Bagian 2

206 34 22
                                    

"Tuhan itu baik. Segala yang kau korbankan akan selalu ada balasannya. Percayalah."

Tak terhitung lagi berapa jam istirahat yang pernah Lian habiskan di sini. Duduk di bawah pohon mangga, menatap Ditya dari kejauhan. Ya, Lian sadar, Ditya sama sekali tak menggubrisnya yang rela menghabiskan berjam-jam hanya untuk memandang dengan bodoh cowok yang bahkan asik bergurau dengan teman-teman ceweknya.

Lian sadar, Ditya sama sekali tak peduli bagaimana perjuangan Lian yang sering izin ke toilet saat jam KBM, hanya untuk menengok ke kelas Ditya saat melewatinya. Lian tahu, bahwa Ditya tak mengenalnya.

Tapi, bukankah orang yang jatuh cinta tak pernah peduli akan waktu yang ia habiskan demi sang pujaan hati? Orang jatuh cinta memang sehebat itu. Apa lagi dengan orang yang jatuh cinta diam-diam. Secret admirer. Pengagum rahasia. Seperti Lian.

Secret admirer seringkali tersakiti dengan perasaanya sendiri. Lian membenci fakta bahwa cewek tak pernah bisa menyatakan rasa duluan. Lian seringkali tersakiti dengan cara mencintainya ini. Lian benci menjadi sosok secret admirer. Yang dipaksa menyaksikan kenyataan bahwa orang yang ia cinta, sedang asik dengan wanita lain.

"Woy, dasar lo bengong aja. Mau sampe kapan cuma berani ngeliatin Kak Ditya dari jauh? Samperin, gih." Disa datang, mengguncang bahu Lian.

"Gue cewek, Dis. Gue cewek." Lian tak ingat berapa kali ia mengatakan itu pada Disa. Berkali-kali ia menegaskan bahwa bukanlah hak seorang wanita untuk menyatakan perasaan duluan.

Disa mendengus kesal, "Yaudah, gue aja yang nyapa duluan." Disa melirik nakal ke arah sahabatnya. "HEEYY.. KAK DITYAA!! LIAN MAU KENALAN SAMA KAKAAKK." Dengan lantang, Disa berteriak sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah Kak Ditya.

Lian terlonjak, "Anjir! Alien gila! Lo ngapain, monyet?! Malu parah guee!" Tangannya reflek menjambak rambut Disa, dan tangan yang lain membekap mulutnya.

Kak Ditya menengok ke arah Lian. Deg. Pandangan mereka bertemu. Seolah, dunia Lian berhenti. Ia bahkan tak mempedulikan Disa yang mengaduh-aduh kesakitan atas rambut yang masih dalam jambakan Lian. Lian tak kuat dengan tatapan Ditya yang seperti itu. Cepat-cepat, diputuskannya kontak mata itu, lalu Lian berlari masuk ke dalam kelasnya. Meninggalkan Disa yang meneriakinya di belakang.

****

Lian merebahkan tubuhnya di kasur, matanya terpejam. Tatapan Kak Ditya masih membayang jelas di benaknya. Tanpa sadar, ia tersenyum sendiri. Disa emang anak gila, tapi kadang dia bawa berkah juga, ya.

'Drrrtt... Drrrtt..'
Ponselnya bergetar, tanda ada notifikasi masuk. Tanpa disuruh, Lian langsung mengeceknya. Oh, notifikasi instagram rupanya. Ada yang mengiriminya sebuah direct message
Saat Lian membaca namanya, matanya seperti hampir lepas. 'DityaKusuma'

Jantungnya berpacu sangat cepat, dalam hitungan detik, ia merasakan ujung jarinya mulai mendingin. Kak Ditya mengirimiku sebuah pesan? Apa ini mimpi?
Dengan gemetar, Lian membuka pesan tersebut.

'Ini Lian anak SMA Nusantara bukan?'

Ya Tuhan, Lian bahkan bisa mendengar suara degup jantungnya sendiri. Berkali-kali ia mencubit pipinya sendiri. Ini bukan mimpi.

Dengan berusaha setengah mati untuk mengetik, Lian menjawab,
'Iya, Kak Ditya. Ini Lian. Ada apa ya, kak?'

Dua menit terasa begitu lama bagi Lian. Masuklah notifikasi lagi.
'Ah, akhirnya gue nemuin akun instagram lo. Jadi gini, An. Kemaren pas gue lagi beres-beres UKS, gue nemu jam tangan di kolong kasur tempat yang lo pake kemaren. Jam tangan warna putih. Gue pikir itu punya lo, iya nggak?'

Lian menepuk dahinya. Ya, dia memang kehilangan jam tangan. Tapi Lian sama sekali tak menyangka jam tangan tersebut sampai berada di kolong kasur UKS. Apa lagi, Kak Ditya yang menemukannya. Rejeki anak soleh memang tak pernah kemana-mana.
'Wah, iya, Kak. Itu jam tangan aku. Makasih banget ya, Kak, udah nemuin jam tangannya.'

Lalu Ditya membalas,
'Iya, sama-sama. Sebenernya gue mau nanyain langsung ke lo pas di sekolah, tapi lo selalu kabur duluan sebelum gue sempet ngedeket. Haha, lo kenapa sih?'

Sial, jadi itu yang membuat Kak Ditya sering ingin menghampirinya. Dasar bodoh, Lian merasa bodoh malah kabur dan salah tingkah seperti itu. Saking gregetnya Lian pada dirimya sendiri, pesan singkat dari Ditya tak terbalas.

****

"DIISSAAAAA!!!! NGGAK NGERTI LAGI DIS, GUA BISA GILAAA!!" teriak Lian begitu bertemu dengan Disa keesokan harinya di sekolah.

"Iya, iya, gue tau kalo lo emang udah gila, An." Disa menatap aneh ke arah Lian. Ada yang tidak beres pada sahabatnya. "Lo lagi seneng apa?"

"KAK DITYA, DIS! KAK DITYA NGE CHAT GUEEE!!!!" teriak Lian histeris seraya mengguncang-guncang pundak Disa. Yang diteriaki hanya bisa melongo, mencerna maksud omongan sahabatnya.

Ada jeda sebentar sebelum ledakan Disa terjadi, "HAH? SERIUSAN LO? KAK DITYA NGE CHAT LO? PAKE DUKUN MANA LO, AN??"

Lian mengatur nafas, mencoba mengontrol kegilaan ini. "Ini semua berkat jam tangan gue yang ilang dua hari lalu. Kak Ditya nge chat gue karena dia mau ngebalikin jam itu. Soalnya, gue selalu keburu ngibrit pas Kak Ditya mau ngomong."

Disa menatapku dengan mulut yang masih menganga. Kemudian, menggeleng keras. "Nggak, An. Nggak. Nggak mungkin Kak Ditya cuma sekedar mau balikin jam tangan lo aja sampe nge chat gitu. Apalagi, dia nyariin akun lo mati-matian kan? Dia suka lo, An. Dia suka lo."

Kali ini justru Lian yang menganga. Dia bahkan tak berpikir sampai situ. Kak Ditya menyukainya? Mustahil. Itu mustahil.

Sang bintang yang besinar terang seperti Kak Ditya tak mungkin mencintai gadis redup seperti Lian. Tapi, bukankah Tuhan itu baik?


Bersambung...

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang