Akhirnya kami sampai di rumahku.
"Kau bisa tidur di kamarku," ucapku mempersilahkannya masuk.
"Lalu kau?"
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan aku, aku bisa tidur di ruang tengah."
Ini di karenakan aku hanya mempunyai 1 kamar di rumahku yang sederhana ini.
Jelas saja karena di sini aku hanya tinggal seorang diri, sebenarnya setelah aku dan Lee eun bi menikah, kami akan membangun rumah yang lebih besar dari ini dan meninggalkan rumahku ini.Drrrttt! Dering ponsel Sohyun.
Sohyun menatap layar ponselnya lalu mengerutkan keningnya setelah melihat nama yang tertera di layar.
"Saeron? Ada apa dia menelfonku?" Tanyaku seorang diri di dalam kamar.
Aku membiarkan ponselku berdering terus karena aku tahu bahwa jika aku mengangkat telpon dari Saeron, tidak akan habis pembicaraanku selama 3 hari 3 malam, apa lagi Saeron saat ini lagi kepo-keponya.
Beep! Notif pesan.
Ya! Mengapa kau tidak mengangkat telponku?
From : Kim Saeron.
Sohyun menggeleng-gelengkan kepalanya saat membaca pesannya itu.
Aku sedang sibuk.
From : Kim Sohyun.
Setelah membalas pesan itu, ia menaruh kembali ponselnya di atas meja dekat tempat tidurnya lalu merebahkan tubuhnya.
Sungjae Side.
Jam 21.00, mataku enggan terpejam. Aku melangkah kekamar untuk mengambil laptop. Saat ku buka pintu kamar, entah apa yang aku lihat. Sohyun berlutut di lantai, menangis terisak. Aku tak tau apa yang ia rasakan. Dia menangis sejadi-jadinya sambil memanggil namaku. Jae. Itu yang selalu ia ucapkan. Aku membuka pintu semakin lebar, berharap bisa melihat dia dengan sangat jelas, tapi tiba-tiba dia berlari dan memelukku. Sangat erat. Hingga aku sulit untuk bernafas. Aku mencoba menenangkannya. Tapi dia langsung berkata.
"Jae, aku merindukanmu, aku sangat merindukanmu." Ucapnya sambil memelukku.
Pelukan itu tiba-tiba hilang. Sohyun terjatuh dari pelukanku. aku mencoba membawanya ke tempat tidurku. Kurasakan panas menjalar ditubuhnya. Aku duduk di samping ranjang, memegang erat tangannya. Jujur, saat kulihat ia terlelap. Aku seperti melihat Lee eun bi. Aku mencoba melupakan apa yang terjadi barusan. Tanpa terasa aku pun ikut terlelap di sampingnya.
Kulihat cahaya mentari menerangi rumah kecilku. Cahaya itu membangunkan Sohyun dari tidur lelapnya. aku yang sedari tadi duduk di sampingnya terus menggenggam erat tangannya. Kurasakan panas di tubuhnya sudah menurun. Dia tidak mengetahui apa yang terjadi semalam.
"Bagaimana keadaanmu?" Tanyaku setelah melihatnya terbangun.
"Aku?"
"Ne! Apa kau merasa kesakitan?"
Sohyun tidak menjawab pertanyaanku dan terlihat sangat bingung di raut wajahnya.
"Sudahlah, kau tidak usah pikirkan, aku akan keluar untuk mencari makan, kau mandi saja," ucapku lalu meninggalkan Sohyun.
"Meskipun ia dingin, tapi ia peduli denganku, entah semalam apa yang terjadi denganku, hingga membuatnya begitu cemas," ucap Sohyun lalu beranjak dari tempat tidurnya.
Hari ini kami berencana untuk menjenguk Lee eun bi. Pukul 9 pagi kami berangkat. Tidak memakan waktu lama, hanya 10 menit kamipun sampai di makam Lee eun bi.
"Lee eun bi. Apa kabarmu di sana? coba lihat, siapa yang aku bawa? aku bawa seseorang yang mengagumimu. Dia rela kesini karena ingin bertemu denganmu. Aku juga membawa novel dan puisi untukmu. Aku telah mewujudkan mimpianmu Lee eun bi. Jika saja, kau berada di sampingku, mungkin aku bisa memeluk erat dan membagi kebahagiaan ini. Lee un bi, dia Sohyun Dia selalu menemaniku saat aku merindukanmu. Dia selalu bisa menenangkanku seperti kamu," ucapku lalu aku mencium nisan Lee eun bi, seperti yang ku lakukan terakhir kalinya di sini.
Tanpa terasa airmataku jatuh membasahi pipi. Mengingat beberapa tahun silam, saat jasad Lee eun bi masih berada di pelukanku. Tapi ternyata Tuhan lebih menyayanginya dibanding aku.
Sohyun berada tepat di samping nisan Lee eun bi. entah apa yang ia katakan, aku tak bisa mendengar dengan jelas. Aku hanya melihatnya dari belakang. Melihat saat batu nisan itu di rangkulnya. Sohyun hanya menangis. Aku tak ingin dia menangis lebih lama, maka aku mengajaknya untuk mampir ke rumah Lee eun bi.Saat sampai di rumah Lee eun bi, aku mempersilahkannya masuk. Sejak Lee eun bi tiada, rumah ini hampa. Hanya di tinggali dua orang pembantu yang merawat rumah mewah ini. Sohyun melangkahkan kakinya menuju ruangan bernuansa silver. Kaki itu terus melangkah tanpa henti. Ia seakan berada di rumahnya sendiri. langkah itu terhenti tepat di depan tempat tidur Lee eun bi. Ya, dia berhenti di kamar Lee eun bi. Ku lihat tatapan matanya. Melihat gambar-gambar yang terpampang jelas di dinding kamar. Foto-foto saat aku dan Lee eun bi masih bersama. Ku rasakan tatapan Sohyun lebih dalam saat melihat salah satu yang ada di atas meja. Foto dimana aku sedang mencium pipi Lee eun bi di suatu tempat yang sangat romantis. Saat aku mencoba mengingat moment dalam gambar itu, tiba-tiba Sohyun berkata sambil memegang tanganku.
"Jadi ini Lee eun bi, wanita beruntung yang di cintai oleh Sungjae, wajar saja, parasmu sangat cantik, berbeda dengan wajahku yang biasa-biasa saja," ucapku sambil memegang sebingkai foto.
"Sudahlah, berhenti memujinya, kau sama cantiknya dengan Lee eun bi, hanya saja ia sedikit anggun, sedangkan kau,,," ucapku terpotong.
"Aku kenapa? Ayo, coba katakan."
"Aku tidak perlu mengatakannya, sikapmu saja sudah menujukkannya," ucapku lalu meninggalkan Sohyun.
"Aku sepertinya pernah ketempat itu, tempat ini lokasinya di hotel yang ada taman," ucap Sohyun sambil menunjuk foto itu.
Langkahku terhenti mendengar perkataan Sohyun.
lagi-lagi Sohyun mengingat sesuatu yang tak mungkin. Jelas saja tak mungkin, karena foto itu saat aku dan Lee eun bu berada di Jeju, sedangkan Sohyun tak pernah kesana.Dia kembali melihat-lihat lagi foto Lee eun bi. Salah satu foto yang membuat dia menangis. Foto pre-wedding yang kami lakukan beberapa bulan setelah tunangan. Saat aku memeluk Lee eun bi dari belakang. Lee eun bi terlihat sangat cantik dengan balutan gaun pengantin berwarna putih. Dan gaun itulah yang akan kami kenakan saat kami menikah nanti.
"Gaun itu, bantu aku mengingat semua ini. Aku seperti mengenal semua tempat di foto-foto itu. bahkan aku merasa aku yang berada di sana. Bantu aku Sungjae," pintanya.
Bagaimana mungkin aku bisa membantunya, sedangkan aku tak mengetahui apa yang terjadi.
Kami terdiam Cukup lama. Hingga terdengar suara yang tak asing buatku.
"Gaun itu mengingatkan aku pada suatu kejadian. Gaun yang akan kita gunakan di hari special kita. Jae, lihat aku!" suara Lee eun bi mengagetkanku, Suara yang keluar dari bibir Sohyun.
"Lee eun bi?" ucapku lirih.
Masih ragu. Siapa yang berada di hadapanku sekarang. Sohyun atau Lee eum bi.
Kucoba menatap matanya dalam. Terpancar sinar mata yang teduh. Aku yakin dia Lee eun bi. Aku langsung memeluknya erat. Sangat erat. Seakan aku tak mau kehilangan untuk kedua kalinya.
Next ?
Vote + comment yaa😊 jangan jadi readers silent wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinkharnasi Cinta
De TodoKehilanganmu bagaikan di terpa oleh angin yang kencang hingga membuatku tumbang tak berdaya, pernikahan kita sudah di depan mata tapi takdir berkata lain, hingga semuanya sirna dalam sekejap. Ku coba untuk kembali bangkit dari keterpurukanku tapi bu...