Date?

793 58 1
                                    

Pohon-pohon itu ditebang satu per satu pagi-pagi sekali. Mesin-mesin yang merenggut kehidupan tumbuhan tinggi nan hijau itu menghasilkan suara dengungan yang memekakkan telinga. Beberapa penduduk sekitar terlihat keluar dari kediaman mereka dan mengomeli seorang pria usia tiga puluhan yang mungkin adalah ketua proyek. Bagaimana tidak sebal kalau tidur nyenyak mereka di hari libur begini diganggu?

Kim Seokjin menatap semua itu dari balkon kamarnya, lalu menghela napas kesal. Di tangan kirinya ada secangkir kopi. Ia masih mengenakan piyama berwarna putih yang dipenuhi gambar karakter game Mario Bros.

Seokjin selalu menjadikan hutan sebagai pemandangan favoritnya setiap hari, baik ketika duduk bersantai dengan adiknya, Kim Taehyung, atau teman-temannya, membuat tugas, atau sekadar menghirup udara malam sebelum tidur. Kini, ia merengut kesal ke arah hutan yang sedang dibabat habis-habisan oleh mesin-mesin kuning raksasa. Baginya, benda otomotif itu terlihat seperti jerapah berkaki cebol tanpa totol. Di sana kabarnya akan dibangun pusat riset negara ke-sekian. Lebih parahnya, lokasi pusat riset itu sangat mepet dengan pemukiman penduduk.

Tiba-tiba, sepasang tangan memeluknya dari belakang. Seokjin hampir saja tersedak kopi yang baru diteguknya. "Yak! Sudah kubilang berapa kali agar tidak melakukan sesuatu dengan tiba-tiba, eoh? Mengagetkan saja!" gerutunya sambil memukul kedua lengan yang sudah mengelilingi pinggangnya.

Alih-alih menanggapi gerutu Seokjin, orang yang memeluknya itu malah mengecup leher kirinya dalam dan agak lama (yang membuat Seokjin bergidik dan hampir menjatuhkan cangkirnya), lalu menyandarkan dagunya di bahu Seokjin. "Pagi-pagi tidak boleh marah-marah," ucapnya.

"Pagi-pagi tidak boleh mesum!" Seokjin membalas. "Mandi sana!"

"Tidak mauuu," orang itu menolak dengan manja sambil menguatkan rangkulannya.

"Kim Namjoon! Lepaskan atau kubatalkan kencan kita hari ini?" Seokjin mengancam sambil menolehkan kepalanya ke pria bernama Namjoon itu.

Dengan enggan Namjoon melepas Seokjin. "Hyung, kau sudah seperti Yoongi Hyung saja, jadi bawel."

Seokjin mendengus dan berbalik. "Ya, aku harus berterima kasih padanya karena telah memberiku tips-tips ampuh untuk menghadapi kekasih mesum seperti Jimin si Park dan kau, Namjoon-ah." Seokjin tersenyum penuh kemenangan dan menyesap kopinya lagi.

Namjoon tersenyum gemas ke kekasihnya itu dan menangkup wajah Seokjin dengan kedua tangannya. Namjoon menatap Seokjin penuh kasih. "Good morning, Princess," katanya lembut, lalu mendekatkan wajah mereka untuk diciumnya bibir Seokjin yang selalu membuatnya mabuk seperti dihantam ombak—ombak cinta. Hanya kecupan singkat. Setelah kemudian mengecup pucuk hidung Seokjin, Namjoon berjalan keluar kamar pacarnya itu untuk bersiap-siap pergi.

Seokjin tertawa melihat tingkah pacarnya yang tergila-gila dengan musik hip-hop itu. Saat pertama kali bertemu, mereka membeku di posisi masing-masing. Namjoon seolah telah menghipnotis Seokjin untuk masuk ke dalam dunianya. Cinta pada pandangan pertama memang sudah dianggap klise bagi banyak orang, namun Seokjin tidak peduli. Toh, Namjoon juga mengalami hal yang sama. Sampai Yoongi, teman Seokjin sesama dokter, harus membuyarkan lamunan mereka berdua untuk segera berjabat tangan, canggung.

Sejak itu mereka sering bertemu, hingga ciuman pertama mereka di apartemen Namjoon menjelaskan perasaan masing-masing tanpa harus di-convert menjadi rangkaian huruf sampai membentuk kata-kata.

Seokjin tersentak dari pikirannya yang bernostalgia. Ia pun memasuki kamarnya dan menutup pintu balkon perlahan, takut membangunkan Taehyung.

Jam dinding menunjukkan pukul setengah delapan pagi tepat. Seokjin, di dapur, sudah menyiapkan sarapan bagi dirinya, Taehyung, dan Namjoon. "Namjoon-ah!" panggilnya sambil menengadah ke atas, ke arah tangga menuju lantai dua rumahnya dan Taehyung.

"NE!" Namjoon menjawab setelah keluar dari ruang tamu tempat ia tidur semalam. Di kepalanya sudah terpakai snapback hitam bertuliskan 'HOOK' berwarna putih dan di bahunya tersampir ransel berwarna biru gelap pemberian Seokjin saat Namjoon berulang tahun sebulan yang lalu.

