5 - Shibazaki Raku

480 36 16
                                    

sebelumnya.

gaes, kalau kami ngaku, jangan digebukin ya~

iya, akun ini itu 'kami' bukan 'aku'. soalnya punya dua orang.

kami cuma malu-malu mau ngaku soalnya tulisan masih belum mutu begini jadi kami sok misterius~ so, kami sebenernya nggak ada niat jahat :)

ok mari kita ngepedo dulu~

.

Kau menanti dengan tak sabar di depan pintu rumah keluarga Shibazaki. Mengayun-ayun tas plastik berisi sayur-mayur dan lain-lain. Tersenyum-senyum mendengar tapak kaki melangkah lari dari dalam rumah.

Kau rindu suasana rumah ini. Bahkan saat hanya beberapa minggu kaulewatkan tanpa menyambanginya. Rumah tempat Shibazaki Raku tinggal, anak laki-laki yang umurnya terpaut beberapa tahun darimu. Kau SMP, sedang dia anak SD. Ya, kau mensugesti diri umur bukan halangan, walau kau menyangkal kau adalah seorang pedofil. Kau hanya sayang pada Raku berlebihan.

Iya, 'kan? Iya. Kau mensugesti dirimu sendiri. Selalu begitu.

Krieet.

"WA! Selamat datang kembaliii!!!" Raku menerjangmu, memelukmu dengan lompatan riang. Kau tertawa-tawa bahagia. Membalas pelukan anak yang tingginya sedadamu. Bahkan di bawah sedikit. Mengelus-elus rambut halusnya yang panjang menyerupai perempuan.

"Ahahaha. Halo Raku. Aku pulang~" Kau mencubit gemas pipi Raku. Liburan musim panas yang lama membuatmu rindu bukan kepalang dengan Raku.

"Ayo masuk!" Raku menarik-narik tanganmu semangat. Mengajakmu masuk ke rumah dengan tujuan utama bercerita mengenai pengalaman.

"Di mana bibi?" kebetulan saja Ibu Raku adalah kenalan dekat Ibumu. Kau dapat akses lebih banyak. Ekhem. Duh, kau merasa berdosa dan tidak suci lagi. Jangan sampai kau menodai kesucian Raku juga. Eh.

"Umm. Ibu dan Ayah pergi. Aku di sini sendiri. Jadi ... ayo ceritakan liburanmu!"

Kau mengangguk paham. Bersiap bercerita dengan riang gembira sebelum Raku mengintrupsi.

"Eh, tunggu!"

"Ada apa?"

"Kau tidak bawa oleh-oleh untukku??"

Bawa oleh-oleh cinta kok, batinmu. Tanpa sadar kau tersenyum-senyum sendiri membayangkan betapa hinanya jika kau menjawab demikian. Lagipula Raku pasti tidak mengerti dan malah mengira kau membelikannya permen berbentuk hati atau apa, lalu salah paham dan menagih permen itu.

Tunggu, kau lagi-lagi berusaha mensugesti dirimu kalau kau bukan pedofil. Aku hanya menyayanginya seperti adikku sendiri kok, tidak lebih!

"Jadi kaubawa oleh-oleh atau tidak?" Raku mengulang pertanyaan karena kau tak kunjung memberi jawaban. Terkutuklah imajinasimu yang ke mana-mana. Seketika, kau teringat dirimu yang terlalu asyik membeli makanan untuk dirimu sendiri, hingga lupa membeli apa pun untuk teman kecilmu.

"Eh, err ... jadi begini." Kau menggaruk kepalamu gugup. "Aku jauh dari pusat perbelanjaan, lagipula aku juga jarang ke toko—"

"Kesimpulannya kau tidak beli oleh-oleh?" Raku memiringkan kepalanya dan menatapmu polos, membuat hasratmu untuk memeluknya semakin memuncak. Tahan, tahan. Walaupun Raku sering memelukmu secara spontan, kau masih pikir-pikir dulu sebelum memeluknya. Takut keterusan menyerang Raku. Astaga, demi Tuhan, tolong bersihkan pikiranmu yang tidak suci ini!

"Ma-Maaf ya." Kau menatap Raku gelisah, takut ia marah. Wajah Raku menunjukkan kekecewaan. Tapi dia menunjuk plastik yang sedari tadi ada di tanganmu. "Itu apa?"

Kitto, Mata Aeru KaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang