NORMAL

56 8 2
                                    


Historia.

3 Februari 2013

Pagi.

Aku memandang langit biru sambil sesekali menyesap teh hitam yang aku beli di mini market terdekat. Hari ini normal seperti biasanya, orang-orang menjalankan rutinitas seperti biasanya sedangkan aku ?. aku Cuma bisa memandangi mereka dari teras panti asuhan, bukannya aku tidak sekolah melainkan pihak sekolah yang meliburkan diriku. Sebab salah satu karyawan sekolah melihatku sedang merokok. Tapi aku tidak menyesalinya, terkadang saat aku merokok aku merasa tenang bebanku menggalir begitu saja.

Daripada menghabiskan waktu untuk melihat dan membantu ibu panti yang sedang mengurus anak asuh lainnya aku memutuskan untuk jalan-jalan. Masih terlalu pagi jadi belum semua toko-toko di sekitar panti asuhan buka, hanya satu toko yang sudah buka yaitu mini market yang sempat ku kunjungi beberapa menit yang lalu. Sebelum melewati mini market, aku berbelok ke arah jalan kecil yang hanya bisa di lalui satu motor. Setelah itu aku berjalan lurus dan entah kenapa aku berhenti di sebuah toko musik tua yang berdiri di jalan sempit itu.

Aku ragu, apa bangunan itu benar-benar sebuah toko musik ?, kelihatan dari luar seperti bangunan tidak terurus saja lagipula mana ada orang akan menggunjungi toko musik seperti itu jika letaknya tidak strategis. Aku benar bukan ?

Tapi entah kenapa aku malah melangkah masuk ke dalam toko musik itu, ketika aku membuka pintu toko tersebut angin sejuk menyapaku, musik klasik kira-kira Chopin atau Mozart mengalun. Aku mengedarkan pandangan ke segala penjuru beberapa jenis gitar di pamerkan dan oh ada piano serta drum yang berada di sudut ruangan. Aku segera mencari-cari keberadaan sang pemilik toko, tapi sepertinya tidak orang.

"maaf, apa ada seseorang di sini ?" tanyaku entah kepada siapa, tak ada orang aku Cuma mengangkat bahu hendak meningalkan toko musik aneh itu.

"tunggu !" suara berat khas lelaki terdengar dari arah belakangku, dengan setengah hati aku membalikan badan demi melihat lelaki tersebut. Saat aku membalikan badan, lelaki itu ternyata seumuran denganku memiliki postur tubuh yang tegap, tingginya lebih tinggi 5cm dari pada diriku, dan matanya yang berwarna silver ?, tunggu silver ?. oh lelaki itu menggunakan soft lens.

"sedang apa kau ke sini ?, apa kau ingin membeli alat musik ?" tanyanya, aku tersadar dari lamunanku lalu segera menggeleng. "tidak, aku Cuma bermaksud ingin melihat-lihat toko musik ini" aku tersenyum pahit, rasanya seperti orang gila saja. Lelaki itu Cuma menghela nafas mendengar perkataan seperti itu keluar dari mulutku. "toko ini aneh ya ?" tanyanya

"tidak !, aku masuk ke sini karena aku tertarik"

"tertarik pada toko musik yang berdiri di jalan sempit ini huh ?" lelaki ini agak menyebalkan, dan kenapa lelaki ini seperti bisa membaca pikiranku saja. "kau tak sekolah ?" tanya lelaki itu, aku memalingkan muka ke arah gitar yang berwarna merah marun. "huh, bukan urusanmu. Lagi pula kau sendiri ?" tanyaku balik, lelaki itu Cuma bisa tersenyum ganjil. "aku bolos sekolah demi membantu ayah membersihkan toko aneh ini" ujarnya.

"aku pun juga begitu, hei tidak baik mengejek toko milik orang tua" aku membenarkan rambut sepundakku yang sedikit berantakan. "kau perokok !" ujar sang lelaki dingin, apa ?. bagaimana dia bisa mengetahuinya ? "masih muda sudah merokok, generasi muda macam apa kau ?" tanyanya dengan nada agak sedikit di tekan.

"ah ceritanya panjang, tapi aku belum tahu siapa namamu" aku segera mengalihkan topik, aku tidak suka orang lain menceramahiku agar berhenti merokok. Egois sekali bukan ?. "namaku Ajie, umurku mungkin seusiamu, dan satu hal lagi aku bersekolah di SMA Zenlad" aku membeliakan mataku tak percaya, apa yang dia bialng ?. SMA Zenlad ?, itu adalah SMA ternama, hanya anak yang memiliki IQ di atas rata-rata yang bisa masuk ke sekolah tesebut. Dan aku bisa masuk ke SMA tersebut saat sedang iseng saja, dan ternyata hasilnya yang mengejutkan diriku serta ibu panti.

Di Balik Gitar AjieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang