52. Keluar Dari Kurungan Jala Sutera

2.1K 47 0
                                    

"Sukar dicari bandingannya, dia amat cantik. Dan bagaimana dengan hamba?"

"Kaupun ayu, terutama gerak gerikmu teramat anggun."

"Hamba hanya seorang pesuruh, mana berani mendapat pujian Siauhiap."

Geli hati Ji Bun, agaknya nona ini sudah pusing tujuh keliling karena mabuk kepayang terhadap dirinya, namun kalau sandiwara ini dilanjutkan, persoalan pokok pasti akan segera disinggung. Maka dia lalu bicara blak-blakan: "Apakah nona ada maksud memberi bantuan kepada Cayhe?"

"Wah, terus terang hamba tidak berani mempertaruhkan jiwa raga sendiri, tapi ........"

"Tapi kenapa?"

"Hatiku tidak tega melihat engkau menderita."

"Aku tahu. Sebetulnya nona ingin membantu, namun ada syaratnya bukan?"

Liu Gim-gim terkikik sambil menutup mulut, matanya melirik penuh arti, katanya sedikit kikuk: "Ji-siauhiap memang lebih cerdik daripada orang lain, terus terang hamba tak berani mengajukan syarat segala, cuma .... cuma tujuanku ......"

"Apa tujuanmu?"

Jengah wajah Liu Gim-gim, katanya dengan malu-malu kucing: "Hamba hanya seorang pelayan rendah, kurela menyerahkan jiwa ragaku demi Siauhiap." Biji matanya yang jeli menatap penuh harapan ke arah Ji Bun.

Memang Ji Bun sudah menduga apa yang terkandung dalam benak cewek ini, maka dia tidak kaget atau heran, katanya tawar: "Apakah ini syaratnya?"

"Terserah kepada Siauhiap."

"Lalu bagaimana aku harus menepati syaratmu ini?"

"Bersumpah kepada langit dan bumi bahwa engkau akan mengawiniku dan menjadi suami istri sampai hari tua, segera hamba akan berusaba menolong Siauhiap."

Ji Bun tertegun, berusaha lolos adalah keinginan dan harapan yang mendesak bagi Ji Bun. Untuk lolos dia boleh menggunakan cara keji atau muslihat kotor apapun, peduli cara keji apa yang akan dia laksanakan. Bagi seorang insan persilatan yang betul-betul berjiwa ksatria jelas pantang ingkar janji. Lalu mungkinkah dia menikah dengan perempuan jalang seperti Liu Gim-gim ini? Tidak mungkin, namun kesempatan sebaik ini, mana boleh diabaikan demikian saja. Kalau Hun-tiong Siancu ada di kandang, umpama nyali Liu Gim-gim setinggi langit juga takkan berani berbuat senekat ini, maka lama sekali Ji Bun tak membuka suara.

"Hamba tahu Siauhiap pasti tidak sudi sama sekali mengawini aku yang rendah ini ........"

Agak kusut pikiran Ji Bun, tak tahu bagaimana dia harus menjawab, katanya sesaat kemudian: "Biarlah kupikirkan dulu, ini urusan besar, demi masa depan."

Liu Gim-gim celingukan, lalu katanya gugup: "Ji-koko, waktu tidak memberi kesempatan untuk bimbang hati, kalau Hujin keburu pulang, segala harapan akan sirna."

Merinding sekujur badan Ji Bun mendengar orang memanggil "Ji-koko" kepadanya, hatipun muak, sebetulnya dia bisa berbuat apa saja terhadap perempuan genit ini. Namun Ji Bun tidak sudi berbuat kotor demi kebersihan nama baik sendiri, maka dia berkata pula: "Berilah satu jam untuk kupikirkan, bagaimana?"

"Wah ..... baiklah, satu jam kemudian aku kemari lagi," sembari bicara Liu Gim-gim ulurkan tangan ke dalam lubang hendak mengukuti perabot, lengannya tampak putih halus, jari-jarinya runcing. Melihat lengan orang, suatu pikiran berkelebat dalam benak Ji Bun, batinnya: "Memberi kelonggaran kepada musuh berarti berlaku kejam terhadap diri sendiri." Maka dengan segera dia berkeputusan, dengan senyum lebar tiba-tiba dia membungkuk sambil mengelus lengan orang.

Semula Liu Gim-gim kaget dan secara refleks hendak menarik tangannya, namun dia urungkan niatnya, tangannya dibiarkan dipegang dan dielus-elus, katanya cekikikan senang: "Ji-koko, kau sudah berubah pikiran dan mantap?"

Hati Budha Tangan Berbisa - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang