Chapter 9 - She

1K 47 8
                                    

Chapter 9 - She

****

Krek!

Hap!

Dengan sigap aku langsung menempelkan tubuhku seperti bunglon di tembok koridor lantai satu--berharap aku bisa benar-benar berubah warna seperti tembok ini agar aku tak terlihat oleh siapapun. Hampir aku sampai di tangga itu. Huuuaaaa! Kenapa sulit sekali? Dan yang tadi itu suara apa?

Aku melakukan ini bukan tanpa alasan. Mengingat kemarin--saat aku melewati pintu sialan ini tanpa mencurigai apapun dan tiba-tiba ada sebuah tangan kekar menarikku paksa masuk ke ruang yang ada di balik pintu itu--YA KAMAR JUSTIN!!!

Dia menarikku tiba-tiba dan langsung membekap mulutku--mencegahku berteriak kencang.

Aku membelalakan mataku shock saat tubuhku di sandarkan pada pintu yang saat itu entah bagaimana sudah tertutup rapat. Mataku masih membulat, tapi bukan karena shock lagi. Lebih kepada bertanya 'Apa-apaan ini?'

Justin menyerengai culas. Bibirnya yang merah ntah sengaja atau tidak di basahi oleh lidahnya--membuatnya tambah-urgh.

Aku mulai panik! Dengan bodoh aku membekap mulutku yang nyatanya masih di bekap oleh tangan Justin. Ia memutar bola matanya jengah lantas menyentil tanganku dengan tangan yang satunya lagi--membuatku menyingkirkan tanganku dan menyembunyikannya di balik tubuhku.

Dia melepaskan dekapannya di mulutku, kedua tangannya kali ini  bersandar pada pintu--mengurungku dan memandangiku berkali-kali dengan dengusan nafas kecewa seperti mewakili nya untuk berkata 'Kapan kau akan berhenti berbuat  bodoh?'

Aku meringis aneh dengan cerngiran tidak enak. Membalas tatapan itu takut-takut.

“Kau mau apa sih? Membuatku kaget saja.” aku membuka suara dengan pertanyaan ragu-ragu.

“Mau menciummu” katanya santai. Dan hanya jawaban itu yang ku dengar. Tak ada yang lain.

Wajahku sudah seperti baru di siram air keras. Melepuh merah.

“Tapi tidak jadi. Lain kali saja.” lanjutnya dengan wajah unmood yang terlihat jelas. Ia menarik lenganku dan membuka lagi pintu yang aku sandari tadi.

“Just--” aku ingin bilang sesuatu. Tapi entah kenapa sulit sekali mengatakannya. Tidak mungkin aku bilang 'Tidak apa-apa kau boleh menciumku atau kau mau aku yang menciummu?'

TIDAK!

Itu ekstrim sekali! Sama saja aku menawarkan diri jatuh ke jurang ketidak sadaran.

“Jangan memandangiku seperti itu. Aku bukan anak kecil yang kecewa karena tidak jadi mendapat permen” kata Justin jengah.

“Aku tidak begitu.” kataku mengelak.

“Lain kali, kau tidak akan lolos.”

Cklek! Pintu tertutup dengan suara halus. Menyisakan gambar terakhir yang bisa kulihat. Sialan! Seringaian culas itu? Menakutkan sekali.

Aku masih terbengong bodoh menatapi pintu itu sampai suara Jord menyadarkanku.

“Berhenti memandangi pintu kamar Daddyku seperti kau akan menggerogotinya sampai habis.”

Itu semua sudah membuatku malu. Aku bersumpah kejadian itu tidak akan terulang lagi. Tidak akan!

*flashbak off

“Anne? Kau sedang apa disitu?” suara familiar menyadarkanku dari bayang-bayang kejadian kemarin yang begitu memalukan. Aku menoleh dan disanalah Mrs. Collins memandangiku dengan dahi berkerut.

Please Be My Baby (Justin Bieber)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang