Part 15

762 20 0
                                    

Daniel Pov

Sungguh rasanya nyawa ku mau hilang saat melihat kondisi Laura, yang lemah di tempat tidur. Dokter memang sudah memeriksanya dan mengatakan dia kelelahan sehingga tekanan darahnya rendah, mungkin juga ada faktor stress. Tapi aku belum bisa tenang jika dia belum sadar.

Aku terus mengajaknya berbicara, berharap dia mendengar dan bangun.

Yang membuat aku lebih pusing adalah telpon yang ku dapat dari pengacara Alm. Om wijaya.

Surat wasiat Om wijaya.

Menikah dengan Laura

Jujur ada rasa senang yang sulit diungkapkan, ini adalah cara untuk aku bisa dengan dengan Laura-ku tapi apakah dia setuju. Aku yakin sekali dia akan menolaknya. Sikap keras kepalanya yang kadang membuatku lelah.

Lihat kan keras kepalanya sangat susah di kontrol, aku senang dia sudah sadar, tapi dia ingin langsung pulang. Apa dia sudah Gila, dia baru sadar dan mau pulang. Dia harusnya beristirahat sebentar.

"Kamu mau kemana?" tanya ku

"Laura, kamu lagi sakit" aku menahannya saat dia mengangkat tasnya

"Lepaskan" bentak ku

"Aku sedang tidak ingin bertengkar. Beristirahatlah sebentar kamu sudah pingsan dalam jangka waktu yang lama." jelasku sudah berusaha kali menahan amarahku

"aku harus pulang, karena sudah terlalu meninggalkan keluargaku" jelasnya santai sambil memasang kacamata hitamnya

"Tapii..."

"kamu lupa saat ini, aku adalah kepala keluarga ku sejak papa ku..." dia memotong perkataanku
L
"baiklah, biar aku mengantarmu pulang" aku mencoba mengalah

"Heyyy aap yang kau lakukan"Aku menggendongnya agar dia tidak lelah dia butuh banyak istirahat. Namun dia meronta berusaha turun

"Diam atau kamu ku cium" ucapku agar dia diam, tapi lucu dia menutup mulutnya. Rasanya aku ingin segera menciumnya.

Sekarang kami sudah ada di dalam mobil, tapi sepanjang jalan dia mengalihkan pandangannya keluar jendela.

"Aku lebih baik dari pemandangan luar, yang hanya jalan dan kendaraan" ucapku sebal di cueki seperti ini.

Dia hanya diam membisu

"Besok tidak perlu masuk kantor." perintahku, aku paham sekali dia akan memaksa krrja esok

"Aku enggak mau, pekerjaan ku banyak"

"Kamu harus mendengarkan aku "tegas ku, aku tidak ingin di bantah

"Aku enggak mau, kamu bukan siapa-siapaku, pacar bukan, kakak bukan, sahabat juga bukan. Kita tidak ada hubungan apa-apa" deg kenapa ini menyakitkan. Aku tidak terima. Bukan sahabat kapan kami mengakhiri persahabatan kami. Dia yang pergi tanpa kabar.

"Aku memang bukan pacar dan sahabat kamu La, tapi aku adalah calon suami kamu" cetus ku, awalnya aku ingin membicarakan ini terlebih dahulu kepada Mamanya Laura

"Kamu gila, kamu kira aku mau jadi istri kedua, kalau kamu mau memperbanyak istri, cari saja wanita sinting yang mau menjadi istrimu" marahnya. Dia terlihat marah sekali.

"Kamu memang akan menjadi istri ke dua ku La, tapi istri ku cuma kamu, tidak ada yang lain. Dan aku bukan mau memperbanyak istri" tegas ku, aku tidak ingin dia salah faham.

"Enggak, pokoknya aku enggak mau, aku udah punya kekasih, dan aku hanya akan menikah dengannya" Tegasnya. Aku juga sudah tahu dia memiliki kekasih, tapi aku tidak suka kekasihnya.

"Cukup La, harusnya kamu menghargai keputusan ini, ini keinginan Alm. Papa kamu."

Dua terdiam

"Bersikap lah lebih dewasa, jika kamu ingin perusahaan papa kamu tidak beralih ke orang lain, kamu harus menikah dengan ku" aku tidak ingin melepasnya lagi, aku tidak kehilangannya

Dia hanya diam sepanjang perjalanan.

"Sudah sampai, besok jangan ke kantor berisirahatlah dirumah. Besok malam pengacara Alm. Papa akan datang. Keluarga ku dan keluarga mu akan berkumpul besok malam" aku membantunya melepaskan safetybealt.

Dia diam dan membuka pintu.

Aku menahannya

Cup. Aku mencium keningnya, aku ingin dia mengerti posisiku.

"Jangan terlalu di pikirkan. Tidur lah, dan mimpi indah." bisikku, aku ingin dia tenang dan beristirahat

Dia hanya diam dan berjalan menuju rumah.

Aku tahu dia pasti sangat terluka dengan keadaan ini. Tapi aku hanya ingin membantunya.

Sesampai dirumah, aku melihat Papa, sejak kapan papa sudah pulang? Bingungku.

"Pa"Panggilku

"Maaf papa telat datang, papa tidak menyangka Om wijaya, akan secepat ini" Papa terlihat sedih.

"Sudah jalan ceritanya seperti ini, papa sudah ke makam om wijaya?" Tanya ku duduk di sebelah mama.

"Sudah, papa juga sudah tahu mengenai wasiat Om wijaya, papa ingin kamu menikah dengan Laura, kamu tahu kan bagaimana kondisi keluarga Om wijaya, jika kamu tidak akan menikah maka perusahaan Om Wijaya akan menjadi rebutan oleh adik-adiknya, memang perusahaan itu adalah perusahaan keluarga mereka, namun saat perusahaan itu bangkrut hanya om Wijaya lah yang berjuang sendiri, siang dan malam. Perusahaan adalah bagian hidup Om Wijaya, bahkan mungjin dia lebih banyak menghabiskan dirinya di Perusahaan. Dulu Om Wijaya memang telah berencana menikah Laura dengan mu dan Papa menyetujuinya, namun ternyata kamu memiliki pilihan sendiri. Papa ingin sekali melarang mu menikah saat itu, tapi Om Wijaya melarang, dia bilang tidak baik memaksa kehendak. Dia takut jika terlalu memaksa akan menyakiti Laura dan Kamu." Jelas Papa panjang lebar, jujur aku tidak menyangka semua ini. Banyak hal yang tidak aku pahami.

"Papa tidak masalah jika kamu ingin memimpin perusahaan Om Wijaya, Perusahaan kita masih ada adik kamu, tahun depan dia sudah selesai kuliahnya. Dia bisa mulai memimpin perusahaan kita." Papa tersenyum melihat ku.

"Tapi,..."

"Papa tahu kamu masih sangat mencintai Alm. Istrimu, tapi coba lah membuka hati dengan Laura, bukan kan kalian begitu dekat, pasti tidak sulit untuk membuatnya menjadi cinta, papa rasa mungkin rasa cinta itu ada hanya tertutup dengan yang namanya persahabatan"

Kenapa perkataan papa begitu terkena di hati, apa mungkin? Tapi Surat itu, yang mengatakan Laura mencintaiku, apakah benar? Lalu aku?

Aku diam, papa berdiri dan menepuk pundakku.

"Papa tidak akan memaksa, seperti kata Alm, Om Wijaya. Tapi kamu bisa memikirkan bagaimana nasib Laura dan keluarganya" Papa langsung berjalan menuju kamarnya.

Papa benar, tapi Laura?

Aku masuk ke dalam kamar, merebahkan badan. Aku pikir, tidak masalah menikah dengan Laura, kami sudah saling mengenal. Aku tahu kebiasaan baik dan buruknya, bahkan makanan dan minuman kesukaannya, karakter buruknya. Dan aku tidak masalah dengan itu semua, sejauh ini. Tapi sifat keras kepala selalu membuatku kesulitan.

Lagian jika laura menikah dengan si bule kw itu aku lebih tidak setuju, aku tahu bagaimana pergaulan pria itu, bahkan dia hobi pergi ke club malam, aku tidak peduli kalau itu budaya barat tapi siapa tahu ketika dia hangover, dia meniduri wanita lain. Kasihan jika laura menikah dengannya dan kemudian banyak wanita yang mengaku telah tidur dengan suaminya.

Aku rasa tidak masalah jika menikah dengannya.

Aku harus ke kantor pengacara om Wijaya besok pagi.

I Love You, My BFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang