Hari ini tak seperti biasanya, seharian aku hanya terdiam memandangi jendela di samping tempat dudukku dengan tatapan kosong karena biasanya aku selalu bersama dengan Dicky kemana pun tapi hari itu dia tak masuk sekolah karena suatu hal bahkan aku pun tak tau apa penyebabnya. Bangku di sampingku kosong, saat itu aku benar-benar merasa kesepian.
Ketika aku masih terdiam memandangi langit yang kelabu dari jendela, saat itu juga aku dikagetkan oleh teman sekelasku yang memanggilku.
"Rym! Oi Rym! punya telinga nggak sih?!" kata Ren,seorang laki-laki yang bermata sipit yang duduk tepat di depan tempat dudukku.
"Eh...I..Iya...ada apa Ren?" jawabku dengan terbata-bata.
"Ada yang mau ketemu sama lu tuh di luar, cewe loh hayo siapa Rym? kok nggak pernah dikenalin ke gue." katanya lagi.
"Hah cewe?! perasaan gue nggak pernah kenalan sama cewe selain teman sendiri." ucapku agak kaget setelah mendengar perkataannya.
Dan aku pun segera keluar kelas untuk menemui seseorang yang dimaksud temanku tadi. Pandangan mataku terfokus pada seorang perempuan yang berkulit putih seperti mutiara, rambutnya yang terurai lurus sampai ke pinggang dengan tubuh yang tingginya kira-kira sebahuku, dan matanya yang hitam kecoklatan terlihat berkilau terkena pantulan cahaya matahari.
"Ha..Hai...Kak Rym." kata perempuan tersebut dengan gugup disertai pipi yang merona. Aku pun merasa tak asing dengan suara lembutnya itu."Kamu yang kemarin nelpon aku kan? Fanesa bukan?" tanyaku padanya.
"I..Iya..Kak aku Fanesa yang kemarin nelpon Kak Rym kemarin." jawabnya sambil memalingkan wajah ke samping.
"Emm ada perlu ada ya ketemu kakak?" kataku dengan penasaran.
"A..Anu..Kak boleh minta tolong nggak ajarin Fanesa biar bisa Matematika soalnya kata teman kakak, Kak Rym itu paling pinter soal pelajaran Matematika." pintanya kepadaku tanpa menatap langsung mataku.
"Oh jadi kamu dapat nomorku dari temanku ya?" jawabku dengan tersenyum meskipun sebenarnya aku merasa jengkel dengan temanku yang memberikan nomor hp ku ke orang lain seenaknya.
Ia pun hanya menganggukkan kepala tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya.
"Ya udah boleh kok, nanti Kak Rym ajarin Matematika tapi habis pulang sekolah nanti ya?" Aku pun terpaksa tersenyum karena sebenarnya sehabis pulang sekolah aku punya rencana pergi ke rumah Dicky untuk menjenguknya.
Tak terasa bel pun berbunyi tanda pelajaran hari ini sudah selesai. Aku segera mengambil tasku dan bergegas untuk pergi ke rumah Dicky. Sampai di tengah perjalanan menuju rumahnya aku baru tersadar akan suatu hal.
"Astaga! aku lupa tadi kan Fanesa minta diajarin Matematika." kataku sambil menepuk kepala.
Aku pun segera menuju ke sekolah lagi dengan harapan ia masih menungguku disana. Dengan terburu-buru aku menaruh sepeda motorku di parkiran sekolah dan bergegas menuju ke kelasku.
Dengan nafas yang terengah-engah aku pun sampai di kelas lalu kupandangi seluruh sudut kelas sambil ku atur nafasku agar kembali normal. Ternyata hasilnya nihil, tak seorangpun yang ada disini. Ya mungkin memang aku yang terlalu bodoh untuk berpikir bahwa ia masih disini. Ternyata aku hanya membuang-buang waktu. Sesaat setelah itu terdengar suara dari belakangku.
"Kak..Kak Rym?" ucapnya memanggilku dan aku pun segera membalikkan badanku.
"Darimana aja sih kamu? hufftt capek tau nyariin kamu daritadi." kataku dengan nafas yang masih terengah-engah.
YOU ARE READING
Believe Fall & Realized
Sachbücher"Mulai saat ini aku nggak akan percaya siapapun lagi! Semuanya hanyalah pembohong!" teriakku sesaat setelah kejadian itu. Kemudian aku jatuh tersungkur sambil menutupi wajahku. Tanpa sadar air mataku mulai menetes. "Percaya" sebuah kata yang mung...