Temuin Gw di lapangan futsal sore ini
Lo ga datang, gw habisin Paris
Daniella nyaris melotot membaca pesan itu. Untung saja keranjang pakaiannya sudah dipegangnya lumayan erat kalau tidak semua cuciannya akan berantakan. Ada-ada saja. Bagaimana bisa cowok itu selalu mengirimnya pesan dengan nada mengancam. Tak bisakah dia tidak membawa-bawa nama Paris dalam hal ini.
Nama Paris mengingatkan Daniella saat mereka menghabiskan waktu beberapa hari lalu. Daniella tak pernah menduga kalau Paris mewujudkan semua ucapannya. Dan Paris terlihat tidak main-main dengannya.
Untuk sesaat Daniella tersentuh. Mungkin seperti inilah rasa nyaman yang diperoleh cewek ketika ada cowok baik yang tahu cara memperlakukan cewek dengan semestinya. Kata-kata semacam itu didapatinya dari Ariella, kakaknya yang terkenal suka berganti cowok. Daniella maklum saja karena cewek seperti kakaknya adalah target yang pas untuk bersanding dengan cowok keren seperti dalam fiksi. Namun dirinya, sama sekali tidak. Daniella bahkan tidak sepaham itu soal style saat Emmanuel menyinggungnya.
Emmanuel. Nama itu lagi. Kadang Daniella merasa telah melakukan kesalahan amat fatal dikehidupan sebelumnya sampai harus berurusan dengan cowok ketulungan itu. Tak ada satu hari pun tanpa mengeluh bila dia mengingat nama itu. Daniella yakin cowok itu masih belum melepasnya. Padahal setelah hubungan mereka berakhir, Daniella merasa telah mendapat pasokan oksigen baru pengganti semua udara menyesakkan kala berurusan dengan cowok itu. Apalagi saat cowok itu berhasil merebut ciuman pertamanya. Daniella lagi-lagi terbakar emosi ketika mengenangnya.
"Gue nggak peduli. Mau lo babak belurin Paris pun, masa bodo." batin Daniella sebelum beranjak dari tempat laundry.
*
Satu per satu teman-temannya mulai bubar hingga tersisa Emmanuel. Seperti biasa dia selalu menunggu hingga waktu benar-benar gelap barulah dia beranjak. Tak ada yang tahu alasannya karena semua enggan mengusik kehidupan pribadi cowok itu. Kecuali kalau ingin berantem, silahkan tanyakan.
Emmanuel tersenyum puas melihat tendangannya yang tak meleset. Tubuhnya sudah penuh peluh. Bahkan kausnya basah semua. Dia melayangkan pandangan ke seisi lapangan. Tak ada tanda-tanda seorang pun ditempat itu. Hari lebih gelap dari biasa karena hujan membuat semua terlihat menyeramkan. Emmanuel mana peduli dengan hal itu. Dia hanya membereskan barang bawaannya dan mengambil tempat disalah satu kursi penonton.
Sejak kabar putusnya dengan Daniella merebak, beberapa cewek yang mengidolakannya mulai berkurang. Entah karena rumor bahwa dia bukan cowok baik-baik atau sebagainya, tetapi dia tetap acuh. Toh tetap ada saja cewek yang memberinya sinyal untuk didekati. Emmanuel tak pernah mencemaskan hal itu.
Kecemasannya baru hadir saat selesai mengganti baju basahnya dengan yang kering dan tak ada seorang pun yang menemuinya.
"Jangan bilang gue harus terus-terusan babak belur buat dapetin perhatian lo," gumamnya pada diri sendiri. Emmanuel melirik sekali lagi jam di layar ponselnya sebelum beranjak. Sudah hampir jam 7 malam. Hujan pun sebentar lagi akan turun. Sosok yang dinantikannya takkan pernah datang. Emmanuel menarik napas panjang.
Dia mengeratkan kepalan tangannya sebelum memandanginya sendiri. Well, dia harus membuktikan omongannya. Pandangannya beralih pada motornya yang sedang terparkir.
*
Senyum Paris tak hentinya mengembang saat berjabatan dengan beberapa kolega perusahan lain. Malam itu dia diminta menggantikan Ben menghadiri acara pertemuan salah satu pembukaan restoran milik sahabat ayahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Better Enemy
RandomEmmanuel Juan adalah musuh abadi Paris. Dia akan melakukan apapun agar bisa melihat kembali luka dimata sang kakak atas kesalahan dimasa lalu keduanya. Termasuk menyeret Daniella mahasiswi idaman sang kakak ke dalam pusaran permainannya. Dia berhara...