"Apa yang telah kau lakukan? Tapi mengapa? Kau selalu mengatakan sangat menyukai pekerjaanmu, perjalanannya dan bertemu orang baru?"
"Ya, saya tahu nek. Tapi banyak yang telah berubah," kata Gabriel, mengernyit melihat tangga jenjang kecil dekat lemari kuno besar yang memenuhi satu dinding dapur nenek.
"Kenapa tangga itu ada disini?" Tanyannya menuduh.
"Kelihatannya untuk apa? Sudah saatnya lemari itu dibersihkan. Cuaca buruk menghalangiku melakukan pembersihan musim semi, dan sekarang sudah saatnya kukerjakan.
"Nenek tidak memanjat tangga itu kan? Nenek tahu apa kata dokter," Gabriel menegurnya penuh kekhawatiran.
"Ya aku tahu," Nenek menyetujui muram. "Tapi jangan harap aku mengisi sisa usiaku dengan berselimut mantel hangat dan diperlakukan seperti orang separo cacat, jantungku hanya agak tak beres. Itu saja" Seandainya saja itu benar.
"Dan jangan kira aku akan mengizinkanmu melepaskan pekerjaanmu hanya karena aku"
"Saya tidak melakukannya karena nenek," Gabriel cepat menyakinkannya, dalam hati menyilangkanvdua jqri sambil berbohong lagi "Bisnis hotel sangat terpukul resesi, nek. Sebelumnya saya tak mau mengatakan apa-apa dan membuat nenek khawatir tapi_ Yah,sudah banyak selentingan akan ada PHK"
"Apa itu penyebab kau bekerja paro waktu di supermarket?" tanya Nenek
"Ya," kata Gabriel. Tadinya ia memberitahu nenek bahwa kalau selama tiga bulan cuti ia hanya tinggal dirumah mereka bisa merasa cepat bosan dan bahwa pekerjaan paro waktu itu akan memberikan sedikit keleluasaan pada mereka.
"Pekerjaan baru ini akan memberi saya kesempatan membanyak pengalaman. Saya akan bertanggung jawab terhadap pengelolaan rumah tangga untuk semua kegiatan bisnis dan sosial bos saya. Rupanya salah satu alasan dia membeli tempat itu adalah untuk maksud-maksud bisnis. Konsumen Jepangnya sangat menikmati hal semacam itu."
"Sebenarnya apa bisnisnya?" tanya Nenek.
"Perusahaanya merancang taman dan kebu berskala besar. Nenek tahu kan areal terbuka milik pemerintah, halaman hotel dan atrium. Dia banyak berbisnis di Timur Tengah khususnya Kuwait. Rupanya dia ahli 'penghijauan' areal gurun dqn asistennya mengatakan dia diminta menjadi konsultan pemerintah Australia dan California berkaitan dengan kebakaran di sana. Dia punya kantor di London tapi rupanya kini sedang dalam proses memindahkan semua kesini."
"Hmm... Yah, yang kudengar dia pengusaha yang sangat pintar dan selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Kapan dia menyuruhmu mulai kerja?"
"Senin depan. Saya janji bertemu dengannya jumat siang untuk menandatangani kontrak kerja dan membahas tugas-tugas saya. Dia akan ke New York senin pagi, jadi dia takkan ada dirumah dan baru kembali beberapa hari kedepan."
"Hmm... Yah kalau kau yakin itu yang kau inginkan"
"Saya yakin," tukas Gabriel tegas.***
Untung ia berangkat jauh lebih awal pikir Gabriel kesal, ketika morris nenek tak mau menyala. Ia harus menelpon taksi dan memasukkan morrisnya kebengkel untuk di servis. Untung pekerjaan baru ini memberinya fasilitas mobil.
Ia melihat senyum Chris Elliot hanya sedikit lebih hangat ketika sang PA membukakan pintu depan untuknya.
"Dia diruang kerja menunggu anda," katanya pada Gabriel. "Jadwal pertemuan bisnisnya di California dimajukan. Oh ya, selamat anda telah diterima."
"Terima kasih." Gabriel membalas senyuman sama formalnya.
Menurut apa yang dikatakan Gideon Reynolds pekerjaan Gabriel sejajar dengan posisi Chris, tidak dibawah maupun diatasnya. Tapi ia menduga sang PA akan mencoba memanuver dirinya keposisi yang agak lebih superior daripada Gabriel jika menurutnya ia mampu. Gabriel tak ingin terlibat persaingan kekuasaan denganya, tapi ia juga takkan membiarkan pria itu memanipulasinya.
Saat itu merupakan hari musim semi yang hangat dan Gabriel memilih pakaian yang agak lebih santai tapi sama profesionalnya dengan baju yang ia kenakan pada wawancara pertama. Celana bahan hitam dengan atasan kemeja lengan panjang berwarna baby blue tanpa dasi dipadukan dengan long coat cream. Seperti setelan 'Diornya' pakaian itu pun ia pesan di Hong Kong.
Saat mengetuk pelan pintu ruang kerja yang separo terbuka dan kemudian melangkah masuk menuruti perintah Gideon, Gabriel melihat pria itu sesaat menatap kakinya gerakan reflek lelaki. Walau hal itu sangat wajar terjadi, Gabriel berharap seandainya ia memakai celana jeans yang bisa membungkus dengan pas sehingga terlihat kaki jenjangnya yang ramping.
Bukan karena tatapan pria itu, tapi karena reaksinya sendiri terhadap tatapan pria itu. Ia sangat merasakan sensasi menyenangkan yang menggeletar di permukaan kulit.
"Silahkan duduk," perintah Gideon "saya tak punya banyak waktu. Jadwal pertemuan bisnis saya di Califonia telah dimajukan dan saya berangkat nanti malam bukan senin. Ini salinan kontrak anda. Silahkan anda teliti dulu,"
Dengan patuh Gabriel menerima dokumen itu, membacanya secepat mungkin. Ia baru sampai dibagian bawah halaman kedua dari belakang ketika tiba-tiba berhenti membaca. Mengangkat kepala tercengang.
"Ini apa?" Ia bertanya tak yakin. "Anda tidak mengatakan apa-apa tentang pemberian pinjaman sebesar sepuluh ribu pound ketika mewawancarai saya."
"Baru terpikir oleh saya setelah anda pergi," Gideon memberitahu ringan. "Bahkan baru setelah menulis kontrak ini terpikir oleh saya bahwa kalau saya membayar dimuka sebagian gaji anda, anda akan dapat mengatur pelaksanaan operasi nenek anda."
"Membayar dimuka sebagian gaji saya?" protes Gabriel. "Tapi..."
"Kalau membaca sampai akhir anda akan tahu kontrak ini meliputi periode dua tahun dan tiap tahunya gaji anda akan mengalami pemotongan sebesar lima ribu sebagai pembayaran pinjaman yang bebas bunga karena hal ini menyangkut kepentingan saya juga."
"Kepentingan anda juga?" Dahi Gabriel berkerut, mengeryit pelan. "Maaf tapi saya tak paham bagaimana..."
"Seperti yang segera akan anda ketahui, begitu anda mulai bekerja untuk saya. Say menuntun konsentrasi seratus dua puluh persen sepanjang hari, setiap hari dari pegawai saya, saya bayar mereka untuk itu. Saya tak mau pikiran mereka teralih ke masalah pribadi saat seharusnya konsentrasi pada pekerjaan mereka. Karena itu masuk akal kalau saya melakukan semua yang diperlukan untuk menjamin pikiran mereka tak teralih ke hal lain. Jelas dari penuturan anda, anda sangat mengkhawatirkan kesehatan nenek anda hingga suatu saat hal itu akan menganggu pekerjaan anda. Dan saya tidak mau hal itu terjadi."
"Tapi anda tak berkata apa-apa tentang penawaran pinjaman ketika menawarkan pekerjaan kepada saya," protes Gabriel, masih tak sepenuhnya bisa memahami apa yang baru ia baca.
"Hanya karena saat wawancara hal itu tak terpikir oleh saya. Namun kalau anda merasa lebih suka tak menerimanya saya dapat,"
"Tidak, tidak tentu saja tidak, saya... saya sangat berterimakasih pada anda atas, hal ini sangat mengejutkan. Saya tak mengharapkannya..."
Gabriel merasa malu menyadari matanya mulai berkaca-kaca ketika tenggorokannya tersumbat emosi.
Kini ia baru menyadari arti pinjaman Gideon . Nenek bisa dioperasi, nyawanya tak lagi terancam bahaya. Dan Gabriel akan harus tetap bekerja untuk Gideon Reynolds selama dua tahun.
