Aku mendapati sebuah SMS di handphoneku. Ternyata pesan itu dari ibunya Fanesa,Bu Kanjeng. Aku memang sudah mengenal orang tuanya tapi tak biasanya mengirim pesan singkat seperti ini.
Setelah membaca pesan tersebut aku kaget, aku harus berbuat sesuatu, pikirku. Aku pun segera bergegas untuk berganti pakaian dan langsung menuju rumah sakit dimana Fanesa dirawat. Aku tak tau selama ini ternyata Fanesa juga mempunyai penyakit. Ia mungkin menyembunyikannya dariku selama ini. Aku kembali teringat pada Rin. Kuhilangkan pikiran itu, pokoknya aku harus kesana. Aku terburu-buru sampai aku lupa mandi & hari itu adalah hari Senin.
Tak apa-apalah aku membolos yang penting aku harus segera melihat keadaan Fanesa. Aku harus cepat menemuinya. Aku tak ingin semuanya terulang kembali. Aku tak mau lagi kehilangan seseorang yang dekat denganku, yang selalu ada untukku, ia orang yang sangat berharga bagiku.
Setelah sampai disana aku segera menuju ke resepsionis rumah sakit dan bertanya ruang tempat perawatan Fanesa. Setelah mendapat informasi tentang ruangannya aku segera mencarinya.
"Bangsal Melati,Bangsal Melati dimana ya?" kataku panik, sambil mencari-cari ruangannya.
"Oh, itu dia disana..!" ucapku sambil berlari ke ruangannya.
Di luar ruangan tersebut aku melihat kedua orang tua Fanesa,Bu Kanjeng dan Pak Satya. Mereka berdua terlihat seperti menunggu sesuatu. Aku mendekatinya.
"Se..Selamat pagi Pak, Bu, Maaf kalo saya baru datang. Bagaimana keadaan Fanesa?" tanyaku panik.
"Kemarin sepulang sekolah Fanesa batuk terus-terusan. Dia berkeringat dan tubuhnya terasa dingin. Katanya napasnya sesak." jelas Pak Satya.
"Kami langsung membawanya ke rumah sakit, ibu khawatir sama dia, bahkan dia sempat bilang ke ibu katanya tolong kasih tau ke kamu soal penyakitnya,Rym." tambah Bu Kanjeng mulai menitikkan air mata.
"Sejak kapan Fanesa punya Pneumonia, Bu?" tanyaku sambil menatapnya.
"Udah lama, Nak. sebenarnya Fanesa itu udah sering keluar masuk rumah sakit. Ia sering sesak napas lalu pingsan. Tapi kemarin keadaannya terlihat lemah sekali. Ia bilang pada ibu kalo jangan kasih tau ke Rym. Katanya ia nggak pengen kamu sedih, Nak. Jadi tolong ngertiin ibu, kalo baru sekarang ibu kasih tau ke kamu soal ini. Tapi keadaan Fanesa sekarang sudah lebih baik." jelasnya.
Yah setidaknya sekarang keadaan Fanesa sudah membaik jadi aku tak perlu khawatir.
"Yang sabar ya Pak,Bu kita berdo'a semoga Fanesa cepat sembuh." kataku sambil tersenyum.
"Iya nak makasih." ucap pak Satya.
"Uhhuk..Uhhuk..Akhh..Uhhuk.." terdengar suara dari dalam.
Kami segera masuk ke dalam. Aku terkejut dengan pemandangan di depan mataku.
"Pa.. cepet panggil dokter!!!" teriak Bu Kanjeng panik.
Pak Satya lalu bergegas pergi.
Aku melihat telapak tangannya berlumuran darah. Aku benar-benar tak ingin melihat hal tersebut. Jantungku seperti berhenti berdetak, Napasku terasa sesak. Aku tak bisa melihatnya kesakitan seperti itu.
Fanesa melihatku. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu padaku.
"Ry...Rym..." katanya lirih.
"A..Ak..Aku.." suaranya semakin melemah.
Perlahan-lahan matanya mulai menutup. Aku terpaku melihatnya. Disampingnya, ibunya menangis dan berteriak.
"Fanesa? bangun Nak!! bangun!!" teriaknya sambil mengguncang-guncangkan tubuhnya.
YOU ARE READING
Believe Fall & Realized
Literatura faktu"Mulai saat ini aku nggak akan percaya siapapun lagi! Semuanya hanyalah pembohong!" teriakku sesaat setelah kejadian itu. Kemudian aku jatuh tersungkur sambil menutupi wajahku. Tanpa sadar air mataku mulai menetes. "Percaya" sebuah kata yang mung...