai mandi, aku sudah disiapkan baju ganti, ukurannya pas untuk tubuhku. Aneh. Apa dia juga punya anak seumuran denganku? Tapi sedari tadi aku tak melihatnya, atau mungkin ia tidur dan tak terbangun hingga aku masuk tadi? "Bajunya pas Bu. Terima kasih." ujarku berterima kasih. "Iya, itu baju anak Ibu, seumuran sama kamu." jawabnya. "Dia masih tidur Bu?" tanyaku. "Gak, barusan tadi dia telepon. Nanti dia mau ke sini jemput kamu. Kamu sih, kabur-kaburan begitu." jawabnya santai. Aku terkesiap mendengar jawabannya. Apa maksudnya? "Maksud Ibu?"tanyaku. "Iya, kamu kenal toh sama anak Ibu? Melissa. Mbok yo kamu harusnya ngerti, ini semua kan demi kebaikan yang lebih besar, kebaikan bersama. Seenaknya bilang anak Ibu orang jahat. Kamu yang jahat nak, berkorban demi orang lain koq ga bisa." ia terus mengoceh sambil matanya berkilat-kilat. Ya ampun apa-apaan ini? Baru semenit yang lalu aku merasa sudah aman, namun sedetik berikutnya aku kembali masuk ke kandang singa. "Bu, biar bagaimana pun tindakannya ga patut dibenarkan. Itu juga termasuk pembunuhan!" aku semakin ketakutan. "Tahu apa nak? Melissa anak ibu satu-satunya, harapan ibu. Kalau sampai terjadi apa-apa sama dia, ini semua gara-gara kamu lho." matanya mulai melotot marah. Aku harus mencari cara untuk kabur dari sini. Tapi pintu depan terkunci, dan pasti ia sudah memperhitungkannya untuk menyembunyikan kunci itu. Mataku beralih ke jendela, namun hasilnya nihil. Jendela itu berteralis, aku tak akan bisa keluar walau memecahkannya.

Terdengar ketukan di pintu. "Bu,,Ibu sayang,, ini Melissa. Tolong bukakan pintunya. " terdengar suara Melissa di balik pintu. "Sebentar sayang." jawab ibunya. Ia segera merogoh sakunya untuk mengambil kunci. Jadi aku hanya punya satu kesempatan saat ia membuka pintu untuk Melissa. Tapi kesempatan itu sangat kecil, belum lagi aku tak tahu Melissa datang bersama siapa saja. Jika mereka datang beramai-rama, maka habislah aku saat mencoba melarikan diri ke luar. Tapi hanya itu satu-satunya kesempatanku. Mungkin saja di rumah ini terdapat pintu belakang, tapi bagaiaman aku bisa yakin? Jika aku mencoba-coba pergi ke belakang namun tak menemukan pintu, itu berarti aku terjebak. Malah mungkin mereka akan lebih marah karena tahu aku mencoba kabur. Pilihan yang sulit. Tapi jika aku mencoba menerobos kerumunan di pintu depan, mungkin selama sepersekian detik, mereka masih lengah & aku bisa kabur. Walau kemungkinannya sama-sama tipis. Apa yang harus kulakukan? Aku harus berpikir cepat.


Hitam PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang