Bab 3 Memories of the Past

70 5 0
                                    

Malam ini entah kenapa langit tak berbintang, bahkan bulan pun tak mau menampakkan wujudnya. Seperti hatiku yang gelisah saat mengingat kejadian sehabis pulang sekolah tadi saat aku bersama Fanesa. Bayangan "dirinya" selalu muncul dimanapun aku berada, seolah-olah terus mengejarku tanpa henti. Ingin rasanya aku melarikan diri dari masa lalu tersebut, tapi disaat itu pula kenangan-kenangan itu BERmunculAN. Bahkan mulai terbayang di benakku saat aku pertama kali bertemu dengan "dirinya".

Saat itu aku masih duduk di kelas 1 SMP, aku suka membaca dan mengerjakan soal-soal semampuku. Aku memang terbiasa dengan hal tersebut, karena sejak kecil orang tuaku selalu memberitahuku bahwa belajar memang sangat penting untuk masa depanku nanti. Mulai dari situlah aku mempunyai banyak teman meskipun aku tak terlalu yakin dengan mereka apakah mereka mau berteman denganku karena benar-benar tulus dari hati, atau hanya karena suatu hal.

Pagi itu mentari belum penuh menampakkan dirinya di sudut langit, dengan jaket yang menyelimutiku aku sudah di kelas dan mulai menyisir meja-meja kelas sambil mengambil beberapa sampah yang masih ada disitu lalu memgumpulkannya.

"Masih sepi ya belum ada satupun yang berangkat jam segini." pikirku sambil mengambil beberapa plastik dan kertas di laci meja.

Aku melirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 06.15 dan kemudian keluar untuk membuang sampah-sampah yang telah ku kumpulkan tadi. Saat aku membuang sampah tersebut entah mengapa aku merasa seperti ada yang memperhatikanku, tapi mungkin itu hanya perasaanku saja. Saat hendak kembali ke kelas tiba-tiba beberapa temanku yang baru saja datang, memanggilku.

"Oi Rym tugas dari Pak Ahmad kemarin udah dikerjain belum? yang tentang barisan aritmatika kemarin?" tanya Ari sambil menepuk pundakku.

"Iya udah belum? kalo udah kami pinjem sebentar ya keburu Pak Ahmad datang." kata Angga.

"Iya Rym mana tugasnya?" tambah Rian yang daritadi berada berdiri di belakang Angga sambil memainkan handphonenya.

"Udah, itu ada di tas." jawabku dengan berat hati.

Mereka pun segera masuk ke dalam kelas meninggalkanku yang masih di luar. Seperti inilah yang terjadi setiap hari. Saat pertama kali aku bertemu dengan mereka semua hampir semuanya tak mau berteman denganku tetapi seiring berjalannya waktu aku mulai menunjukkan potensiku dan mendapat peringkat tertinggi di kelas. Setelah itu mereka baru mulai melihatku dan mencoba berteman denganku. Aku pun berpikir adakah istilah pantas atau tidak untuk menjadi teman? Jika aku berpikir mereka tak pantas menjadi temanku, sama saja aku membeda-bedakannya dengan orang lain atau istilahnya pilih kasih tetapi jika aku berteman dengan mereka, sepertinya aku pun hanya dimanfaatkan untuk kepentingan mereka sendiri. Adakah seseorang yang benar-benar tulus ingin menjadi temanku atau sahabatku?

Tanpa kusadari ada seorang perempuan duduk di sampingku.

Rambutnya yang hitam lebat bergelombang terjuntai ke belakang tubuh dengan indahnya, kulitnya yang putih seperti susu dan kedua matanya yang hitam terlihat seperti bercahaya saat sinar matahari menyinarinya. Deeg..!! tatapan matanya yang tertuju padaku membuat jantungku berdegup kencang.

"Hai kenalin namaku Rin dari kelas 7C, salam kenal ya." dia menyapaku sambil tersenyum manis kepadaku.

"Hai juga Rin kenalin namaku Rym dari kelas 7F salam kenal." balasku.

"Oh ternyata kamu yang namanya Rym, yang KATANYA paling pinter itu, kok daritadi aku liatin kamu dari sana kayaknya kamu ngelamun, lagi ada masalah ya Rym?" tanyanya kepadaku sambil menunjuk ke arah kelasnya.

"I..Iya eh nggak ada kok Rin tadi biasa temenku pinjem buku." kataku padanya sambil memalingkan muka.

"Kamu tau nggak? saat kamu berbohong pada seseorang, kamu tidak dapat menatap langsung wajah orang tersebut." katanya padaku sambil mengernyitkan dahi.

Believe Fall & RealizedWhere stories live. Discover now