22 Oktober 2017
GADIS itu masih terus saja mengumpat sejak tadi. Bahunya merosot lemah, bersandar di halte. Dua jam. Dua jam dirinya dibiarkan menunggu oleh sopir bus apa saja yang tidak segera datang. Kalaupun disewa, tidak mungkin sampai benar-benar tidak ada bus seperti ini. Kalau saja dirinya tadi berjalan, mungkin sudah di rumah dan tiduran santai. Atau mungkin sudah terlantar pingsan di jalan.
Tunggu, habis ini agennya udah beda lagi. Pasti nggak disewa.Masih sekitar setengah jam untuk menunggu bus dari agen yang berbeda. Jadi dia harus bersabar, sebentar. Rasa-rasanya dirinya sudah mati rasa. Dua jam terjebak di halte sialan ini dengan entah siapa--tidak dikenalnya, dan ponsel yang mati sempurna kehabisan batrei.
Perlahan, gadis itu menatap lelaki yang baru saja tertidur di sampingnya. Matanya terpejam tenang, bibirnya yang kecil mengatup rapat, dan ohh, hidungnya benar-benar terlihat mancung dari samping. Di lengan kanan bajunya, ada sebuah bed yang diagung-agungkan di sekolahnya, Pasukan Tata Upacara Bendera.
Astaga, belum genap satu tahun dia menjadi siswa di SMA Brawijaya, namun kupingnya sudah memanas saat nendengar kata PASTUB. Terlalu banyak kata yang didengar Fashya yang mengagung-agungkan pun men-Dewakan organisasi satu itu. Demi seluruh Dewa Uttaran, teman-temannya hapal semua hal berkaitan dengan PASTUB. Contoh sederhananya saja: jadwal latihan anak-anak PASTUB. Kilasannya begini, kalau anak-anak PASTUB mulai berpanas-panas ria di tengah lapangan, maka pinggir lapangan akan dipadati oleh fans fanatik yang tengah berkhayal; andai saja tissue ini bisa ngelap itu keringet.
Lama, dirinya termenung sambil menatap wajah tampan lelaki di dekatnya ini. Astaga, wajahnya bak dewa Yunani yang sering diceritakan Rena. Katanya ganteng setengah mati. Sungguh, tidak ada niat untuk cepat-cepat pulang. Sudah sejak tadi dirinya di sini, kenapa baru menyadarinya? Tidak ada satu alasanpun untuknya menyangkal pesona lelaki itu.
Klakson yang dibunyikan membuyarkan lamunannya, sepertinya dewi Fortuna sedang tidak berpihak kepadannya saat ini. Entah dorongan dari mana, dia ingin membangunkan lelaki yang sedari tadi menunggu bus itu.
Dirinya menepuk pelan pundak kokoh tersebut, sang empunya mengernyitkan matanya, khas bangun tidur.
"Busnya udah dateng, Mas." katanya.
Lelaki itu meliriknya sekilas, lalu mengambil tasnya dan berjalan melalui gadis itu tanpa kata terima kasih. Dengan luapan emosi yang sudah di ubun-ubun, dia menatap kesal punggung itu. Demi apapun, dia sangat kesal dengan wajah sok dan toyorable milik lelaki itu. Satu kata untuk mewakilkannya:
Benci.
Ya, Fashya benci dengan Aksacakara Perdana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Police
Jugendliteratur[13+] Benci: sangat tidak suka. Namun hati-hati jika benci digubah dengan arti: benar-benar cinta. Bukan oleh KBBI, tapi oleh hati. Jika benci sudah difermentasi seperti itu, maka Fashya hanya akan menjawab bahwa satu-satunya hal yang paling dibenci...