part 10

985 45 5
                                    

   Aku mendapat perhatian penuh Yata. Sepulang dari rumah sakit dia yang merawat dan mengurusku sepanjang hari dalam satu minggu ini. Kondisiku memang belum benar-benar pulih gara-gara ulah usus buntu sialan itu.

   Sebelumnya aku merasa enggan untuk tinggal terasing di apartemen yang lokasinya emang bener-bener untuk mengasingkan diri. Lokasinya jauh dari pusat kota dan benar- benar sepi karena lahan disekitar sini benar-benar masih kosong. Padahal aku punya unit kosong disini, bersebelahan dengan unit yang Yata tempati sekarang , tapi dua tahun yang lalu sudah kujual pada temanku. Karena sebenarnya aku lebih suka menghuni sebuah rumah dimana ada tetangga dan lingkungan sosial. Bukan di apartemen yang amat sangat berlebihan ( menurutku) menjaga privasi penghuninya. Bayangkan! tamu yang diizinkan masuk harus terdaftar pada resepsionis di lantai bawah. Kalau enggak si tamu siap-siap diantar keluar gerbang oleh satpam. Itu sih ide Yata  beberapa tahun yang lalu saat dirinya sedang di puncak kekacauan dan jadi penyendiri. Aku hanya membantu pendanaannya bersama Om Hendra, tapi dengan keras kepala tahun lalu sudah dilunasinya. Yata memang aneh, banyak ide-ide keren yang keluar dari otaknya saat dia sedang tidak baik-baik saja. Jangan bayangkan apartemen yang kubicarakan adalah sebuah gedung tinggi dengan ratusan unit. Tidak sebesar itu. Yang benar adalah hanya bangunan berlantai empat dengan enambelas unit pada setiap lantai. Bangunan suci diatap bangunan seperti kebanyakan bangunan bertingkat di pulau ini, sisa atap dibuat taman tanpa pohon berbunga dengan beberapa bangku yang diletakkan berjauhan.

   Seperti yang kubilang tadi, unit yang kupunya disini aku jual karena tak pernah terpikir untuk tinggal terasing di tempat ini. Aku pikir aku tak akan nyaman disini. Tapi ternyata aku harus menelan pemikiranku itu. Karena, nyatanya aku baik-baik saja dan menikmati keberadaanku di sini. Aku bersama Yata, aku tak tau apakah itu bisa jadi alasan. Yang jelas aku bisa melewatkan Sabtu malam hanya dengan menonton tv. Dan aku bisa membuat Yata berdiam diri tanpa melakukan sesuatu.

   Aku tidak pernah berpikir kalau aku mengganggu ketenangannya disini, karena dia kelihatan baik-baik saja. Dia lebih banyak tersenyum dan tertawa ringan. Dan masak! aku tau pasti kegiatan ini jarang sekali dia lakukan. Semua terasa nyaman untukku, saat hanya menemaninya memandang langit malam di balkon kamar atau nonton tv sampai kami tertidur di depan televisi. Aku tau Yata jarang sekali nonton tv, dia lebih suka membaca berita online di internet atau baca berita di koran. Tapi sepertinya dia tidak keberatan menemani aku sepanjang hari. Mengingatkan akan masa kecil kami.

   Dan ada Abimanyu disini. Dia berhasil melacak keberadaanku disini. Tentu saja datang dengan rahang mengeras karena tidak pernah berhasil menghubungiku hampir satu minggu ini. Itu mungkin saat aku di rumah sakit. Dan aku telah melewatkan sesuatu. Abi dan Yata, ternyata mereka saling mengenal. Dan kalian tau? Abimanyu Tanaya mempertanyakan hubunganku dengan Yata. Aku memang tak pernah membawa Yata saat bertemu Abi. Disamping Yata 'selalu sibuk', aku memang tak pernah mau membawa siapapun saat keluar bareng Yata kecuali anggota keluarga tapi selebihnya kami hanya 'pergi kencan' berdua saja. Aku hanya mengenalkanya pada beberapa teman yang kurasa 'aman' saat menghadiri undangan atau mendatangi pesta yang terpaksa harus Yata datangi dan kebetulan tidak ada Abi disana. Jadi tentu saja aku kaget kalau mereka kenal. Dan Abi mengira aku mulai suatu hubungan berkomitmen dengan Yata. Semua pertanyaan dan usahanya untuk mengorek informasi aku abaikan. Abi adalah sosok pria pantang menyerah biarlah dia cari tau sendiri. Aku bukannya mau mempermainkannya, tapi aku mau dia mau mengakui 'sesuatu' yang kubaca pada sorot matanya ketika menatap Yata.

   Aku memang belum pernah jatuh cinta. Percaya atau tidak, usiaku memang melewati seperempat abad, tapi sungguh! aku belum pernah jatuh cinta. Tapi aku tau bagaimana rasa tertarik dan menginginkan seseorang untuk kumiliki berada dibawah tubuhku. Hanya sebatas itu. Aku memang (mungkin) playboy seperti sebutan Abi, tapi berbahagialah para wanita, aku anti polygami. Sebutan playboy itu mungkin karena aku sering berganti teman kencan. Tapi aku sama sekali tidak pernah bersama dua wanita dalam periode waktu bersamaan. Aku akan memulai kencan dengan pasangan baru setelah benar-benar tidak 'berhubungan' dengan teman kencanku sebelumnya. Sebenarnya aku pria baik-baik khan? Yata saja tidak pernah mengeluh atau tersinggung kalau aku melecehkan kaumnya. Karena Yata mengerti kalau aku hanya menjalani hubungan ini dengan perempuan 'beraliran' sama. Kami bersenang-senang, simbiosis mutualisme.

Oke, kembali ke topik Abi, sorot matanya saat menatap Yata sangat ku kenali. Tatapan terpesona dan menginginkan. Aku tak mungkin salah. Abi adalah laki-laki tampan akhir dua puluh, tubuh tinggi tegap kekar keren idaman perempuan. Pengusaha otomotif dan memiliki beberapa hotel kecil di pulau ini. Mungkin termasuk  pria lajang mapan paling diinginkan seantero pulau.Tapi sayang beberapa tahun ini tak ada satu perempuanpun yang mampu menaklukkannya. Sikapnya memang tidak dingin, hanya tidak terlalu banyak bicara, tapi dia selalu bersikap hangat pada orang yang dirasa cocok dan membuatnya nyaman. Dan dia paling bisa bersikap tak peduli pada perempuan yang terang-terangan menggodanya. Jadi tentu saja aku terkagum-kagum melihat sorot mata berbeda ketika bertemu Yata. Pasti kalian setuju kalau aku langsung bilang jika Abi menyukai keponakanku.

   Dan Yata? Hey para kaum wanita ,jujurlah! Bagaimana sesungguhnya perasaanmu ketika terhipnotis mata lawan jenis yang menatapmu? Dan ketika pipimu menghangat mencetak semburat merah di kedua pipimu saat laki-itu menggodamu?  Seperti itulah Yata yang kulihat ketika ada Abi di apartemen ini. Bukankah itu seperti magnet dan besi? Cocok!

   Jadi (terus terang) rasa frustasiku selama tiga minggu ini  memikirkan pembicaraan terakhirku dengan Om Hendra serasa menemukan solusi. Kalau Yata menemukan pria yang telah membuatnya jatuh cinta, kenapa aku harus mengikuti keinginan Om Hendra? Yang paling penting aku tetap menjaga Yata  biar tidak 'lecet-lecet'. Jadi untuk misi ini aku akan memperpanjang masa tinggalku di apartemen ini.


  @
aduh pikirannya Bima  gak fokus larinya kemana-mana. tapi emang begitulah aslinya karakter Bima (suka ngelantur mikir kemana- mana) & terimakasih semuanya yg sudi mampir n baca tulisan gaje ini. Yang vote n yang g suka tapi terlanjur baca, pokonya makasih!


   

a story of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang