Satu

14 4 0
                                    


Tersebutlah sebuah nama. Maka akan kupanggil dia Angkasa, sebab kutulis kisah ini bersama dengan angkasa yang gelap, bahkan denyar pun enggan menjadikannya kawan. Hari ini, semesta berdamai dalam pekatnya malam. Angin tak ingin berisik, hanya menelisik setiap dedaunan yang gugur karena miskin akan getah. Kemana larinya dedaunan itu yang sebagian besarnya tertampung diatas atap rumah para Hungsu. Tertuju pada rumah berangka dua belas, tepat disebelah pagar pembatas Hungsu(1) dan Agit(2), aku terpekur disini, diatas atap rumahku sendiri, melihat apa yang terjadi diseberang pagar yang terdengar begitu mengasyikkan disetiap malamnya.

Dia Angkasa, pemilik rumah sekaligus pemilik piringan hitam yang selalu diputarnya usai bekerja dibawah pimpinan Purana(3). Melepas lelah, aku pun turut mendengar dan menonton pertunjukkan tarinya yang begitu memukau. Sangat memukau. Tak ada yang tahu keberadaanku yang sangat gemar mengintip gadis Hungsu menari dengan instrumen musik aerofon yang begitu lembut. Ini sudah yang ke sembilan kalinya aku mengintip Angkasa menari, walau begitu tak pernah ada rasa bosan untuk melihatnya. Kapankah titik jenuh itu akan datang, tak akan pernah ada jawaban yang pasti. Karena jujur, keinginanku pada Angkasa tidak hanya dengan melihatnya menari saja, tetapi turut bergabung bersamanya dalam gemulai lekuk tubuhnya, memutari tubuhnya dengan langkahku, menangkup kedua tangannya pada dada bidangku, dan merengkuh tubuh kecilnya dalam pelukku. Aku tahu ini salah, seorang Agit yang menjadi tawanan Lancana sepertiku memang tak seharusnya mencintai seorang Hungsu. Apa kata keluargaku kelak jika mereka tahu manusia yang katanya hina itu berhasil memikat ku.
Aku ingin sekali berbicara pada Angkasa. Melepaskan hasratku yang naik turun, bertanya soal apa yang telah ia lakukan hari ini, mengapa ia larut sekali pulangnya, apa yang telah dilakukan Lancana padanya sehingga tangan kecilnya menjadi memar dan penuh goresan luka, dari mana ia belajar menari, dan lainnya lagi. Berharap dia akan menanyaiku kembali.

Semua itu selalu menjadi harapku, dan tetap akan selalu begitu. Bukan hanya didalam hati, tetapi juga didalam tulisan. Tulisan yang selalu kubuat dengan mencantumkan namanya, memainkan pena batu ini dalam aksara yang ku ukir sendiri. Dengan menulis, kusimpan anganku dalam kisah abadi ini. Menjadikan kertas adalah media penghidup khayalku.

Ini sebuah kisah tentangku…

Tentangnya…

Dan tentang kami berdua…

——————————
Hungsu(1) —> Adalah kasta terendah yang biasanya memiliki warna atau pekerjaan sebagai pelayan kasta diatasnya, semisal buruh, budak belian, peternak dan petani.

Agit (2) —> Adalah sebutan untuk para imigran yang menjadi tawanan raja karena telah memasuki kawasan Kerajaan tanpa surat izin yang resmi.

Purana(3) —>  Adalah kasta yang berada ditingkatan kedua, para Lancana biasanya mengangkat mereka sebagai militer untuk keamanan negara.
-----------------------
Ruang imaji

Angkasa ini cuma sebuah selingan aja, jadi banyak beberapa kata asing yang sebenarnya terlintas aja waktu nulis. Nah, jadi kalau ada yang nga tau itu bahasa apaan, ya itu cuma karangan saya, dan mungkin aja ada beberapa bahasa daerah yang sama namun memiliki arti yang berbeda, soalnya saya rasa kata-kata asing ini pernah saya dengar masih di kawasan Kalimantan Barat juga.

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang