"Makan malam dulu, yuk." Bu Faisal tiba-tiba muncul mengagetkan Ferdy dan Vania. "Kok bengong? Ayo kita makan malam dulu, nak Ferdy. Om juga udah nungguin di ruang makan."
Vania bangkit dari duduknya.
"Duluan deh. Mau mandi dulu," ujar Vania yang kemudian berlalu.
Ia sedikit lega. Setidaknya kehadiran mamanya telah membantunya menyelamatkan diri dari pertanyaan Ferdy. Sebenarnya Vania masih kesal dengan kedatangan Ferdy yang tiba-tiba. Kenapa tidak memberitahunya terlebih dahulu? Lagi pula ini 'kan hari kerja. Apa Ferdy sengaja cuti agar bisa datang kemari?
Selain itu, kehadiran Ferdy yang mengejutkannya, membuat suasana hatinya yang tadinya bahagia menjadi berubah. Tadinya Vania berpikir bahwa malam ini akan ia lalui dalam mimpi indah selepas kejadian di tempat parkir tadi. Tetapi mengapa tiba-tiba jadi begini?
Setelah selesai mandi, berganti baju seadanya, dan tanpa memulaskan apa-apa di wajah, Vania segera bergabung di ruang makan.
Di meja makan sudah ada berbagai macam hidangan, bahkan salah satunya adalah bakwan jagung. Dari aromanya yang memenuhi ruangan sepertinya bakwan jagung ini baru saja diangkat dari penggorengan. Perut Vania otomatis jadi lapar.
Bakwan jagung buatan mamanya adalah kesukaan Ferdy. Setiap kali mengetahui bahwa Ferdy akan bergabung untuk makan bersama , mamanya pasti menyempatkan diri untuk berbelanja agar bisa menghidangkan bakwan jagung untuk Ferdy.
Bakwan jagung ini juga kesukaan Vania. Ia tidak mau makan bakwan jagung jika bukan buatan mamanya. Menurut Vania, bakwan jagung buatan orang lain terlalu padat, pinggirannya juga keras. Berbeda dengan bakwan jagung buatan mamanya, selain tidak keras pinggirannya, teksturnya juga empuk dan lembut. Enak dimakan panas-panas.
Tapi tunggu. Bagaimana mamanya bisa tahu jika Ferdy akan datang? Atau jangan-jangan...
"Kok pakai baju itu sih, Van? Masa ada tamu bajunya gitu," tegur Bu Faisal.
Vania memang hanya mengenakan piyama. Bukan baju yang pantas memang untuk menyambut tamu di rumah. Tetapi biarlah. Ia sedang capek dan ingin tidur secepatnya.
"Ya, nggak apa-apa lha, Ma. Tamunya juga cuma teman biasa," sahut Vania sekenanya.
Ferdy melirik ke arah Vania. Sepertinya Vania memang sengaja.
"Ya udah, ayo kita makan mumpung masih hangat," ajak Pak Faisal.
"Iya, ayo kita mulai makan. Nih, Tante buatin bakwan jagung kesukaan nak Ferdy."
"Terima kasih, Tante," ucap Ferdy dengan wajah berseri-seri.
"Makan sepuasnya, ya. Masih banyak kok adonannya. Nanti kalau kurang, Tante gorengin lagi."
"Siap, Tante." Ferdy tersenyum senang.
Vania mengambil nasi dan lauk pauk yang tersaji lalu makan tanpa berkata apa-apa lagi. Ia lebih memilih untuk memfokuskan diri pada hidangan yang ada di piringnya daripada menimpali obrolan kedua orang tuanya dengan Ferdy, mulai dari membahas olah raga, ekonomi, hingga situasi politik terkini. Sampai pada akhirnya, pembicaraan Ferdy dengan kedua orang tuanya membuat Vania menghentikan makannya.
"Di Cirebon gimana?" tanya Pak Faisal.
"Enak kok, Om," sahut Ferdy.
"Panas mana sama Jakarta?"
"Panas Cirebon sih karena dekat banget sama laut. Tapi enak juga karena jadi bisa makan hasil laut tiap hari."
"Tante tuh belum kesampaian makan nasi jamblang," komentar Bu Faisal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Cinta Vania
ChickLitVersi ebook tersedia di Playstore. Cerita kedua dari "Serial Keajaiban Cinta". Prekuel "Marrying Mr. Perfect". Hanya tersisa part 1 - 52 (Part 13 dst private) Senandung Cinta Vania Sepenggal kisah tentang kehidupan, cinta, persahabatan, harapan, dan...