"Tolong bangunkan Taehyung, ya." Seokjin meminta sambil mengisi susu stoberi—untuk Taehyung—ke satu gelas. Dua gelas lainnya sudah diisi dengan susu cokelat—untuknya dan Namjoon.

"Ia sudah bangun, Hyung. Tadi kulihat dia ke kamar mandi," Namjoon memberitahu sambil menuruni tangga. Ia segera duduk di salah satu kursi di depan Seokjin.

"Oh. Makanlah duluan. Aku mau ambil tas dulu di atas, ya," kata Seokjin lembut dan melesat ke atas. Ia mendapati Taehyung yang ternyata sudah berpakaian rapi sedang berkaca di kamar.

"Mau main ke tempat Hoseok," ujar Taehyung ketika ditanyai ingin ke mana. Setelah mengingatkan adiknya itu untuk menyantap sarapan dan mengunci seluruh pintu dan jendela sebelum keluar rumah, ia mengambil tasnya dan menemui Namjoon lagi di meja makan. Beberapa saat kemudian, Taehyung bergabung untuk sarapan bersama.

"Sudah membersihkan kamar tamu, Namjoon?" tanya Seokjin ketika ia dan Namjoon berjalan menuju pintu keluar.

"Sudah, Sayangku," Namjoon menjawab seraya mengelus kepala kekasihnya itu. "Aku tak mau Yoongi Hyung memberimu tips-tips aneh lagi."

Seokjin menatapnya bingung sambil membuka pintu. "Apa hubungannya?" Dan mereka berjalan ke arah mobil Lambhorgini berwarna silver milik Namjoon.

Namjoon terkekeh, kemudian mengecup pipi Seokjin gemas. "Lupakan saja." Mereka pun masuk ke dalam mobil mewah itu dan Namjoon segera melajukannya ke luar gerbang rumah minimalis itu.

Seokjin dan Taehyung tinggal di Seoul, sementara kedua orangtua mereka tinggal di Busan. Kebetulan mereka punya rumah di Seoul yang dekat dengan universitas tempat Seokjin mengambil gelar sarjana pendidikan dokter dan Taehyung belajar psikologi. Jadi, mereka berdua pindah ke Seoul dan beberapa kali setahun pulang ke Busan, atau Tuan dan Nyonya Kim yang mengunjungi mereka sambil membawa makanan kesukaan mereka.

Kalau Namjoon adalah seorang pengusaha muda, penerus ayahnya di perusahaan yang memproduksi alat-alat bangunan. Alasan ia tinggal di apartemen premium di Mokpo daripada rumah mewahnya di Gangnam adalah karena universitas juga. Walaupun ia punya harta berlimpah, Namjoon termasuk orang yang pelit dan tidak mau repot. Ia mau ke kampus naik busway saja daripada naik mobil dengan harga selangit.

Namjoon harus membawa mobil dan Seokjin mengitari tigaperempat area proyek agar bisa menuju jalan raya. Selagi menyetir, ia melihat Seokjin yang mengerutkan kening ke aktivitas proyek itu. "Kau masih belum bisa menerima adanya proyek itu, hm?" tanyanya hati-hati.

"Huft. Ya, kau tahu sendiri, kan, kalau aku suka kehijauan."

"Mana tahu bangunan risetnya nanti menjadi pemandangan yang lebih modern?"

Seokjin membuang muka ke arah sebaliknya. Ia teringat kalau ia dan Namjoon juga suka duduk di balkon, memandangi hutan. Namun, Namjoon adalah orang yang lebih dipengaruhi budaya modern sehingga ia bisa mengucapkan kalimat seperti barusan.

"Semoga saja ada taman nantinya di sana. Kalau tidak, awas saja si maniak sains itu!" gerutu Seokjin.

Namjoon menahan tawa. Sungguh, kekasihnya ini entah kenapa jadi semakin sering menggerutu. "Jangan salahkan Paman Bang Sihyeok dong. Haha."

Seokjin terkejut. "Lho? Itu bukan proyek Lee Jinki ya?"

Namjoon menggeleng. "Jinki hanya asistennya."

"Maaf, aku jadi seolah mengancam pamanmu." Seokjin berkata pelan.

"Tidak apa-apa. Aku juga suka pusing mendengar Paman bicara tentang mekanika kuantum dan kawan-kawan." Mereka berdua tertawa.

Di depan mobil, terlihat banyak orang berseragam maupun penduduk biasa berlari pontang-panting dari arah hutan. Seokjin dan Namjoon saling melemparkan tatapan ada-apaan-nih. Namjoon melambatkan laju mobil. Kemudian, ada seorang bapak-bapak yang meneriakkan mereka sesuatu yang tak mereka mengerti. Kedua tangannya mengisyaratkan mereka untuk melaju ke arahnya, sedangkan matanya berganti arah dari hutan ke mereka terus-menerus. Seokjin pun menoleh ke kanan dan, "NAMJOON, BANTING STIR!!" ia berteriak panik.

Seokjin pun tahu, sia-sia ia meneriakkan itu. Namjoon tidak sempat menginjak gas ketika, BRAK!, sebuah traktor besar tanpa pengemudi dari arah proyek menabrak mereka.

~tbc~

Grey Town [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang