Ternyata Mba Okta mengajakku ke Plaza, Purwokerto. Aku tidak menyangka bahwa akan ke Plaza, karena itu aku tidak membawa kamera yang biasanya selalu kubawa ketika berpergian. "Mba, kok nggak bilang sih kalo mau ke Plaza?", tanyaku. "Emang harus bilang ya?", jawabnya. "Iya lah. Kan aku jadi bisa bawa kamera.", jawabku sambil mengikuti Mba Okta masuk ke dalam Plaza. "Foto mulu yang lu pikirin. Hp gue kan kece, pake aja nih", Mba Okta memberikan ponselnya kepadaku. "Ih Mba Okta tau aja deh. Makasih mba", aku tersenyum padanya.
❤❤
"Mau makan apa?", Mba Okta menanyakan ketika sudah sampai di Foodcourt. "Apa aja deh", jawabku. "Ta* lu mau?", Mba Okta terkekeh, "Engga lah", aku mengkerucutkan bibirku. "Makanya jawab, mau makan apa?", tanya Mba Okta (lagi). "Sushi, fried potato, sama lemon tea", jawabku sambil berselfie. "Liat gue dulu napa jangan liat tuh kamera mulu", sindir Mba Okta sambil mengoles lipstik dan bercermin.
Mba Okta suka banget dandan, padahal menurutku dia lebih cantik tanpa make up alias natural. Setelah 15 menit menunggu akhirnya pesanan datang. "Noh makan yang banyak biar cepet tinggi", Mba Okta terkekeh. Aku hanya mengkerucutkan bibir. "Mba, fotoin dong", aku memelas. "Ogah.", jawab Mba Okta. "Ih pelit banget. Sekali doang.", kali ini aku sangat memohon. "Ya deh sini. Apa sih yang engga buat adikku tercintrong", jawabnya. Mba Okta sudah tidak memiliki keluarga, Ayahnya telah meninggal ketika ia berusia 2 tahun. Dan ibunya meninggal enam bulan yang lalu. Sebenarnya Mba Okta memiliki seorang kakak, Mas Anto. Tapi dia sedang bekerja di pertambangan freeport sehingga disini Mba Okta hanya sendirian. Ibu dan Ayah ku memutuskan membujuk Mba Okta untuk tinggal bersama keluargaku. Itung-itung untuk teman mengobrol.
"Udah yok. Balik. Ntar dicariin Tante Livera", ajak Mba Okta. Tante Livera its my mom.
❤❤
"Dari mana aja, sayang?", tanya ibu. "Makan sebentar,", jawabku dan Mba Okta sambil mencium tangan ibu. "Yaudah sanah kalian mandi terus istirahat", ibu mengelus kepalaku dan Mba Okta. Walaupun hanya keponakan. Tapi ibu menyayangi Mba Okta layaknya anak sendiri.
❤❤
"Von, mba boleh curhat kagak?", kata Mba Okta. Baru saja aku menghempaskan tubuhku ke ranjang eh sudah mau dijejali curhatan galau Mba Okta. "Curhat apa sih mba? Tentang Mas Diar lagi?", jawabku.
Aku sudah hafal tentang curhatan Mba Okta tentang pacarnya yang JAHAD itu. "Udah lah lupain aja tuh Mas Diar. Dia enggak sayang sama elu mba", aku bangun dan mengambil posisi duduk disebelah Mba Okta.
"Kamu tau kan mba sayang banget sama Mas Diar?", satu detik dua detik tiga detik. Mba Okta meneteskan air mata. "Iya mba aku tahu. Tapi untuk apa mempertahankan orang nggak jelas kaya dia?", aku mengelus pundaknya.
"Tadi, mba ngelihat Mas Diar lagi boncengin seorang wanita, ROMANTIS SEKALI", Mba Okta meneteskan air mata namun tersenyum. "Please dengerin apa kata aku. Mba itu udah dilupain sama Mas Diar. Udah lah Mba Okta moveon aja. Toh masih banyak lelaki diluar sana yang mau sama mba", jelasku.
"Ya kamu benar Von. Makasih ya udah mau dengerin curhatanku.", Mba Okta memelukku. Aku membalas pelukannya.
❤❤
"Bangun Von, Om Abraham udah pulang kerja. Tadi Tante Livera kesini nyuruh makan malam. Yuk turun", ajak Mba Okta. "Tadi aku tidur ya mba?", tanyaku kikuk karena baru bangun tidur. "Wuah lama banget lu tidurnya." , jawab Mba Okta keluar kamar dan menuruni tangga , aku mengikutinya turun.
Bersambung.
Jangan lupa vote. Salam,🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
My Junior High School Story
JugendliteraturThis Monday!. Kringg... Alarm doraemonku berdering menandakan pukul 5. Aku segera bangun dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk berwudhu karena sekarang sudah waktunya shalat subuh. Namaku 'Ivona Zahrah' . Hari ini adalah hari pertamaku menjadi...