Nembak

234 6 0
                                    

"Maksud aku.. Aku jadi bisa deketin kamu lah Von", kata Alex.

ALEX POV

Hari ini aku memberanikan diri untuk menyatakan rasa cintaku kepada Ivona, walaupun melalui telepon. Dia adalah cinta kedua setelah cinta pertamaku yang SURAM. Masalah jawaban yang akan ia berikan aku tidak peduli. Jika dia menerima sudah jelas aku sangat senang dan berjanji akan selalu menjaganya. Namun jika Ivona menolak, no problem, mungkin Tuhan belum ngizinin kita bersatu.

IVONA POV

Kurasa hari ini Alex menyatakan cintanya kepadaku. Sungguh aku tidak menyangka. Aku enggan menerima karena sebuah perbedaan (kepercayaan).

AUTHOR POV

Alex masih kekeuh menunggu jawaban Ivona. Saat ini Ivona sedang dilanda kebimbangan hanya untuk mengatakan 'ya' dan 'tidak'.

"Ivona. Aku suka sama kamu. Kamu mau ya jadi pacarku, please?", pinta Alex. "Apaan sih Lex jangan becanda deh kamu", Ivona mengelak untuk mengalihkan pembicaraan. "Jangan mengalihkan pembicaraan, Ivona. Jawab pertanyaanku", Alex menegaskan perkataannya.

"Sebelum aku menjawab pertanyaanmu. Kamu harus menjawab satu pertanyaanku", kata Ivona kali ini serius. "Aku akan menjawab semampuku. Katakan Ivona", jawab Alex.

"Tolong tanyakan pada tuhanmu, apakah aku yang bukan umatnya boleh mencintai hambanya?", tanya Ivona kepada Alex.

ALEX POV

Setelah mendengar pertanyaan Ivona, hatiku seperti tersambar petir disiang bolong. Aku tahu apa maksudnya dan jujur saja, aku tidak tahu apa jawaban untuk pertanyaan yang diberikan Ivona tadi.

"Jawab, Lex", pinta Ivona. "Maaf aku belum bisa menjawab pertanyaanmu, Ivona. Namun, jika Tuhan mengizinkan kita bersama. Mengapa tidak kita lakukan?", aku menjelaskan kepada Ivona agar dia mau mengerti dan menerimaku tanpa keraguan.

"Aku takut berdosa, Alex", jawab Ivona. Suaranya sudah mulai serak, mungkin sebentar lagi butiran air matanya jatuh dan jika aku berada disitu pasti akan ku hapus air matanya.

"Sudah lah Ivona. Toh kita hanya berpacaran saja", jawabku. "Oh berarti kamu nggak serius sama aku?", jawab Ivona. "Bukan begitu Ivona. Aku hanya ingin kamu menerimaku. Itu saja", jawabku. Kini suara Ivona sudah berubah menjadi terisak. "Begini saja, aku tidak memaksamu untuk menerima, namun tidak juga melarangmu untuk menolak. Kamu boleh memikirkan terlebih dahulu. Jawabanmu akan selalu kutunggu. Selamat malam Ivona".

Aku menutup telepon. Sangat melelahkan sekali untuk membujuk Ivona agar mau menjadi pasanganku. Mungkin kalian berpikir bahwa kita adalah anak bau kencur, anak kemaren, anak belum tau apa-apa. Tapi perlu kalian ketahui bahwa kita sudah remaja, sudah berada dibangku kelas tiga SMP. Apa salahnya jika kita mencicipi lika liku percintaan. Ini hal yang wajar, bukan?

IVONA POV

Alex sudah menutup teleponnya. Aku menghembuskan hafas lega karena tebebas dari pertanyaan Alex, namun bukan berarti aku boleh melupakan pertanyaan Alex. Dia berkata bahwa akan menunggu jawabanku. Kepada siapa aku harus mencurahkan kebimbangan ini. Apakah kepada ibu? Ah tidak. Beliau pasti akan mengomel jika mengetahui hal ini. Apakah kepada Ayah? Sepertinya ayah sudah mulai dekat dengan Alex tempo hari yang lalu. Tapi apakah ayah tidak memarahiku? Ah bodoh sekali kau Ivona. Tentu saja ayah tidak suka jika kau berpacaran.

Lantas kepada siapa lagi aku harus mencurahkan perasaanku? Ya allah, tolonglah hambamu ini.

Tiba-tiba terlintas nama Bianca dan Okta dipikiranku. Yap! Aku harus curhat kepada Bianca dan Mba Okta. Mba Okta masih berada di bawah, mungkin masih makan. Aku menunggunya kembali ke kamar.

Sambil menunggu Mba Okta. Aku menelpon Bianca dan mencurahkan kebimbanganku.

Bianca : "Hallo, Von. Ada apa?"
Aku: "Bi, elu harus tau hal ini deh"
Bianca: "Hal apa sih?"
Aku: "Alexander nembak gue"
Bianca: "Ah yang bener?"
Aku: "Buat apa gue boong. Kagak penting"
Bianca: "Ya ya. Terus lo terima?"
Aku: "Belum. Gue bingung bi"
Bianca: "Kenapa harus bingung, Von, Dia tajir, tampan, romantis. Apa yang perlu diraguin?"
Aku: "Lo amnesia ya? Dia non muslim"
Bianca: "Astaghfirulloh. Gue lupa yakin Von. Maap dah."
Aku: "Ya gapapa. Menurut lo gue terima ngga?"
Bianca: "Aduh gue jadi ikutan bingung nih Von"
Aku: "Ih elu mah. Gue bingung sumpah"
Bianca: "Menurut gue sih terima aja. Toh kalo jodoh kita ngga tahu."
Aku: "Bener juga elu Bi. Ahaha makasih Bi. Sekarang gue ngga bingung lagi"
Bianca: "Hm. Baru putus udah dapet pacar baru. Gue kapan oy?"
Aku: "Sabar aja. Entar juga dateng sendiri"
Bianca: "Kalo ditunggu ngga dateng-dateng. Kalo ngga ditunggu dateng. Its pacar"
Aku: "Wkwk"
Bianca: "Enak jadi elu. Kagak pernah nunggu cowo. Selalu ditunggu cowo"
Aku: "Enak? Gundulmu tuh enak. Ngga ada enaknya sama sekali. Jadi rikuh tau Bi"
Bianca: "Elunya aja yang rikuhan. Yaudah congract ya. Pj jangan lupa. Gue mau nonton sama nyokap. Dadah"
Aku: "Dah"

Lega banget rasanya. Tak kusangka ternyata Mba Okta menguping pembicaraanku.

"Adek gue ditembak nih", sindir Mba Okta. "Tega banget ah elu ngga mau cerita ke gue. Gue kan kakak lu, masa lebih milih cerita sama sahabat sih", omel Mba Okta panjang lebar.

"Peres banget elu mba. Sebenernya gue juga mau cerita ke elu tapi elunya masih dibawah", jawabku. "Ya turun kek.", jawab Mba Okta. "Magerr", jawabku sambil merebut camilan yang dibawa Mba Okta.

"Cielah main rebut aja nih anak. Kalo disuruh ngambil mager. Udah diambilin mau dah.", Mba Okta menoyor kepalaku.. "Eh btw, emang bener tuh yang tadi elu omongin? Jangan-jangan lu cuma ngaku-ngaku aja.", Mba Okta melirikku, tatapannya setajam sil*t.

"Bener lah. Sejak kapan gue pernah ngaku-ngaku coba, mba?", tanyaku. "Nah dulu elu bilang kalo Donghae itu pacar lu. Ngaku-ngaku kan namanya?", jawab Mba Okta. "Hialah mba. Itu masalahnya beda lagi. Udah ah daripada ngomongin yang ngga jelas. Mending lu kasih saran deh buat gue", jawabku.

"Saran apa? Masalah Alexander si ganteng itu? Terima gih! Kan gue jadi punya adik ipar yang ganteng", jawab Mba Okta sambil menggit jari. "Jijih banget sih mba pake gigitin jari segala. Aelah ganteng doang yang dipikirin. Agamanya gimana?", kataku.

"Itu masalah gampang. Kalo jodoh pasti bakal nyatu terus kok. Idup jangan dibikin pusing", jawab Mba Okta sambil merebut camilan. "Jadi.. Aku terima aja nih mba?", tanyaku ragu. "Iya lah. Kalo ngga nerima mah itu dibuang sayang namanya.", kata Mba Okta.

Kuakui Mba Okta memang sudah mahir mengenai percintaan.

❤❤

Keesokan harinya, aku memutuskan untuk menjawab pertanyaan Alex perihal hubungan kita. Sebenarnya aku masih agak ragu karena belum mendapat restu dari kedua orang tua. Tapi tak apa, toh banyak pasangan diluar sana yang belum mendapat izin bahkan ada juga yang kawin lari.

Aku segera menemui Alex dikelasnya. Kulihat seisi kelas sibuk dengan PRnya masing-masing. Aku menatap menjelahi isi kelas namun tak mendapati keberadaan Alex. Saat aku membalikkan badan

....

Bersambung
Salam,🙏

My Junior High School StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang