"Untuk apa memikirkan masa depan, yang sudah jelas bahwa itu adalah hal yang kelabu. Daripada memikirkan masa depan yang belum pasti, lebih baik fikirkan hari ini. Apa akan berjalan dengan baik atau malah sebaliknya," -Sella
{***}
3 tahun sebelumnya.
Monic remaja tengah mengaduk-aduk minuman pesanannya dengan ganas. Ia sudah tidak bisa berfikir dengan jernih selagi manusia penganggu itu terus menerus mengintainya.
"Gila ya? Itu manusia maunya apa, sih?! Daritadi ngeliatin gue mulu. Emangnya dia kira gak risih apa ya?" ucapnya sembari mengerucutkan bibirnya.
Lagi-lagi manusia penganggu tersebut menyengir lebar melihatnya.
Sella yang melihat Monic pun langsung melangkahkan kakinya menuju meja Monic. Sella mencolek bahu Monic yang membuat remaja itu pun tersedak minumannya sendiri.
Buru-buru Sella memberinya tisu yang selalu ia bawa kemana saja, "Duh, lo tuh gak biasanya deh begini. Kenapa, sih?" tanyanya seraya mendudukkan dirinya disebelah Monic.
Monic menyumpah serapahkan Sella dalam hati. Setelah puas, Monic menoleh kearah Sella dan mendengus, "Tanya aja sendiri tuh sama orang gila yang disana," jawab Monic sekenanya sambil menunjuk manusia penganggu tadi.
Omong-omong, nama manusia tersebut adalah Theo.
Sella mengikuti arah telunjuk Monic. Sedetik setelahnya, seringaian muncul diwajah Sella. Sella mencondongkan wajahnya agar lebih menjadi lebih dekat dengan Monic. Monic terkejut dan memandang Sella dengan datar.
"Dia suka, Mon," bisiknya tepat didepan wajah Monic. Sella menarik wajahnya dan menutup kedua telinganya.
Monic menyipitkan matanya kearah Sella dan mencubit pipi kiri Sella dengan amat sangat kencang. Tadinya, ia ingin menjewer telinga Sella, tapi sepertinya Sella sudah bisa menebak.
Sella meringis kencang sembari mengusap-usap pipinya yang sekarang sudah berubah warna menjadi merah. Persis seperti kepiting rebus.
"Ssh, gila banget cubitan lo. Badan kurus tapi tenaga gajah," desisnya sambil mendelik kearah Monic. Monic mengedikkan bahunya dan kembali meminum minumannya.
"Eh ngomong-ngomong, Theo lumayan juga. Lo serius nganggep dia sebagai orang gila?" tanya Sella sembari mencomot bakwan pesanan Monic. Sella melirik Monic melalui ekor matanya. Tertangkap jelas bahwa Monic tengah menatap nyalang kearah minuman tersebut.
"Aduh, Sella ku sayang. Dari mana lumayannya, sih? Yang ada kalo gue sama dia juga, masa depan gue belom tentu terjamin," sekarang gantian Sella yang tersedak. Ia menoleh kearah Monic dan menatap Monic seakan-akan Monic adalah spesies berbahaya dibumi.
Monic yang sadar tengah ditatap seperti itu pun menatap balik Sella, "Apa? Gue cuma memikirkan masa depan," ujar Monic sambil memakan bakwan yang berada ditangan Sella.
Dengan malas, Sella mengambil alih minuman Monic dan meminumnya dengan sadis. Dirasa cukup, Sella mengembalikan gelas tersebut kearah Monic, "Untuk apa memikirkan masa depan, yang sudah jelas bahwa itu adalah hal yang kelabu. Daripada memikirkan hal yang belum pasti, lebih baik fikirkan hari ini. Apa akan berjalan dengan baik atau malah sebaliknya," celetuk Sella yang membuat Monic menatap aneh kearah Sella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monic & Memories✔
Fiksi Remaja"And then, a happily ever after that just a bullshit." Start; 5 Desember 2016 End; 14 Juli 2017 [Baca aja, siapa tau suka]