Gabriel mengeryit, mengapa hal itu meresahkannya? Ia yakin sanggup melakukan pekerjaan itu, bahkanlebih dari sanggup. Jadi apa yang meresahkannya? Dan pasti ada sesuatu, ia tahu karena kini kelegaanya diikuti perasaan waswas. Apa pria itu Gideon Reynolds yang membuatnya cemas? Tapi mengapa? Mengapa pria itu harus membuatnya takut?
Ia melihat Gedion menyibak manset kemeja dan mengeryit menatap jam tangannya denga jelas menginggatkan Gabriel bahwa pria itu harus bergegas.
Gabriel kembali membaca kontrak ditangannya. Sepuluh ribu pound. Cukup untuk menutup ongkos operasi nenek dan dengan sisa gajinya Gabriel akan bisa menyediakan biaya pemulihan kondisi nenek. Ia benar-benar bodoh telah berniat tak menerima pinjaman itu. Demi nenek juga untuk dirinya sendiri.
Ia hanya terkejut dan tak siap, pikirnya sepuluh menit kemudian saat menyerahkan kembali kontrak yang sudah ia tandatangani kepada Gideon. Itu sebabnya ia malah merasa tegang dan cemas, bukannya bersuka cita.
"Bagus. Saya sudah membuat ceknya untuk anda."
Dengan gemetar Gabriel memusatkan perhatiannya kewajah Gideon ketika pria itu menjulurkan tangan kedalam laci dan mengeluarkan selembar cek.
Tiga hal menarik perhatian Gabriel ketika menerima cek itu, semuanya agak meresahkan. Pertama cek itu dikeluarkan dari rekening pribadi bosnya, kedua rupanya pria itu cukup yakin tawarannya diterima hingga sudah membuat cek dan ketiga ada sorot licik dimata Gideon ketika menyerahkan cek kepadanya.
Sesaat Gabriel diselimuti dorongan hati mengembalikan cek itu, mengatakan ia berubah pikiran. Bagaimana kalau hubungan kerja mereka tak berjalan mulus dan ia terikat kontrak selama dua tahun dan tak bisa membayar utangnya? Tapi ia lalu menerima cek itu, menyunggingkan senyum terimakasih dan menyingkirkan kekhawatirannya jauh-jauh.
"Sebentar lagi saya akan pergi, tapi Chris akan memperlihatkan seluk-beluk rumah ini kepada anda. Saya akan kembali dari California hari rabu, jika semua rencana. Kamis malam saya akan mengadakan jamuan makan malam untuk sekitar dua puluh tamu dan beberapa akan menginap. Oh, dan saya juga telah mengintruksikan supaya dia mengirim beberapa mobil yang bisa anda coba.
Tanpa sadar Gabriel memainkan rantai liontin biji mutiara kecil yang menggantung dilehernya. Ayah memberikannya pada ibu sebagai hadiah pertunangan dan ketika Gabriel pergi untuk tinggal dengan Nenek, ibu memberikan liontin itu padanya. Gabriel selalu memakainya walau terlihat agak feminim untuk ukuran seorang pria, dan kini sebuah desah kesal meluncur keluar bibirnya ketika rantai itu tiba-tiba putus dibawah tekanan jari-jarinya yang gelisah. Liontinnya terlontar ke atas meja ke arah Gideon.
Gabriel mengulurkan tangan mencoba meraihnya, tapi Gideon bergerak cepat menangkupnya menghentikan gerakannya dengan tangan beberapa detik sebelum Gabriel, hingga wanita itu tak bisa menghentikan gerakan turun tangannya yang akhirnya menyentuh punggung tangan Gideon.
Gabriel segera merasakan kehangatan maskulin kulit lelaki itu. Membuat kulitnya sendiri bergetar kaget menyadari kekuatan jasmani yang sangat kuat pada jemari ramping pria itu. Tangan Gabriel tampak mungil diatas tangan Gideon, kulitnya pucat dan halus. Getaran itu berubah menjadi sengatan panas.
Sebuah nadi di tenggorokannya tiba-tiba mulai berdetak sangat cepat, wajahnya memerah karena tiba-tiba dialiri gairah seks yang begitu mengejutkan dan tak terduga sehingga baru beberapa detik kemudian ia menarik tangannya dari atas tangan lelaki itu, memutuskan kontak magnetis diantara keduanya. Ia tak pernah merasa begitu terangsang pada seorang lelaki sejak...
Wajahnya merona malu ketika ia mencoba menghindari menatap langsung pria itu. Syukurlah ia masih mengenakan long coatnya dan pria itu tak bisa melihat dadanya yang tersengal membusung di baliknya. Rasanya tak masuk akal tubuhnya mulai bereaksi terhadap pria itu seperti ini, tak mungkin ia baru saja mengenalnya. Tak menyukainya, tak pernah tertarik pada kekuasaan dalam bentuk apa pun.
"Hadiah dari seseorang?" Ia mendengar Gideon bertanya ketika menggembalikan liontin itu padanya.
"Ini... milik ibu... ayah memberikanya pada ibu..." Gabriel memberitahu terputus- putus, masih kacau karena reaksinya pada pria itu.
"Yah, tampaknya anda memerlukan rantai baru. Saya tak yakin ini bisa diperbaiki."
Gabriel mengernyit dan sama sekali di luar dugaan, Gideon menjulurkan tangan serta menyentuh untaian rantai putus dilehernya. Gabriel merasa buku jari pria itu menyentuh tenggorokannya, ibu jari Gideon menempel pada getar nadi yang berdenyut kacau disana. Gabriel diselimuti rasa panik. Gideon sedang menatapnya tajam langsung kematanya dan tak mungkin Gabriel bisa menghindari tatapannya.
Perlahan tatapan Gideon turun ke mulut Gabriel dan berhenti disana. Bibir Gabriel serasa panas membara dan begitu kering sehingga ia ingin menyentuhnya dengan lidah, melembutkan dan membasahinya. Napasnya terlalu pendek, hampir terengah dan dibalik kemejanya ia dapat merasakan desakan keras putingnya, membuat bahan catton meresak lembut seperti dibelai ujung lidah seorang kekasih.
Tubuh Gabriel gemetar keras, matanya tak sadar memperlihatkan perasaanya, heran dengan pikirannya sendiri. Ia tak bisa bergerak, berbicara atau melakukan apa pun ketika merasakan jari Gideon ringan menyentuh kulitnya, seolah pria itu akan menggeleserkan tangan di tenggorokannya. Ujung ibu jari Gideon membelai kulit sensitif dibelakang telinga Gabriel ketika pria itu mendorong pelan kepalanya kebelakang, seolah akan menciumnya. Bibir Gideon serasa membelai mulutnya sama ujung jari pria itu membelai kulitnya, ujung lidah pria itu membelai bibirnya, menciuminya, giginya menggigit mesra, menelanya sementara tangannya...
"Kalung anda kalau dibiarkan menggantung begitu nanti hilang..."
Tubuh Gabriel membeku ketika merasakan Gideon bergerak menjauh dan ia melihat kilau perak rantainya yang putus membelit jari pria itu. Rasa malu menyelimuti sekujur dirinya. Apa yang telah ia pikirkan tadi? Apa ia benar-benar kehilangan akal sehat?
Syukurlah Gideon tak bisa mwmbaca pikirannya, tak bisa melihat apa yang ia pikirkan dan rasakan. Kepalanya berputar pening, terkejut dan tak percaya. Sebelumnya ia tak pernah berfantasy seks seperti itu. Membayangkan seorang kekasih pu tak pernah, apalagi pria itu begitu nyata dan terlalu jantan untuk seleranya yang cenderung hati-hati.
"Kalau begitu sampai minggu depan dan sementara itu, jika ada masalah Chris akan..."
"Tak akan ada masalah," Gabriel meyakinkannya tegas, bertekad menghapus kesan yang mungkin telah ia berikan pada pria itu bahwa ia tak dapat diandalkan untuk bersikap profesional atau kompeten.
"Saya harap begitu." Meskipun suara Gideon terdengar ramah, Gabriel mengenali nada peringatan dibaliknya.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Dalam Ingatan
Fiksi PenggemarRemake dari karya novelis Penny Jordan. Aku buat jadi cerita Manxman. Tokoh dan karakter sedikit aku ubah untuk penyesuaian cerita. Pada usia limabelas tahun Gabriel Bingham masih lugu dan tidak berpengalaman, tapi tubuhnya dengan bergairah bereaks...