Chika-Mbek.

33 4 4
                                    

Pasangan itu bertengkar lagi. Sarmin yang menjadi
supir taksi menjadi saksi tentang si cewe yang
ngambek gara gara cowonya telat makan, cowonya
selalu -dan seperti biasa- mengejar taksinya
menggunakan motor bebek. Mereka berdua orang
sibuk. Chika dengan segala kesibukannya masih
sempat marah - marah ke Mbek -nama
kesayangan-. Dan Mbek yang memang terlalu
banyak sibuknya membuat ia lupa tentang makan.
Mereka bertemu dengan wajah khawatir Chika dan
wajah pucat Mbek. Chika marah, jelas, pacar yang
sudah 4 tahun bersamanya itu selalu menelat -
nelatkan makannya. Rambut gondrong, mata
berkantung, kumis dan janggut yang belum
dipotong pun menyulut ngambeknya Chika. Untung
saja, Mbek mau bertemu dengan kekasihnya.
Itupun setelah Chika berteriak ditelfon tetap akan
menunggu didepan kantor Mbek kalau Mbek tak
keluar. Mereka pasangan biasa, tak ada yang
sempurna. Dua orang yang berharap bisa bersama
menatap saling cinta sambil tersenyum bahagia
sampai tua. Tanpa perlu sibuk lagi, mungkin hanya
perlu sibuk mencintai satu sama lain.
Chika yang memang mencintai Mbek sudah masuk
ketaraf bodoh. Kau tau? Taraf dimana kau sudah
terlalu cinta sampai sampai kau rasanya sudah tak
bisa lagi -dan tak mau lagi- berpisah dengan dia
sekalipun kau selalu disakiti olehnya. Dan Mbek -
walaupun tak seperti Chika- ia juga sangat
menyayangi Chika. Dengan Chika, ia seakan punya
ibu, teman, pacar sekaligus. Chika bisa menjadi
pacar yang bisa ia jawil pipinya saat ngambek, ibu
yang mendukungnya saat jatuh, teman yang
mendengarkannya saat sedih. Sempurna. Dua
orang (bodoh) saling cinta. Yang tak peduli kata
yang lain tentang mereka. Bergandengan tangan
sambil tertawa menantang dunia.
"Pacaran 4 tahun, tapi gak nikah nikah. Kumaha
sih? (gimana sih?)" Kata salah satu teman mereka
yang berasal dari bandung. Chika tersenyum malu.
Mbek malah menjawab,
"Emangnye kenape? Masalah buat ente?" Dengan
dialeknya yang khas.
"Nya watir eta si Chikchik, dibogohan weh tuluy,
dinikah menteu (iya kasian si Chika, dipacarin aja
terus, dinikah engga)"
"Udah ah, setiap ketemu berantem terus. Bade
kamana, tak?(Mau kemana, tak?)" Chika akhirnya
menengahi masalah Mbek dan Botak, sahabatnya.
"Bade mulih neng geulis, neneng bade ngiring
sareng aa atawa nungguan si eta tah? (Mau pulang,
neng cantik, neng mau ikut sama kaka atau
nungguin si itu tuh?)" Jawab Botak menyindir
pacar Chika.
"Eh, yang ini punya ane, coy. Jangan nikung gitu
dong" kata pacarnya sambil memeluk chika seperti
melindungi barang kesayangan -dan memang
kesayangan.
"Wios ah a, bade nungguan aa gondrong ieu weh.
Hati hati ya, botak. (Gagapa ah ka, mau nungguin
kaka gondrong ini aja)" Jawab chika sambil
tersenyum manis.
Botak menjawab dengan acungan jempol dan
segera pergi dari pasangan yang tiap hari selalu
dimabuk cinta.
Chika turun dari taksi, didepannya sudah ada Mbek
yang pasti tau Chika akan langsung pulang
kerumahnya. Ia tinggal bersama keluarganya tetapi
sekarang keluarganya sedang berlibur ke Jakarta.
Chika masuk sambil menarik tangan Mbek.
"Kamu tau kan, makan itu penting! Kalo kamu gini
terus, ntar apa yang masuk ke tubuh kamu?" kata
Chika. Sambil sebelah tangannya menggapai selot
pagar atas yang lumayan tinggi. Mbek otodidak
membantunya menurunkan selot.
"Iya, maaf, kan aku udah minta maaf. Kenapa sih
kamu ajak aku kesini lagi? Aku kan ada kerjaan!"
kata Mbek kesal diajak kerumah Chika tapi sambil
memasukkan motornya.
Setelah motor Mbek masuk, Chika menutup pagar
dan menyelotkan bawahnya saja. Mbek yang
menyelot atasnya.
"Ya kamu belum makan dari kemaren, kamu kira
aku bakal diem aja, ya mending aku bawa kamu
kesini" jawab Chika sambil mencoba memasukkan
kunci kelubang kunci pintu rumahnya.
"Aku udah ngemil ko--"
"Ngemil itu, ga sehat, sayang. Gak sehat. Ieu teh
kumaha sih? (Ini gimana sih?)" Potong Chika
sambil berusaha memasukkan kunci yang tak bisa
bisa.
Mbek maju menggeser Chika dan mengambil kunci,
ia memasukan kunci dan langsung berhasil. Chika
yang sedang marah tak akan benar melakukan
sesuatu. Tapi Mbek tau lebih baik Chika marah
begini, ia akan langsung tau kemana yang Chika
mau, akhir akhir ini Chika sering uring uringan
gak jelas.
"Iya aku ngemilnya sehat ko"
"Kaya apa? Wortel kukus? Brokoli kukus?" Tanya
Chika yang langsung masuk ke dapur tanpa
memperdulikan pakaian kerja yang masih melekat
dibadannya.
"Yaa, itumah bukan cemilan atuh sayang" jawab
Mbek dengan logat sunda buat buatnya.
"Itu namanya cemilan sehat! Kamu mah aku kasih
tau, pasti gak mau kalah" jawab Chika sambil
mencampur rempah dengan nasi gorengnya. Mbek
yang menunggunya duduk dimeja makan
dibelakangnya hanya cemberut memperhatikan.
Chika memindahkan nasinya ke piring. Mengambil
obat dikotak P3K dan membawakan air putih.
Membuatkan susu milo kesukaan Mbek.
Mbek pun memulai makannya. Sebelum suapan
pertamanya ia bertanya sambil menatap lemah
pada Chika.
"Yaudah, kamu maunya gimana? Ih asin banget"
kata Mbek mengomentari nasi goreng buatan
pacarnya yang tak biasa tapi tetap menelan nasi
goreng itu kepalang laper.
"Ya aku mau nikah!"
Eh? -- Chika kaget dengan jawabannya sendiri. Ia
menutup mulutnya.
'Duh ko bisa bisanya sih?' Katanya merutuki
omongannya.
"Ya maksud aku, aku maunya kamu lebih
perhatian sama diri kamu gitu, itu nikahnya kan
kalo masak nasi goreng kan eh-- engga masak
apapun kalo asin kan suka duuh dibilang mau
nikah ih gimana sih" Chika salah tingkah, ia tau
tak akan bisa mengelak dari tatapan usil Mbek
yang menatapnya. Mbek selalu begitu jika tau
keinginan Chika yang malu Chika utarakan.
"Ooh jadi kamu mau nikah?" Kata mbek lebih
seperti pertanyaan yang tak perlu dijawab.
"Enggak, bukan gitu, enggak, aku cuma duhh
gimana sih, aku kan gabilang gituuu----"
"Oooh pantesan beberapa hari ini uring uringan"
potong Mbek. Mulai menatap lembut wanita yang
sudah dipacarinya 4 tahun, ya, apa lagi yang
mereka tunggu? Mbek dan Chika sudah cukup
umurnya, Mbek sudah punya rumah dan
penghasilan tetap. Tinggal menikah, ya, menikah.
Senyum Mbek mengembang. Chika yang ditatap
terus terusan hanya diam mematung salah tingkah,
ambil lap, melap kompor dan meja dapur.
Semuanya karna salah tingkah.
"Nikah, yuk?" Akhirnya Mbek memutus kebisuan
diantara mereka, hatinya mantap dengan
keputusannya.
Chika menatap mata Mbek mencari kebohongan,
tapi mata Mbek terlalu tulus dan dalam. Ia berbalik
dan menangis, tangan mbek memeluknya. Tangisan
ini, tangisan bahagia.

TAMAT.

Chika-Mbek.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang