Camping Hari Kedua

146 6 0
                                    

Wiuw ! Wiuw ! Wiuw!
Sebuah suara sirine seperti ambulance berbunyi. Para siswa segera bangun dari tidurnya untuk melihat apa yang terjadi, eh ternyata itu adalah trik Pak Mujib untuk membangunkan para siswa.

Sudah pukul 01:00, today is Sunday. Pak Mujib membagi kelompok untuk kegiatan jurig malam. Kelompok yang ditentukan adalah sesuai dengan teman satu tenda.

Jurig malam dimulai. Kelompokku berjalan dengan barisan dua bersaf dikarenakan jalan yang sempit. Di baris pertama ada aku,Marsha,Zulfani. Di baris kedua ada Annisa dan Bianca. Mengapa kami tidak mengizinkan Annisa berjalan dengan Marsha? Karena jika ada setan-setanan yang datang pasti mereka akan beteriak. Bisa-bisa memecah gendang telinga kami.

Karena jalan yang kami lalui sangat gelap, bahkan tidak ada cahaya sedikitpun, akhirnya Zulfani menyalakan senter untuk memberi penerangan dan..

"Wuaa!", teriak kami. Yang paling histeris adalah Marsha. Terlihat sosok memakai baju putih. Rambutnya terurai ke depan menutupi seluruh wajahnya. 

Kami segera berlari meninggalkan sosok itu. Mungkin sosok tadi merupakan bagian dari halang rintang jurig malam ini.

Selanjutnya, kami harus melewati jembatan sepanjang 100 meter. Jembatannya sangat sempit. Disela-sela keheningan, terdengar rintihan nenek-nenek "tolong nenek cu, nenek jatuh ke sungai cu, tolong cu".

"Njir nenek sapa tuh", aku merinding. "Nenek kabayan kali", kata Bianca. "Keep calm. Jangan panik. Siapa tahu ini bagian dari halang rintang jurig malam", kata Annisa.

Kami melanjutkan perjalanan. Kali ini, kami harus melewati kuburan, tantangan terakhir. Tercium bau melati yang membuat bulu kudukku berdiri, mungkin bukan hanya bulu kudukku.

"Marsha, lu pake parfum melati ya? Baunya kebangetan", tanya Zulfani gemetar. "Apa sih lu. Bukan gue. I.. Itu mba..", kata Bianca gagap. "Itu mba kun. Lari kuy!", teriak Annisa.

Wuaa ! Wuaa ! Wuaa !
Kami lari sekencang-kencangnya meninggalkan sosok berbaju putih di atas pohon kamboja. Nafasku sudah ngos-ngosan. Aku memutuskan untuk berhenti sebentar. Begitupun dengan Bianca.

Tak terasa terdengar sirine ambulance, terlihat senter yang disorotkan oleh seseorang, terlihat pula papan bertuliskan (kalian sukses!)

Kami bernafas lega setelah mendapati Pak Mujib di ujung kuburan. Akhirnya kegiatan jurig malam telah berakhir. Hanya ada empat kelompok siswa yang bertahan hingga akhir segmen, yang lainnya sudah menyerah ditengah jalan.

❤❤

Kini semua siswa kembali ke bumper untuk melaksanakan renungan. Pak Sumed memimpin kegiatan renungan tersebut. Membahas seluk beluk kita yang diciptakan oleh yang kuasa hingga berada dalam kandungan kemudian di besarkan dan dirawat oleh kedua orang tua. Intinya renungan itu membahas besarnya jasa kedua orang tua. Sumilir angin di pagi buta menerpa, hening, hanya ada kicauan burung hantu. Lagi-lagi Hani menangis sesegukan, namun hal itu wajar karena tidak hanya Hani yang menangis, tetapi Annisa dan Marsha pun melakukan hal yang sama bahkan sampai berpelukan.

Aku yang sedari tadi mengucak mataku tidak mempedulikan ucapan Pak Sumed dikarenakan rasa kantuk yang menerjang bertubi-tubi. Aku bersender di pundak Bianca dan menutup mataku samar-samar. Tak terasa Bianca menepuk pipiku dan memberitahu bahwa renungan telah selesai. Kita kembali ke tenda untuk melanjutkan istirahat.

Pukul 05:00

Terdengar adzan subuh. Para siswa segera keluar dari tenda untuk melaksanakan shalat. Namun rasa kantukku tak kunjung hilang. Aku memaksakan mataku untuk tidak terpejam. Bianca yang sudah bangun, mengajakku untuk mengambil air wudhu.

Memang benar kata orang, air wudhu itu dapat dijadikan penawar. Buktinya, sekarang aku tidak merasakan kantuk lagi.

Shalat subuh berjamaah terlaksana dengan khusyuk (insha alloh). Pak Mujib sebagai imam melantunkan doa demi doa dengan faseh. Diikuti amin dari para makmum setelah surah al fatihah.

My Junior High School StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang